Bab 1
Seoul, Musim Semi, 1990
Udara di awal bulan April membawa serta kelopak bunga sakura yang berterbangan di taman kota Seoul. Taman yang terlihat gersang dan gloomy di musim dingin itu seakan disulap menjadi taman bernuansa romance yang dipenuhi warna merah muda dari bunga sakura. Para couple muda terlihat di sana sini, tertawa dan bergandengan tangan dengan pasangannya masing-masing. Di bawah pohon sakura yang rindang, banyak keluarga kecil menggelar tikar dan berpiknik, lengkap dengan gimbab dan teh yang sudah mereka siapkan dari rumah.
Siang itu, seperti keluarga kecil lainnya, keluarga Kim juga turut menikmati suasana bunga sakura yang hanya datang sekejap dalam setahun itu, “Jun Su, bergaya seperti ini.” Nyonya Kim menyentuhkan kedua telunjuk pada pipi putihnya di hadapan putra kesangannya. Raut wajah ibu muda itu terlihat antusias menatap putra manisnya. Ia terlalu sibuk mengajari putranya berpose untuk dapat melihat sekelilingnya.
Anak laki-laki dengan pipi chubby yang hampir menginjak usia lima tahun itu hanya memandangi ibunya dengan mata polosnya, terlihat bingung dan enggan untuk menurut.
“Lihat Eomma, seperti ini. Tirukan gaya Eomma, Jun Su.” Nyonya Kim masih sibuk membuat anak bungsunya untuk menurut dan bergaya manis seperti gadis remaja.
“Dia laki-laki, jangan buat dia bergaya aneh-aneh.” Tuan Kim yang sudah melihat tingkah istrinya sejak tadi itu akhirnya angkat bicara, sementara Nyonya Kim hanya mencibir dan melanjutkan usahaya lagi.
“Lihat, seperti ini.” Nyonya Kim kembali menempelkan telunjuknya di pipi tirusnya. Tuan Kim menghela nafasnya dan hanya pasrah memandangi keluakuan istrinya. Perasaan bersalah yang tidak enak kembali mengganjal di dadanya setiap kali ia menyaksikan istrinya melakukan hal-hal seperti ini.
Seoul
Pohon sakura yang rindang di halaman rumah bergaya minimalis itu sedang dalam puncaknya untuk berbunga. Kelopak bunga merah muda yang tertiup angin musim semi terlihat dari jendela besar di ruang tengah kediaman keluarga Shim.
Pintu utama rumah sederhana itu masih terbuka lebar, memperlihatkan lebih banyak sakura petals yang berterbangan di halaman kecil rumah itu. Nyonya Shim yang baru saja pulang itu terlalu sibuk memandangi kedua bayi kembar dalam gendongannya, sementara Tuan Shim masih sibuk dengan tas besar yang dibawanya.
Di hadapan Tuan dan Nyonya Shim, sepasang kaki mungil sudah berdiri tegak, menatap ibunya dengan mata tajamnya yang masih polos.
Perlahan, Nyonya Shim berlutut di hadapan putranya yang belum genap tiga tahun itu, mensejajarkan tinggi mereka agar putra kecilnya dapat melihat kedua adik bayinya yang tertidur lelap dalam dekapan Nyonya Shim. “Chang Min, ini Ji Hyo dan Ji Hye.” Nyonya Shim tersenyum lembut pada Chang Min, putra pertamanya.
Chang Min bergantian memandang dua bayi perempuan di hadapannya, lalu menatap ibunya yang masih tersenyum. Mata bulatnya terlihat bingung dengan bibirnya yang sedikit ternganga, memperlihatkan gigi-gigi mungilnya.
“Kau harus menjaga adik-adikmu.” suara Nyonya Shim terdengar lembut dan jauh. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Chang Min merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, sesuatu yang belum bisa ia mengerti.