Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lusi dan Kot Ajaib
MENU
About Us  


Siang itu negeri Qirollik mengadakan perjamuan. Goa yang selama ini tersembunyi karena mantera kuat yang di pasang di sekeliling hutan itu telah dipatahkan. Tidak ada lagi mantera. Tidak ada lagi persembunyian dan tidak ada lagi kegelapan. Semua rakyat negeri Qirollik berpesta. Mereka menyambut kembalinya sang pangeran. Kini, seluruh rakyat tidak perlu lagi hidup dalam persembunyian mereka.

Nyonya tua raksasa menghidangkan makanan terlezat yang pernah ada. Kalkun panggang telah menanti mereka di meja batu yang panjang itu. Goa itu tak lagi sunyi. Kemeriahan memenuhi setiap sudut goa itu. Siapapun boleh bersuka. Matahari telah bersinar kembali menerangi negeri mereka. Mereka tidak perlu lagi hidup dalam kegelapan dan ketakutan.

Minuman-minuman terbaik pun telah di siapkan. Para bangsa namid lebih menyukai minuman lemon dengan daun mint di dalam nya. Sedangkan bangsa raksasa sangat menyukai minuman dari daun pohon aras. Nyonya Ros, si raksasa tua itu sangat repot untuk menghidangkan banyak makanan dan minuman yang beragam untuk para tamunya saat ini.

Berbagai jenis makanan pun juga sudah tersedia di meja panjang itu. Bangsa starla menghabiskan makanan-makanan manis yang ada di sudut meja, tanpa menyisakannya untuk makhluk yang lain. Bangsa starla adalah penyuka makanan manis. 

Wanita raksasa yang lain, menolong nyonya Ros untuk menyiapkan makanan-makanan dengan secepat mungkin, karena tamu mereka saat ini sedang merayakan hari kebebasan mereka. Mereka senang sekali dengan matahari yang sudah terbit menyinari setiap daerah di negeri mereka. Bunyi burung-burung yang akan menyambut mereka di pagi hari. Setelah sepuluh tahun berlalu, akhirnya mereka akan memiliki pergantian warna pada langit.

Mereka sangat bahagia. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang lebih berharga selain kebebasan mereka untuk bisa lepas dari belenggu jahat Hesper.

Orge-orge dari wilayah Selatan ikut menghampiri goa itu. Singa hutan, kerbau, rajawali, manusia kuda dan manusia kambing memenuhi goa yang telah di sulap menjadi sangat luas itu. Suara tawa, suara kebahagiaan memenuhi ruangan itu. 

Dari jauh, nampak Leya sedang berpelukan dengan wanita tua buta, yang diminta oleh pangeran Arcturus untuk memberikan kot ajaib itu pada manusia terpilih. 

Leya menangis melihat keadaan wanita tua itu, yang adalah ibunya. Ibunya memeluk, mencium Leya tanpa henti. Mereka berbincang lama sekali. Mereka bahagia masih bisa bertemu satu sama lain, meski ayah Leya masih berada di cermin ajaib.

Wanita tua itu memperlihatkan senyum terbaiknya, Leya mengusap punggung tangan wanita itu dengan penuh cinta.

Ada beberapa manusia kambing yang mengenal wanita tua itu. Mereka menegur sapa ibu Leya. Wanita tua itu bahagia bisa bertemu kembali dengan kawan-kawan lamanya. Mereka berbincang hangat. Manusia kambing itu menawarkan minuman pada ibu Leya, dan kemudian menuangkan lemon dingin ke cangkir wanita tua itu. 

Leya melihat percakapan yang hangat antara wanita tua itu dengan manusia kambing. Ia bahagia, bahwa ibunya tidak larut dalam kesedihan karena telah kehilangan dirinya dan suaminya.

Leya berbicara dengan makhluk tak kelihatan yang sepertinya telah memilin rambut wanita itu sebelumnya.

Leya tersenyum-senyum saat berbicara dengan bangsa starla itu.

