Apa yang lebih menyebalkan dari dikejar kodok sepanjang jalan?
Kesialan ini bermula sejak beberapa menit lalu, di mana kakak kedua keluarga kami menghilang entah ke mana. Awalnya aku berniat mencari setulus hati, naasnya malah terkhianati.
Namanya Sky, kata temenku dia ganteng, halah itu hoax. Jangan percaya, dia gak lebih dari iblis berwujud manusia. Sering ijin ke warung tapi malah nangkring ke rumah gebetan. Akibatnya? Oh, tentu kuaduin ke ayah, karena aku anak baik budiman, rajin menabung, jujur dan tidak sombong. Ayah bakal senang hati memarahinya mengajarkan banyak sekali ajaran kehidupan yang bakal bikin budek saking lama didengerin.
Kesialan yang mengakibatkan kodok mengejar sepanjang jalanan komplek berawal dari kalimat tajam Kala, orang yang punya muka mirip denganku, cuma punya jenis kelamin beda alias dia cowok dan aku cewek. Meski aku sering dikira cowok juga.
Dia bilang gini "Bang Sky muak, teros ilang gara-gara kamu."
Mohon maaf saja, kan tadi aku berniat menyuruh bang Sky olahraga dengan cari makanan di luar untukku, ya siapa kira dia bakal lenyap berjam-jam? Paling juga ke rumah si Iteung, gebetannya yang tinggal di perkomplekan sebelah. Oke, sebenarnya namanya bukan Iteung, cuma aku yang manggilnya gitu, Chelsea terlalu keren buat dia yang sering pake gincu semerah cabe, plus blus on ngepink fanta.
Sebagai adik bertanggung jawab, aku jalan pake payung ke luar rumah nyari si abang Sky. Ini sungguh gak adil, tadi pas nyuruh bang Sky keluar rumah cuacanya cerah bahagia, kenapa pas aku keluar rumah hujan turun lebat mempesona?
Semuanya berjalan sangat baik sebelum negara api menyerang. Lebih 5 meter dari rumah. Ada gerombolan bocah lagi main hujan-hujan jongkok di tengah jalan kayak lagi nyiksa sesuatu. Sungguh bukanlah prilaku patut ditiru. Aku yang punya rasa cinta kasih berlebih menyapa.
"Woy, bocah! Ngapain kalian pada?"
Kelima bocah sontak noleh. Ada seekor kodok berwarna ijo-ijo asem, di tangan mereka. Awalnya aku pengen nolong makhluk yang dijadiin mereka bahan mainan, setelah liat yang suka lompat-lompat punya warna kayak ingus kering begitu, dengan segenap hati aku mengundurkan niat.
"Oke, lanjutkan."
Aku menepi ke samping memberi jarak, memasang wajah jijik.
"Mbak mau melihara ini katak gak?"
Sejujurnya guruku pernah bilang katak sama kodok itu beda, tapi di mata ini, yang kecil suka bunyi lompat-lompat ijo, item, atau agak kecoklatan tetap bakal jadi kodok dalam kamus hidup seorang Limy.
"Gak, makasih kakak udah punya Bambank si kucing kampung, nanti dia cemburu."
"Lho kenapa mbak? Ini lucu lho, kasian di biarin di luar kena hujan."
Demi kerang ajaib Spongebob, lucu dari Hongkong? Euy, entar dia lompat-lompat masuk baju geli. Si bocah kepala botak mendekat menyerahkan sang kodok.
"Gak makasih," ujarku sambil mundur ke belakang.
"Lucu lho mbak."
Kubisa mencium bau-bau kejahilan dari sudut mata si anak, maka dalam hitungan ke tiga. Aku lari tunggang langgang lempar payung dari mereka dan asemnya dikejar balik.
"Mbak kataknya suka sama mbak!"
"Amit-amit cabang bayi!"
Terjadilah kejar-kejaran seorang siswi SMP dengan bocah-bocah kucrut di tengah hujan nan indah layaknya drama India.
"Bang Zoe! Kala! Tolongin Limy!"
Mohon maaf kepada Bang Sky saudara-saudara, menyelamatkan diri sendiri jauh lebih baik ketimbang mengorbankan diri buat abang somplak satu itu, dengan segenap tenaga aku berlari balik ke rumah.
"Kala! Tolongin Limy! Bang Zoe!"
Nampak dari jauh Kala berlari tanpa alas kaki menghampiri, hujan-hujanan kaus oblong plus celana pendek basah keciprat genangan.
"Kenapa?" tanyanya panik.
"Bang Zoe!"
Pintu rumah berdebrak, bang Zoe dengan handuk melilit pinggang bertelanjang dada, rambut basah-basahan sehabis mandi.
"Kenapa? Apa?"
"Limy dikejar kodok! Tolong selamatkan dunia!"
Kala balik badan masuk ke rumah nerobos bang Zoe, tutup pintu.
"Bodo amat!" teriak keduanya bersamaan.
"Saudara kampret!"
***tbc***