Rini memutuskan kembali ke perpustakaan, lebih baik terlambat masuk kelas daripada harus berurusan dengan teman sekelas Rendy. Rini membalikkan badannya.
“Mau kemana, hah?” Tanya Rendy.
Rini hanya diam tak bergerak bahkan tidak menyahut pertanyaan Rendy. Rini mencoba tidak menatap wajah Rendy.
“Kok diem, kamu gak masuk kelas?”
“Aku mau ke toilet.”
“Aku temenin.”
“Jangan aneh-aneh deh.”
Tiba-tiba saja Pak Joni berdiri disamping Rendy
“Mau temenin kemana, hah? Rendy, ikut bapak masuk kelas.”
“Iya, pak.” Sahut Rendy.
Sebelum Rendy berjalan ke kelasnya, Rendy menyerahkan coklat ke tangan Rini.
“Jangan lupa coklatnya dimakan.”
Rini pun pergi menuju kelas sambil bergumam tak jelas, saat masuk kelas tampak teman sekelas Rini sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang tidur, ada yang sibuk dandan bahkan ada yang sibuk belajar. Rini mendatangi Sella yang berbincang dengan teman dibelakangnya.
“Pak Ari, gak masuk Sel?”
“Gak Rin, bapaknya kan lagi pelatihan diluar kota.”
“Gimana kalo minta digantiin guru lain? Biar gak kosong gini.”
“Aduh, Rini. Jangan ngelawak deh. Nikmatin aja selagi kosong, kamu gak capek apa belajar mulu”
“Aku kan cuma kasih tau. Nih coklat buat kamu.”
“Ya ampun, emang the best banget sahabatku ini. Love you.”
Rini dengan cepat menjauhkan wajahnya dari tangan Sella yang ingin mencolek pipinya.
“Jadi kosong nih?”
“Iya, Rini cantik yang manis yang imut.”
“Kamu kenapa jadi nyebelin gini sih, Sel? Awas kalo ngomong gitu lagi.”
“Gitu doang, sensian banget. Kenapa, Rin? Cerita sini.”
“Tau ah. Males ngomong sama kamu, Sel.”
Rini sedikit kesal dengan tingkah Sella tadi. Akhirnya, Rini pergi ke luar kelas agar mood-nya bisa kembali baik lagi. Hanya sekedar berjalan-jalan, hingga akhirnya Rini tiba di kantin. Tak tahan lagi perutnya menahan lapar yang ditahannya dari tadi pagi, Rini duduk di salah satu bangku kantin.
“Sendirian aja, Rin?” Tanya seseorang.
“Udah tau sendiri masih nanya.” Jawab Rini datar seraya menatap malas seseorang dihadapannya.
“Santai, gak usah marah.”
“Siapa yang marah.”
“Kalo ada masalah cerita sama aku jangan sungkan. Anggap aja pacar sendiri... eh maksudnya temen sendiri.”
“Ha ha ha, lucu banget.”
“Iya lucu kaya kamu, beb.”
“Mending diem deh.”
Akhirnya datang pesanan Rini dengan cepat ia melahap makanannya, tanpa menghiraukan seseorang dihadapannya yang tengah menatapnya. Risih sekali rasanya, saat makan dan seseorang menatapnya tanpa mengajak bicara.
“Tes, 1 2 3. Diberitahukan kepada seluruh siswa dapat pulang lebih awal, berhubung para guru akan mengadakan rapat.”
Setelah mendengar pemberitahuan tadi, Rini sedikit lebih santai menyantap makanannya. Dan Rini melihat para siswa lain yang meninggalkan ruang kelasnya dengan wajah sumringah.
“Wah, ke kantin gak ngajak-ngajak nih.” Sella dan Dina yang mendatangi Rini yang sedang makan. “Eh, Yoga. Gak pulang lo?”
“Biasa, Sel... nemenin pacar makan dulu.” Sahut Yoga tanpa mengalihkan pandangannya dari Rini.
“Rin, kamu pacaran sama Yoga?” Tanya Dina.
“Gak ada pertanyaan lain apa, Din?”
“Cuma itu pertanyaan aku, Rin.”
Adakalanya Rini dibuat bingung dengan sikap Dina, pura-pura gak paham atau emang bener gak paham. Rini harus lebih bersabar menghadapi Dina yang kadang lola.
“Jalan-jalan yuk, mumpung masih siang. Gimana?” Ajak Sella.
“Gue oke aja, yang penting Rini ikut juga.” Sahut Yoga.
“Aku ngikut aja, Sel. Rin, kamu ikutkan?” Timpal Dina.
“Rin, ikut ya?” pinta Sella.
“Iya, aku ikut. Tapi kemana dulu?”
“Kemana aja yang penting jalan-jalan, butuh refreshing nih.”
Setelah selesai diskusi panjang lebar, akhirnya kami semua memutuskan untuk pergi ke pantai yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Kamar Rini
Sella dan Dina yang tengah memilih baju di dalam lemari Rini, yang akan mereka pakai nanti.
“Rin, kita berdua pinjam baju kamu ya. Nanti kita balikin kok.”
“Pilih aja, gak usah dibalikin.”
“Beneran, Rin?” Tanya Dina tak percaya.
“Iyaaa... kalian lama banget milihnya, nanti keburu aku malas buat jalan-jalan.”
“Awas kalo gak jadi.”
10 menit Sella dan Dina bersiap-siap, sekarang mereka menunggu Yoga di teras rumah.
“Rin, gimana ceritanya kamu putus sama kak Rendy?”
“Iya, Rin. Perasaan kamu sama kak Rendy baik-baik aja deh.”
“Aku diputusin sama kak Rendy.”
“Bukan kamu yang mutusin?”
Rini menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan dari Sella, menghembuskan nafasnya mengingat Rendy yang memutuskan hubungan secara sepihak. Dina dan Sella saling memandang, bingung harus berbuat apa.
Terdengar suara klakson, akhirnya Yoga sampai di rumah Rini.
“Rin, kamu iku aku aja ya?” Ajak Yoga.
Mendengar ajakan Yoga, langsung saja Rini duduk dibelakang Yoga.
“Sel, kamu duluan. Gue ngikut dibelakang.” Kata Yoga. “Duduknya jauh banget, Rin. Nanti kalo jatuh gimana? Kalo mau tidur sandaran aja dipunggung aku.”
Tanpa membalas ocehan Yoga, Rini sedikit memajukan badannya. Selama diperjalanan Rini menikmati pemandangan baik di sisi kanan atau kirinya. Cukup lama rasanya Rini tidak melakukan perjalanan, karna hari-harinya dihabiskan di rumah dan sekolah. Tak ada liburan beberapa bulan ini.
Tiba-tiba Yoga memarkirkan motornya dipinggar jalan.
“Kenapa berhenti, Ga?” Tanya Rini.
Nggak upacara jadi kesenangan tersendiri buat anak2 sekolah. Salam kenal ya, aku Maurin. Aku pengguna baru di sini.
Comment on chapter Pagi Senin