Pangeran mendekati Leya, yang sedang berbicara dengan para starla. Bangsa starla sangat menyukai Leya. Bangsa starla sering mengendap masuk tanpa ketahuan bahkan oleh para horgat sekalipun, untuk menemui Leya. Dan di hari hilangnya kot itu, Leya menolong bangsa starla untuk mendapatkan kot ajaib. Tanpa bantuan Leya, mustahil penjagaan ketat istana dapat di tembus.

"Kau sudah berubah, menjadi tambah tinggi ...." Pangeran terkesima dengan kecantikan Leya.

Leya tersenyum memandang pangeran, "Kau juga sudah banyak berubah. Bukan anak laki-laki pelit yang tidak mau berbagi batu bertuahnya." Leya tersenyum pada pangeran yang saat ini ada di depannya.

"Kau harus berterima kasih pada wanita cantik ini," ucap makhluk tak kelihatan yang sedang menari-nari di samping pangeran.

"Oh, Vlademir ... jangan katakan itu di depan pangeran," pipi Leya memerah.

Mereka berdua bercengkerama dengan hangat setelah sepuluh tahun tidak pernah bertemu.

Bima duduk di samping Linda. Ia menatap pada teman sekelasnya ini dengan tatapan iba.

"Apa kau masih merasa bersalah?" tanya Bima pada Linda yang sejak tadi memalingkan wajahnya dari tatapan Bima.

Linda menelan ludahnya. Dia tetap diam. Hatinya masih belum dapat memaafkan dirinya sendiri. 

"Aku minta maaf." Linda berbicara pada angin yang berada di sebelahnya.

"Kami sudah memaafkanmu, Lin. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena telah mengkhianati kami, kami sudah memaafkanmu." Bima menepuk bahu Linda dengan lembut.

Linda menoleh ke arah Bima. Dia tersenyum tipis, "Terima kasih."

Bima tersenyum ke arahnya, "Lupakan saja." Bima menengok ke sekelilingnya, "Kau mau minum apa? Mungkin ada minuman untuk manusia di sini?" 

Linda tertawa pelan mendengar perkataan Bima.

Bima bangkit dari tempat duduknya dan mencari minuman untuk dirinya dan Linda.

Robi dan Lusi duduk bersama. Mereka menyantap makanan buatan nyonya tua raksasa itu.

"Nafsu makan mu patut di acungkan jempol," ledek Robi menyenggol siku Lusi yang terus memasukan semua makanan ke mulutnya tanpa henti.

"Kau tahu? Bahwa darahku telah keluar banyak tadi?" Lusi bertanya pada Robi dengan mulut penuh dengan makanan, "sekarang aku membutuhkan makanan untuk mengganti darahku yang telah hilang itu."

Robi menatap teman sekelasnya itu dengan pandangan tak percaya, "Aku sungguh kagum dengan rasa percaya dirimu itu."

"Setelah ini kita akan segera pulang ke dunia kita." Robi melihat ke arah pangeran yang sedang mengobrol dengan Leya.

Seakan-akan melupakan dunia tempatnya semula, Lusi tersedak mendengar Robi mengucapkan kata pulang. Rasanya sudah lama tidak memikirkan kata 'pulang'.

"Sudah cukup makanmu. Ayo segera menemui pangeran." Robi berusaha menarik tangan Lusi yang hendak mengambil satu potong ayam panggang lagi yang tersedia di hadapan mereka.

"Oh, tidak. Aku masih membutuhkannya untuk mengganti darahku yang hilang." Tubuh Lusi terseret ke arah pangeran. 

Kalau Robi tidak menyeretnya, besar kemungkinan seluruh makanan yang ada di meja batu itu akan di habiskan oleh remaja perempuan yang sedang berada dalam masa pertumbuhannya itu.

Pangeran membuat satu tepukan, yang membuat seluruh tamu di goa itu melihat ke arahnya.

Sepertinya sudah banyak yang tak sabar, mendengar pangeran membuat suatu pengumuman.

Pangeran tersenyum ke arah semua tamu yang hadir di tempat itu.

"Semua rakyatku yang aku kasihi," pangeran memulai pidatonya. Para tamu yang datang mendengarkan pangeran dengan penuh perhatian. "Tidak ada hari yang paling bersejarah selain hari ini."

Semua setuju. Tepuk tangan memenuhi seisi goa itu.
Para orge mengangguk-angguk. Bangsa manusia kambing mengelap air mata mereka.

