Seoul
Jun Su merasakan wajahnya yang panas. Batuk yang tidak kunjung berhenti membuat perutnya sakit. Ia memeluk tubuhnya yang kedinginan di balik selimut tebal kamar Chang Min. Kamar yang terasa hampa tanpa Chang Min.
Di saat seperti ini, ia membutuhkan laki-laki itu lebih dari apa pun… ia hanya bisa berharap Chang Min akan ada di sampingnya, merawatnya seperti biasa… tapi saat ini hal itu tidak mungkin.
Ji Hyo mengetuk pelan kamar kakaknya. Ia merasa bersalah karena tidak pernah mengobrol dengan Jun Su meski berada dalam satu atap. Pekerjaan di kantor keluarganya membuat Ji Hyo selalu sibuk, dan sudah lama Ji Hyo meninggalkan Hamufield untuk perlombaannya di luar kota.
“Jun Su, kau di dalam?”
“Ji Hyo? Masuklah.”
Ji Hyo tersenyum mendengar suara lembut Jun Su. Perlahan, Ji Hyo membuka pintu kamar itu dan berjalan masuk. Dahinya berkerut melihat pemuda di hadapannya menutupi hampir seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.
“Kau baik-baik saja?” Ji Hyo segera berjalan mendekat. Matanya membulat melihat wajah pucat Jun Su. Ia segera meletakkan tangan di dahi laki-laki yang hanya tersenyum tipis itu, “Astaga! Tubuhmu sangat panas. Ayo ke dokter!” Ji Hyo terlihat panik sementara Jun Su menggeleng pelan.
“Ini bukan apa-apa.” Jun Su memaksakan senyumnya. “Aku hanya perlu tidur. Kau tidak melihat seberapa sehat aku di Hamufield?”
Busan
“Ayolah, angkat telponnya!” Chang Min menghela nafasnya dengan kesal.
Dari: Tukang Tidur
Ada apa menelpon?
Chang Min membaca pesan singkat itu dengan tidak percaya, “Ada apa?!”
Untuk: Tukang Tidur
Kenapa kau tidak mengangkat telponnya?
Chang Min segera mengirim pesan singkat itu dengan tidak sabar.
Dari: Tukang Tidur
Fokuslah pada pekerjaanmu dulu. Bukankah ini masih jam kantor?
Untuk: Tukang Tidur
Ji Hyo bilang kau sakit. Kenapa tidak memberitahuku? Kau baik-baik saja?
Seoul
Senyuman kecil terulas di wajah Jun Su. Ia senang Chang Min mengkhawatirkannya.
Jun Su kembali terbatuk. Tubuhya terasa remuk dan kepalanya seperti ingin pecah.
Untuk: Shim Chang Min
Ini hanya demam biasa.
Jun Su terbangun saat suara panik Chang Min terdengar samar-samar.
“Apa yang terjadi padanya?” Chang Min berteriak marah pada siapa pun di sekitarnya.
Jun Su tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ia senang mendengar suara Chang Min. Apakah ini hanya mimpi? Bukankah Chang Min masih harus berada di Busan hingga minggu depan?
“Kau sudah bangun? Kau baik-baik saja?”
Samar-samar, Jun Su bisa melihat Ji Hyo yang terlihat panik. Ia melihat selang infus terpasang di tangannya.
“Apa yang terjadi?” Jun Su mengerutkan alisnya.
“Keadaanmu makin parah, jadi aku memanggil dokter kemari. Tapi kau tidak perlu cemas, dokter bilang tidak ada yang serius.” Ji Hyo tersenyum lebar.
“Maaf merepotkan.” Jun Su berkata dengan nada menyesal.
“Sama sekali tidak. Hey, kita keluarga sekarang.” Ji Hyo kembali tersenyum menenangkan.
“Apa yang kau lakukan? Ayahmu marah besar! Kau meninggalkan pekerjaan yang begitu penting di Busan.” suara Nyonya Shim terdengar jelas hingga di kamar Chang Min. Jun Su dan Ji Hyo hanya terdiam dan menatap ke arah pintu.
“Bagaimana Jun Su bisa sakit separah itu dan kalian tidak memberitahuku?” kali ini suara marah Chang Min yang terdengar.
“Kau menyalahkan kami? Anak itu tidak pernah keluar dari kamar, bagaimana kami tahu? Bukankah dia sudah cukup besar untuk mengurus dirinya sendiri?” suara Nyonya Shim kembali terdengar.
Jun Su merasa dadanya sesak.
“Kau tidak perlu menghiraukan itu. Pertengkaran sudah biasa di rumah ini.” Ji Hyo berusaha tersenyum dan menenangkan Jun Su, tapi rasa bersalah tetap tidak bisa lepas darinya...