Read More >>"> Like a Dandelion (Chapter 5) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Like a Dandelion
MENU
About Us  

"Yaudah, kalian berangkat sekarang sana, nanti terlambat." Saat ini Bunda, Adel, dan Ardan tengah berdiri di teras rumah Adel.

"Ya, ampun, Bun, masih jam enam lewat dua lima," ucap Adel karena biasanya ia naik sepeda dari jam 06:30 dan itu tidak terlambat, sedangkan kali ini ia akan menggunakan motor.

"Yaudah, Tan, kita berangkat sekarang. Assalamualaikum!" pamit Ardan sopan.

"Assalamualaikum, Bun," ucap Adel juga.

"Waalaikumsalam. Titip Adel, ya, Ardan," ujar Bunda lalu mendapat tatapan tidak suka dari anaknya tersebut.

Sembari mengangkat jari jempolnya, Ardan berkata, "Baik, Tan."

"Emangnya aku barang, pake dititip segala," gerutu Adel, terlihat lucu di mata Ardan membuat ia terkikik.

"Ayo naik," ucap Ardan menghentikan gerutuan Adel.

Mulai hari ini sampai sepedanya selesai diperbaiki, Adel berangkat dan pulang sekolah bersama Ardan. Bukan Adel atau Bunda yang meminta tapi Ardan yang menawarkan.

***

Kemarin sepulang sekolah.

Ardan sudah menceritakan keadaan sepeda Adel tadi, sedangkan Adel hanya diam saat ditanya Bunda. Mungkin dia masih shock.

"Makasih, Ardan," ucap Bunda dengan senyum ramah.

"Oh, iya. Selama sepedanya Adel belum bener. Adel berangkat dan pulang sekolah sama saya aja," tawar Ardan.

Bunda mendengar tawaran itu sebenarnya sangat tidak enak, setelah Ardan mau bersusah-payah membawa sepeda anaknya itu ke bengkel dan sekarang ingin menawarkan tumpangan, "Apa enggak ngerepotin?"

"Enggak kok, Tante," jawabnya yang jelas-jelas tidak merasa direpotkan sama sekali. Mendengar jawaban yang penuh keyakinan itu, Bunda pun mengizinkan.

***

Banyak sekali pasang mata yang mengarahkan berbagai macam pandangan mereka kepada 2 anak SMA yang baru saja turun dari motor ninja hitam itu.

Ada yang melihat dengan tatapan tak percaya, tatapan sinis, tatapan bingung, tatapan mereka-reka. Bahkan ada yang sampai berbisik. Ya, ampun, apakah mereka ingin di posisi Adel saat ini? Dasar orang iri!

Ah, Adel mulai tak tahan dengan tatapan-tatapan itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk berjalan terlebih dahulu menuju kelas.

"Del, lo mau ke mana?" tanyanya sembari menarik rambut pendek itu.

"Aaa, aduh! Aku mau ke kelas lah, memangnya ke mana?" Adel meringis karena jenggutan ringan dari Ardan.

"Kenapa buru-buru? Lo gak mau bareng gue?" tanyanya dengan menaikkan satu alis.

"..."

"Oh, gue tau, udahlah nggak usah ditanggepin. Oke?" tebak Ardan sembari melihat suasana sekeliling yang sedang menatapnya.

"Mm, ok." Adel menganggukkan kepala.

"Ayo," ajak Ardan seraya merangkul Adel.

Lagi-lagi perasaan itu yang dirasakan Adel, rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

***

Suasana kantin sangatlah ramai, ditambah lagi dengan keberadaan keenam anggota gengstar ini. Membicarakan tentang hal konyol, tentang bagaimana ekspresi orang-orang di sekitarnya pada saat mereka tawuran, tentang adek kelas yang pernah mereka palak.

"Ngakak sumpah!" seru Anton, setelah mendengar cerita Galang mengenai banci yang wig merahnya terlepas lantaran ketakutan dengan anak SMA yang sedang tawuran.

"Kalo dipikir-pikir dosa kita banyak juga, ya. Kita harus taubat teman-teman, agar menjadi insan yang lebih baik," ucap Kevin dengan raut muka serius yang dibuat-buat.

Galang bertepuk tangan bangga. "Perlu bikin hastag ganti ketos nggak nih?"

