keping 08: Perempuan yang Malang

Beberapa pasang mata pria di situ mendadak menjadi nyalang.

Hampir setiap malam, dia mendatangi tempat hiburan malam ini.

Tiga pasang penyanyi virtual menghibur pengunjung di tiga lokasi yang berbeda. Satu di depan, satunya lagi di kanan, dan yang lainnya di kiri.

Dia langsung menuju salah satu meja bartender. Pria berkumis dengan tubuh gempal dan tato di sana-sini menawarkan minuman.

Setelah gelas minumannya sudah di atas meja, diarahkannya layar ponsel miliknya ke wajah si bartender. Foto sepasang remaja perempuan kembar tampil di sana.

"Apa kau pernah melihat mereka?" tanya si perempuan yang sudah tak lagi muda ini sambil menyeruput minumannya.

Si bartender menggeleng. "Maaf nyonya, saya harus melayani pelanggan yang lain," ujarnya dengan sopan dan ramah, sebelum melenggang ke pojok meja yang lain.

"Sial!" umpatnya dalam hati.

Kemudian, sepasang mata biru dengan bulu mata lentiknya mengitari ruangan kelab itu dengan penuh kepahitan.

Hatinya merana.

Ada puluhan, dan bahkan mungkin ratusan orang di situ yang menghabiskan malam dengan bersenang-senang. Melupakan semua kepenatan kehidupan siang hari mereka yang banyak menguras pikiran serta energi.

Memang kelab yang cukup besar ini dibangun untuk tujuan entertain. Ada yang asyik berkaraoke di balik sekat-sekat ruangan yang lebih kecil. Ada yang berdansa di panggung utama. Ada yang menikmati lagu-lagu yang dibawakan oleh para penyanyi virtual. Ada yang sekadar menikmati minuman di meja-meja bartender. Ada yang mencoba peruntungan di beberapa meja poker yang tersebar di berbagai lokasi.

Kabar yang berhembus, tempat ini didirikan oleh The Cherlones Enterprise. Perusahaan raksasa yang diawaki oleh sang trilyuner kondang dari keluarga Cherlone yang populer pula. Siapa lagi kalau bukan Brandon Cherlone.

Sebenarnya dia ingin bersosialisasi di sini, namun masih tertanam penghalang besar jauh di lubuk hatinya untuk kembali memercayai orang. Terlebih lagi, dia sudah kehilangan sepasang anak kandungnya yang kembar.

Di tengah keramaian ini, Mrs. Farlyn merasa nelangsa.

(sebuah trabble)