"Hari ini, untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun terakhir, akhirnya matahari bersinar menyinari negeri ini." Pangeran menatap ke arah para raksasa. Para raksasa bertepuk tangan, yang menimbulkan gemuruh memenuhi ruangan itu. 

"Secara pribadi, saya Pangeran Arcturus ingin mengucap terima kasih kepada para pahlawan yang telah di ramalkan oleh para orang tua kita. Delapan orang asing akan datang ke tempat ini dan membalikkan keadaan." Tangan pangeran menunjuk ke arah Lusi, Robi, Bima dan Linda.

Para tamu undangan menoleh ke arah mereka, dan mereka menghitung jumlah mereka.

"Jumlah mereka memang tidak sesuai dengan ramalan, tapi tak bisa di sangkal, karena mereka, matahari dapat bersinar di negeri Qirollik yang kita cintai ini!!" 

Tepuk tangan sekali lagi membahana di ruangan yang luas itu. Semua bertepuk tangan ke arah empat manusia itu.

Robi membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di mulut Lusi. Dan membisikkan kata seperti "Senyum" di telinga Lusi.

"Namun seperti yang kita tahu, bahwa Hesper masih menduduki kerajaan. Maka, kita tetap harus waspada untuk menghadapi berbagai serangan dari Hesper. Kita menolak kegelapan menguasai negeri ini selamanya!!!!" Tangan pangeran ke atas, seperti meninju angin yang ada di atasnya.

"Ya!!!" teriak serempak para tamu yang memenuhi goa itu.

"Tetap waspada, dan ikuti arahan dari pemimpin kalian."
Pangeran menutup pidatonya dan mempersilahkan para tamu undangannya, untuk menikmati hidangan mereka lagi.

Para tamu undangan mengangguk, menyepakati arahan dari pangeran. Kemudian mereka kembali bercengkerama dengan teman yang ada di samping mereka.

Mereka kembali menikmati hidangan yang telah di suguhkan oleh nyonya tua raksasa.

Keempat remaja itu mendekati pangeran. Mereka berniat untuk pulang.

"Pangeran ..." sapa Robi pada pangeran negeri Qirollik ini.

"Ya," pangeran tersenyum pada Robi, "ada sesuatu yang mau kalian rundingkan denganku?"

"Ya, kami mau membicarakan sesuatu."

"Katakanlah." Pangeran berdiri di depan mereka.

"Kami pikir, sudah saatnya untuk kami pulang ke dunia kami. Apa kau bisa menolong kami?"

Pangeran mengangguk dengan ramah, mengerti bahwa mereka harus pulang sekarang.

"Kupikir, aku bisa meminta pada bangsa starla untuk menemukan alat teleport di sekitar kami." Pangeran melihat Leya yang sedang mengobrol dengan bangsa starla.

"Teleport?" tanya Linda pada pangeran dengan terkejut, "sungguhkah ada alat semacam itu di sini?" 

Pangeran mengangguk. Ia pernah tahu tentang alat teleport itu dari orang tuanya, "Ya, alat teleport itu ada di negeri ini. Tapi kami harus mencari dengan teliti dimana benda itu sekarang. Sepuluh tahun telah mengubah banyak hal."

Keempat remaja ini sangat senang sekali mendengar ucapan pangeran.

Pangeran turut tersenyum, namun sesungguhnya ada guratan kesedihan yang terpancar di wajah pangeran. Pangeran mengeluarkan batu bertuah yang selama ini ada di kantongnya.

"Lusi, kot ajaib ini telah memilihmu dan teman-temanmu yang lain. Maka, aku akan menyerahkan batu bertuah ini kepadamu. Pergunakanlah dengan baik batu bertuah dan kot ajaib ini."

Leya melihat bahwa pangeran menyerahkan kot ajaib dan batu bertuah itu pada teman-teman barunya.

Wanita itu mendekati pangeran dan teman-teman barunya.
"Ada apa?" tanya Leya terkejut. Batu bertuah itu selama ini selalu ada bersama dengan pangeran, "Mengapa kau menyerahkan batu bertuah mu yang berharga kepada mereka?"