"Anjir, dah, Kevin ketosnya seluruh warga sekolah bakalan madesu sumpah!" ucap Aldi dengan dua jari tangan membentuk huruf V.

"Del, mata lo kaga capek apa, liat buku mulu," ucap Ardan pada Adel yang duduk di sampingnya. Awalnya, Adel ingin ke perpustakaan seperti biasa. Namun, Ardan memaksa untuk ikut ke kantin. Bukan untuk mentraktir, melainkan agar dapat ia suruh-suruh. Alhasil, setelah disuruh-suruh oleh Ardan, Adel membaca buku di kantin.

"Aargh, aku udah berusaha, tapi tetep nggak bisa konsen!" keluh Adel, karena memang membaca di kantin itu kurang tepat, bukan?

"Ya, udah, sih, tutup dulu bukunya. Nih, makan dulu bekalnya. Udah dibuatin juga sama bunda lo."
Akhirnya, Adel menutup buku besar itu dan mulai membuka kotak makan.

"Ups, sorry." Entah sejak kapan Bella berada di dekat meja Adel dan berpura-pura terkejut dengan ulahnya sembari menutup mulutnya dengan 3 jari tertingginya, berlebihan.

"Waduh!" Galang berseru.

"Heh! lo sengaja numpahin es itu ke Adel," ujar Ryan retoris.

"Enggak tuh," sangkal Bella.

"Udah nggak apa-apa, mm ... Aku ke toilet dulu." Adel berjalan menuju toilet.

Ketika Bella hendak beranjak dari tempatnya berdiri tiba-tiba saja sebuah tangan mencekal lengannya.

"Kayaknya lo nggak paham, gue nggak terima kalo ada orang yang mengganggu ataupun menyakiti orang-orang yang ada di sekeliling gue," ucapnya tajam.

"Ma-maksud lo ap--" ucapannya terpotong dengan nada dingin Ardan.

"Gue harap lo nggak lupa tentang kejadian waktu Kevin luka-luka gara-gara pemain basket sialan itu!" Seketika wajah Bella mulai pucat, dengan keringat yang mulai bercucuran. Bella sangat mengingat kejadian itu, dimana dia sebagai anggota cheers berada tidak jauh dari kejadian itu sehingga terlihat sangat jelas.

"I-iya gue inget." Dengan suara yang sudah bergetar.

"Dan Adel, sekarang dia udah jadi temen gue. Gue harap lo tau bagaimana cara bersikap!" jelas Ardan lalu melepas cekalannya dengan kasar.

Bella segera pergi meninggalkan tempat itu tapi belum saja jauh, suara Ardan terdengar lagi.

"Gue juga tau siapa yang udah ngancurin sepeda Adel kemaren," ucapnya sarkas.

Kali ini Bella mengernyitkan dahi dan melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat itu.

***

Ardan menyusul Adel ke toilet, saat melihat Adel keluar ia langsung menghampirinya sembari menyodorkan jaket.

" ... "

"Ini pake," ucapnya geregetan, karena Adel hanya melihatnya alih-alih mengambil jaket.

"E-eh iya makasih," ucapnya berterima kasih yang hanya dijawab dengan gumaman.

"Lo nggak papa, kan?" tanya Ardan.

"Enggak papa, lagian cuma ketumpahan air doang."

"Bukan ke tumpahan, Del, tapi di tumpahin. Dia itu sengaja tau nggak." Dengan memberi penekanan pada kata ke dan di. Memberikan penjelasan kepada Adel bahwa itu adalah sebuah kesengajaan.

Adel hanya diam.

"Lo biasa diginiin ya? Sama dia," tanya Ardan.

"Enggak juga," jawabnya dengan menundukkan kepala takut karena Ardan marah. Kenapa Ardan harus marah?

Ardan menghela napas lalu berkata, "Mulai sekarang nggak akan ada yang berani gangguin lo lagi."

"Kenapa?" tanya Adel, seraya menegakkan kepalanya menatap laki-laki bermata cokelat ini.

"Karena lo temen gue." Ardan berucap mengikuti perkataan Adel tempo hari.

Adel tersenyum, dan reflek tangan laki-laki itu terangkat mengusap lembut pucuk rambut Adel. Membuat Adel seketika membeku dan lagi-lagi perasaan aneh itu muncul.

***

SMA NUSA BANGSA sedang bertanding basket dengan SMA HARAPAN. Suasana di area lapangan itu sangat meriah apalagi disaat Ardan sudah berada dekat di ring lawan. Saat itu Ardan dihadang oleh dua pemain lawan. Ardan melihat keberadaan temannya di dekat ring dengan gerakan menipu ia berhasil men-shoot bola ke arah Kevin. Tetapi di saat Kevin ingin meraihnya, salah satu pemain lawan bernomor punggung 7 itu mendorong punggung Kevin dengan sangat keras. Membuat Kevin pada saat itu mengalami patah tulang bagian lengan. Ardan yang tidak terima dengan perlakuan yang di terima temannya itu langsung saja menghajar lawan bernomor punggung 7. Hal itu membuat suasana menjadi riuh dan akhirnya pertandingan diberhentikan.

***

Sekarang sudah jam pulang, Ardan dan Adel kembali pulang bersama. Kini, mereka sedang berada di parkiran. Namun, Adel melihat Ardan hanya diam mematung seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ardan!" panggil Adel membuyarkan lamunan Ardan dengan ingatan itu.

"Eh iya, ada apa Del?" sahut Ardan.

"Ayo kita pulang," ajak Adel lalu menarik tangan Ardan menuju motor hitam itu. Kemudian, mereka langsung melesat keluar dari gerbang sekolah.

"Makasih ya," ucap Adel berterima kasih setelah turun dari motor besar itu.

"Ya, sama-sama."

"Kamu nggak mau masuk dulu? Masuk aja dulu," ajak Adel.

"Enggak us--" ucapan Ardan terpotong dengan tarikan tangan Adel.

"Udah, ayo masuk!" ajak Adel, sembari menarik tangan Ardan, membuat Ardan mau tak mau harus turun dari motornya dan mengikuti tarikan tangan Adel.

"Assalamualaikum, Bun," ucap Adel ketika sudah berada di depan pintu.

"Waalaikumsalam, eh, ada Ardan, duduk sini," ujar Bunda lalu mempersilakan duduk.

"Makasih, Tan."

"Iya, kamu udah makan?"

"Aku belum, Bun," sela Adel.

"Bukan kamu! Tapi Ardan," sanggah Bunda membuat Adel mengerucutkan bibirnya.

"Hehe, belum tante," Ardan terkekeh melihat tingkah ke dua orang di hadapannya ini.

"Ya, udah, kalo begitu makan dulu ya."

"Nggak usah, Tan, saya makan di rumah aja."

"Di sini aja Ardan, ayo sekalian kita makan bareng." Bunda masih keukeuh mengajak Ardan makan bersama, setidaknya itu adalah salah satu sikap balas budinya kepada Ardan karena sudah berbaik hati membantu anaknya.

"Iya Ardan makan aja dulu di sini," Adel ikut membujuk.

Akhirnya Ardan meng'iya'kan ajakan makan tersebut.

Suasana makan bersama itu sangatlah menyenangkan, dengan diiringi lelucon-lelucon ringan disela-sela makannya. Usai makan Ardan pamit pulang.

***

Ardan merasa sangat bahagia dan nyaman berada di rumah Adel. Mungkin karena dia baru merasakan hangatnya perlakuan seorang ibu. 'Lo beruntung banget, sih, Del,' batin Ardan.

Sesampainya di rumah ia melihat sang ayah yang sedang menatapnya dengan tatapan marah, terlihat dari rahangnya yang mengeras. Namun, bukannya menghampiri, Ardan justru berjalan menuju kamar.

"Ardan," panggilnya dengan nada dingin.

Ardan yang mendengar panggilan itu bukannya berhenti malah meneruskan jalannya.

"Ardan, saya ingin bicara dengan kamu!"

"Hm, bicara aja," ucapnya tak acuh.

"Apa yang udah kamu perbuat di sekolah?"

"Nggak ada."

"Jawab yang benar Ardan, saya tau kamu masih suka bolos dan tawuran, kan!" ucap Ayah retoris.

"Sepertinya Anda sudah memiliki jawabannya. Lagi pula sejak kapan Anda peduli dengan saya?" ucapnya formal.

Setelah itu Ardan berjalan masuk ke kamar dan tidak menghiraukan panggilan ayahnya.
 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags