Senja itu,aku menemukan diriku terduduk dibangku tunggu.Kalut.
Sudah satu jam lamanya aku menunggu dokter selesai memeriksa mama.Siang tadi,aku menemukan mama muntah darah banyak sekali sampai akhirnya pingsan.Tidak bisa kuungkapkan betapa sangat paniknya aku kala itu sampai aku tidak sanggup berkata – kata,hanya tangisanku yang tiada usai.
Dalam kekalutan yang memuncak,hanya satu orang yang aku harapkan dapat membuatku tenang.Ales,dia yang paling kubutuhkan sekarang.
Aku menekan nomornya dan berharap ia akan menjawabnya.Beberapa menit berlalu,dan yang kudengar hanya bunyi ‘tut’.Dia tidak mengangkat teleponku.Aku bertambah bingung.
Aku menatap layar ponselku dan menemukan nomor Haris.Apakah harus dia?
Masih jelas dalam ingatanku,tempo hari aku marah padanya lantaran dia mengatakan kalau ia melihat Ales bersama cewek lain saat Ales seharusnya merayakan ultahku.Iya,itu ultah terburuk.Pertama,aku mendengar omong kosong dari seorang Haris yang selalu kupercayai.Kedua,memang benar Ales bilang ia tidak bisa datang kepesta ulang tahunku karena papanya memintanya tinggal dirumah.
Tentu saja,aku tidak mempercayai kata – kata Haris.Aku berpikir,ia memang tidak menyukai Ales sejak pertama kali mereka bertemu.Barangkali,itu alasannya mengatakan hal buruk tentang Ales.
Aku berang dan mulai berhenti mempercayai Haris,sahabatku.Aku bahkan menamparnya didepan teman – temanku.Hari itu,aku melihat kekecewaan dalam mata Haris.
Entahlah,aku mungkin terlalu emosional.Namun aku tidak punya pilihan lain.Aku sedang panik,bingung,takut,dan juga khawatir.Semua itu benar – benar sukses mengaduk perasaanku.Kutarik napas dalam dan menekan nomornya.
Hatiku tenang saat mendengar suaranya yang dalam,”Halo,Mia.Are you okay?”
Ah,dia masih punya waktu mengkhawatirkanku.Senang rasanya mengetahui itu.Dalam waktu kurang dari satu jam,Haris datang dengan berlarian.Saat melihatku terduduk dan menangis,ia berlutut didepanku dan menggenggam tanganku.
Dengan tangannya,ia menghapus air mataku.”You’ll be alright,Mia.I’ll be right here for you.”
Sejak saat itu,hubungan kami pulih dan aku menemukan kembali Harisku yang selalu ada untukku,kapanpun aku membutuhkannya.
Beberapa hari setelahnya,barulah Ales menemuiku.Itupun lantaran dia melihat perubahan sikapku padanya.
“Say,kamu kenapa sih?kalo kamu ada masalah cerita dong ke aku,jangan dipendam sendiri..” katanya dengan wajah bingung.
Aku mengabaikannya dan terus berjalan.Namun dia semakin ngotot mengejarku sambil terus bertanya aku kenapa.
“Gimana aku mau cerita ke kamu kalo kamunya nggak pernah ada waktu buat aku?kamu selalu sibuk sama ekskul dan temen – temen kamu.Pernah nggak sih kamu luangin waktu kamu sedikit aja buat aku?nggak kan?”
Ales bergeming,dia memegangi lenganku yang langsung kutepis.”Maaf,Sayang..kemarin – kemarin aku sibuk banget.Tapi mulai hari ini aku udah nggak ada event lagi kok,jadi aku bakal punya banyak waktu buat kamu.Oke?please..jangan marah lagi ya..”
Diujung koridor,aku melihat Haris tapi dia langsung pergi begitu aku memandang kearahnya.Ales terus mengoceh,sementara aku sangat ingin mengejar Haris lalu memintanya menemaniku ke toko boneka.
Tiba – tiba seseorang yang kutahu adalah teman Ales datang menyerahkan ponsel pada Ales. ”Nih,kemaren HP lo ketinggalan di pestanya Cindy.Untung Cindy bilang ke gue,kalo nggak pasti udah ilang.Nih.”
Aku mendelik dan menatap Ales dengan tanda tanya,Ales mencoba menghindari tatapanku.Kemudian,semua kemarahanku yang sudah mencapai ubun – ubun meledak pada akhirnya.Aku berteriak pada Ales.
“Jadi bener kamu nggak dateng ke ultahku karena kamu dateng ke ultahnya Cindy?Iya?Jawab,Ales!” tuntutku.
“Mia,aku bisa jelasin semua ini.”
“Udahlah,Les.Aku bosen denger bualan kamu!semua janji – janji kamu itu,aku juga udah muak tahu nggak?Les,kamu tahu nggak sih kemaren aku nelpon kamu berkali – kali tapi kamu nggak angkat.Kemaren mama masuk ICU,mama muntah darah dan pingsan.Kamu tahu nggak aku paniknya kaya apa kemaren?aku nangis sendirian,Les!”
“Maafin aku,Mia.Aku janji,kali ini aku nggak akan mengulangi kesalahan aku selama ini.Aku janji,Mia.Please..kamu maafin aku ya?”
Tanpa kusadari,air mata sudah menderas dipipiku.Aku menggeleng lemah lalu meninggalkan Ales.Disaat seperti ini,kesendirian jauh lebih baik.Aku menyepi di ruang seni yang kebetulan sedang tidak dipakai.Aku terduduk memeluk lutut dan sesenggukan sendirian.
Terlintas dipikiranku,betapa banyak kesedihan yang kualami sejak kepergian papa dari dunia ini.Papa pergi dan meninggalkan duka mendalam,terutama untuk mama.Mama masih belum bisa bangkit dari kenangan papa,sampai setiap hari aku melihat mama termenung memeluk potret papa.Keadaan mama kian memburuk tiap harinya.
Didunia ini,aku hanya punya mama dan..Haris yang selalu ada untukku,mendukungku dalam suka maupun duka.Kukira,hidupku akan menjadi lebih baik dengan Ales bersamaku.Nyatanya tidak juga,malah terasa semakin buruk saja.Waktuku dalam setahun belakangan,hanya kuhabiskan untuk memikirkan Ales,Ales, dan Ales.
Namun kenyataan yang pahit menamparku dengan sangat keras.Ales yang selalu kuharapkan,sama sekali tidak pernah ada buatku.Dia punya dunianya sendiri dimana seolah – olah dia memasang pagar pembatas agar aku tidak memasukinya.
“Nanti tenaga lo habis buat nangis.” kata seseorang yang datang dan melihatku dengan tatapan mengasihani.
“Harusnya gue dengerin lo kemaren.Harusnya gue nggak marah – marah sama lo sampai nampar lo waktu itu.” sesalku,disertai tawa sumbangnya.
Haris duduk disampingku dan menepuk bahunya,mengisyaratkan dia memberikan bahunya secara suka rela agar aku bisa bersandar disana.Dan tawarannya selalu berhasil padaku.
“Gue suka kalo liat lo senyum,Mia.Jadi..bisa nggak lo senyum sekarang?tapi lo senyumnya yang cantik ya!”
Aku terkekeh,permintaan macam apa ini?
“Tuh kan.Kalo lo senyum apalagi ketawa tuh,lo cantik banget tahu nggak?” ucap Haris usil.Aku mendorongnya hingga dia hampir tersungkur kedepan.
“Apaan sih lo?bisa ya lo bikin orang nangis jadi ketawa.”
“Lo inget kan gue ini humoris?kayanya gue pantesnya jadi komika deh.Biar gue bisa selalu bikin lo senyum dan ketawa tiap hari.Biar gue bisa liat senyum lo yang..cantik.”
“Lo gombalin gue ya,Ris?”
“Tapi lo suka kan?”
Aku terdiam,sementara dia menatapku dengan tatapan jahilnya.
Seperti itulah kalau ada Haris disampingku.Tidak ada seorangpun yang tidak akan tertawa bahagia saat seorang Haris sedang bersamanya,kujamin itu.
Pernah pada suatu malam,Haris menelponku.Awalnya kami hanya bicara ngalor – ngidul tidak jelas.Seperti biasanya,leluconnya yang mengocok perut sampai membuatku terpingkal – pingkal.
Diakhir pembicaraan,dia mengatakan good night,nice dream dan..
“Mia,gue bakal jagain lo,kapanpun,siang ataupun malem..”
Perkataannya terdengar biasa,namun lama kelamaan aku mulai paham artinya.Seolah perkataan itu bermakna lain.Makna lain yang jauh lebih dalam dari sekedar persahabatan.Sayangnya ketika itu,aku masih belum menghiraukannya.Pesan Haris,kuanggap sebagai pesan lazim dari seorang sahabat dekat saja,tidak lebih.
Dihari yang lain,Ales datang padaku dengan wajah berang.Ia mencegahku dan memaksa mengantarku pulang.Padahal aku sudah janji mau pulang bersama Haris.
“Aku anter kamu pulang,abis itu kita ngomong serius!”
Yang dimaksudkan Ales sebagai pembicaraan serius adalah pertanyaan ini. ”Kamu suka sama Haris?”
“Kamu tuh apaan sih tiba – tiba nanya kaya gitu?” tanyaku,risih dengan sikap Ales.
“Jawab aja.Iya apa nggak?”
“Dia itu sahabat aku,Ales.Kamu nggak usah mikir kejauhan deh!”
“Terus gimana dengan ini?”
Ales menunjukkan sebuah ponsel dengan fotoku disana.Aku mengenali ponsel itu sebagai ponsel Haris.
Tentu saja,sesaat aku juga terkejut.Haris menjadikan fotoku sebagai wallpaper ponselnya.Aku tidak bisa berkata apapun setelah Ales melempariku tatapan penuh selidik disertai mengangkat satu sisi alisnya.
“Kenapa ponsel Haris bisa sama kamu?”
“Bukan itu yang mau aku jelasin kekamu.Sekarang kamu jawab,kenapa si Haris bisa punya foto kamu dan dia jadiin wallpaper?”
Aku terdiam.Entah harus jawab apa.Aku sendiri tidak tahu jawabannya.
Tanganku segera merebut ponsel Haris dari Ales dan aku pergi meninggalkan dia begitu saja.Aku berlari kerumah Haris dan melihatnya sedang mencari – cari ponselnya.Begitu dia melihatku menunjukkan ponsel yang dicarinya,dia terdiam.
“Apa maksudnya semua ini,Ris?”
Haris tidak segera menjawab,ia menunduk dalam.
Berulang kali aku menanyakan pertanyaan serupa,dan Haris masih saja bungkam.
“Ris,gue hargai lo peduli sama gue.Lo perhatian sama gue,tapi gue perlu jawaban lo.Gue perlu penjelasan lo buat ini.” kataku akhirnya.
“Oke..oke,karena lo ada disini,gue mau jujur sama lo.Gue emang udah lama sayang sama lo,lebih dari sahabat bahkan jauh sebelum gue tahu lo jadian sama Ales.Tapi disisi lain,gue tahu lo itu sukanya sama Ales.Lo masih sayang sama dia.Jadi gue nggak mau ngerusak hubungan lo dan dia.”
“Kenapa lo nggak jujur aja sih sama gue,dari awal?” tanyaku.
“Gue paham sama keadaan lo.Semua yang lo rasain,gue ngerti.Makanya gue nggak mau nambah beban pikiran lo.Gue berpikir,mending gue simpen perasaan gue dalem – dalem.Eh,akhirnya ketahuan juga.” jawabnya,diiringi tawa sumbangnya.
Sejak saat itu,ada semacam kecangguanganku saat bertemu Haris.Dan ia juga mungkin merasakan hal yang sama.Perlahan tapi pasti,dia mulai menjauhiku sementara hubunganku dengan Ales mulai membaik.Ales semakin sering meluangkan waktunya untukku.Aku sih senang – senang saja karenanya.
Sampai datanglah suatu hari,dimana aku mendengar kalau Haris jadian dengan cewek bernama Jesika.Entah sadar atau tidak,saat itulah untuk pertama kalinya aku merasakan sebentuk kekecewaan bercokol dalam dadaku.
Sungguh,aku benar – benar merasakannya.Aku cemburu.
Tapi aku bisa apa?aku hanya bisa melihat Haris bahagia bersama pacarnya.Tidak pernah kulihat dia sebahagia itu sebelumnya,bahkan saat dia bersamaku dulu.
Walaupun demikian,aku cukup senang sih.Setidaknya aku tahu kalau Haris bahagia.Sampai saat inipun,aku masih selalu mendoakannya.Aku senantiasa berdoa pada Tuhan agar Ia memberikan kebahagiaan pada Haris sebagaimana ia selalu mendatangkan kebahagiaan untuk orang lain.
Walaupun aku sudah tidak bersama Ales lagi sekarang,aku tetap senang.Ales juga bukan orang yang buruk.Dia tipe cowok idamanku sih,juga baik hati dan perhatian.
Haha,setidaknya aku pernah merasakan rasanya punya pacar se - perfect Ales dan sahabat sebaik Haris.Yang bisa kulakukan hanya terus mendoakan mereka berdua,semoga mereka bahagia,bagaimanapun jalan yang mereka tempuh sekarang.