Pangeran menatap Leya dengan penuh arti. "Aku mempercayakan barang-barang itu pada mereka."

Leya menatapnya tidak percaya. 

Nyonya tua raksasa memanggil pangeran untuk melakukan sesuatu.

Pangeran pamit kepada semua yang ada di situ, termasuk pada Leya.

Linda dan Lusi saling berpandangan. Mereka bingung. Untuk apa kot ajaib dan batu bertuah itu di tangannya. Bukankah pangeran telah menang melawan Hesper?

Lusi meletakkan batu bertuahnya di dalam saku celananya. Dan memegang kot ajaib itu.

Mereka kembali menikmati hidangan yang telah tersaji di meja panjang itu sampai beberapa waktu lamanya. Lusi tak dapat menahan dirinya untuk merasakan kembali kalkun panggang dengan aroma minyak gemuk yang sedap. Tangannya tergoda untuk mengambil lagi potongan daging kalkun di depannya. Ini adalah pesta kemenangan yang sangat menyenangkan!

Rasanya semuanya telah tampak lelah sore itu. Mereka telah berpesta sepanjang hari dan kini mereka sudah ingin menyudahi pesta kemenangan mereka serta kembali ke tempat mereka masing-masing.

Seorang wanita tiba-tiba masuk ke dalam goa itu. Ia memukul-mukul tembok goa besar itu untuk meminta perhatian dari semua tamu undangan.

"Teman-teman semua, perhatikan!!" Leya berteriak, menghentikan pesta pada sore hari itu. Suaranya tercekat. Rasanya ia tidak mampu mengucapkan sepatah kata lagi. 

Rambut panjangnya yang tergerai, lusuh. Nafasnya terengah-engah. Wajahnya pucat, seperti ia baru melihat hal yang mengerikan telah terjadi.

"Ada apa, Leya?" tanya manusia kuda menghampiri Leya.

Semua mata memandang Leya dan manusia kuda.

Leya dalam sekejap membuat sihir di sekeliling goa itu. Nyonya raksasa seperti mengetahui apa yang sedang terjadi, dia bangkit dan menolong Leya untuk membuat goa itu tidak terlihat.

Para tamu undangan bangkit berdiri, mereka resah dan panik.
"Ada apa?" tanya mereka serempak.

Sepertinya jawaban atas pertanyaan mereka akan segera terjawab. Tiba-tiba natahari lenyap dari negeri mereka. Kegelapan melanda kembali negeri ini.

Semua berteriak. Semua menjerit. Kekacauan terjadi di goa itu.

"Ada apa, Leya?" tanya Lusi mendekati Leya yang masih dalam keadaan terpaku melihat fenomena kegelapan menyelimuti negeri mereka lagi.

"Pangeran ... pangeran ...."

"Ada apa dengan pangeran?" desak Lusi.

"Tenang!" raung para raksasa yang ada di dalam goa. Goa bergetar mendengar raungan para raksasa.

Para orge mulai kembali tenang. Bangsa manusia kambing menenangkan diri mereka. Singa berhenti mengaum. Kerbau mulai memperhatikan raksasa yang ada di depan mereka. Rajawali berhenti mengepakkan sayap mereka. Bangsa manusia kuda menenangkan kaki mereka.
Starla berhenti berteriak.

Semua kembali berusaha tenang. Dengan wajah yang pucat, Leya tampil di tengah-tengah para tamu undangan.

"Pangeran telah di korbankan." Leya menunduk menyesal mengetahui hal ini.

Semua kembali berteriak. Menghentak-hentakkan kaki mereka. Para burung mengepak-ngepakkan sayap mereka dengan tidak tenang. Singa kembali mengaum dan kerbau mulai menancap-nancapkan tanduk mereka ke dinding goa.

"Jangan panik!" teriak nyonya raksasa itu.

"Nyonya Ros, lihat! Matahari menghilang lagi di negeri kita!" teriak orge tak dapat mengendalikan diri, "pangeran telah mati! Pangeran telah mati!!"

"Tenang ... tenang semua yang saya hormati di tempat ini!" nyonya Ros mengerti keadaan genting ini. Keadaan memang bertambah buruk karena pangeran telah mengorbankan dirinya menggantikan darah pengkhianat.

Semua makhluk yang ada di goa itu memandang geram pada Linda. Bima, Robi dan Lusi berdiri memasang badan mereka menutupi Linda.

"Tolong maafkan ... tolong maafkan temanku ini! Kami sadar bahwa kami salah! Kami telah melakukan hal yang sangat serius. Tidak ada cara untuk menebus kesalahan kami, bahkan kematian kami sendiri. Namun kami sungguh-sungguh menyesal bahwa kami telah bersalah. Kami mohon maaf untuk kesalahan kami," Bima mewakili Linda meminta maaf karena telah membuat pemimpin mereka di bunuh.

Leya meneteskan air matanya. Baru saja ia bertemu dengan teman masa kecilnya, kini mereka sudah harus berpisah kembali. 

Linda menundukkan kepalanya. Ia melihat adik dan teman-temannya memberikan diri mereka untuk membela dirinya. Linda berjalan menuju ke depan kerumunan, dengan tubuh yang gemetar, ia berlutut di depan semua yang ada di sana, yang sedang meratapi kematian pangeran mereka.

"Saya minta maaf atas kesalahan saya." Linda berlutut meminta maaf kepada semua yang ada di sana. Ia membungkukkan badannya hingga kepalanya menyentuh tanah. 

Di luar kegelapan melanda daerah itu. Beberapa serigala telah mengendus-endus dengan liar tempat di sekitar goa itu. Para makhluk yang berada di dalam goa, menggeram melihat kehadiran serigala-serigala yang sudah mengepung tempat persembunyian mereka. Meski goa itu tidak dapat terlihat, para serigala telah berjaga-jaga di depan goa mereka. Manusia banteng terlihat di belakang garda para serigala yang sedang menanti kehadiran pasukan pangeran untuk keluar dan menyerah!

"Tidak ada gunanya kita panas hati dan mencari-cari kesalahan, karena siapapun bisa membuat kesalahan," raung nyonya tua raksasa itu, "namun, kesalahan adalah hal yang serius bagi Hesper, dan upah kesalahan itu harus dibayar dengan adanya pertumpahan darah. Pangeran telah menukarkan dirinya menggantikan dua pengkhianat yang hendak di jadikan korban untuk Hesper. Itu adalah permintaan pangeran. Mari kita hormati keputusan itu." 

Nyonya Ros meminta Linda untuk segera bangun.

Bima menolong Linda untuk segera berdiri.

Wanita raksasa itu menatap lekat-lekat semua yang datang di dalam goa itu. Ia melirik ke depan, "Masa depan negeri Qirollik ada di tangan kita sekarang. Kita akan memperjuangkan negeri kita! Kita harus bangkit bersatu melawan Hesper!!!! Masa depan negeri ini ada di tangan kita!!!!" Nyonya Ros meninju udara kosong yang ada di atasnya.

Semua berteriak serempak, "YA!!!" mendengar kebenaran dari mulut nyonya tua raksasa ini.

Lusi menatap kot ajaibnya, ia meminta pedang dalam jumlah yang banyak, busur serta baju zirah untuk bangsa namid.

Semua menatap Lusi dan perlengkapan perangnya. Dengan semangat untuk membela negeri mereka, semua berteriak "BERJUANGGGGGGG!!!" 

Bangsa namid meminta pada Lusi pedang, baju zirah maupun busur. Mereka semua memegang perlengkapan perang yang mereka butuhkan.

Mereka telah bersiap untuk berperang melawan anak buah Hesper, si penyihir jahat.

Leya mendekat ke arah keempat manusia itu, ia memberitahu mereka bahwa Hesper tak bisa di kalahkan dengan pedang maupun senjata apapun. Kelemahannya hanya di dahinya. Lemparkan batu bertuah itu ke dahinya, maka kekuatannya akan sirna. Mereka berempat paham. Nyonya Ros menoleh ke arah Lusi dan mengangguk, mereka telah siap untuk berperang. Lusi dan yang lain juga telah siap berperang. Mereka mengangkat tangan mereka dan mengangguk. PERANG DIMULAI!!!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags