Read More >>"> Lantunan Ayat Cinta Azra (Kekecewaan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Azra memastikan bahwa ia telah membawa semua yang ia butuhkan untuk seleksi perwakilan sekolah sebagai peserta Lomba Cerdas Cermat Akuntansi. “Pensil, Pena, Penggaris, Penghapus….. Alhamdulillah semua udah ku bawa,” ujar Azra lega setelah mengecek kembali isi tasnya.

            Azra langsung turun dan bergabung dengan kedua orangtuanya di meja makan untuk sarapan pagi. Mereka bertiga sarapan dengan hidmatnya, selesai sarapan Azra memulai pembicaraan “Umi… Abi… Doain Azra yakkk! Hari ini Azra ikut seleksi dalam pemilihan perwakilan sekolah untuk Lomba Cerdas Cermat Akuntansi,” pinta Azra.

            “Iya sayang Umi selalu mendoakan dan mendukungmu nak,” ujar Umi.

            “Iya Umimu benar, Abi juga selalu mendoakan yang terbaik untuk putri Abi yang cantik dan shalehah ini,” ujar Abi.

            “Aamiin. Makasih Umi…. Abi…. Azra sayang sama Umi dan Abi,” ujarnya seraya merangkul pundak kedua orangtuanya.

            Keluarga kecil yang bahagia, membuat semua orang yang melihatnya akan iri dengan kebahagiaan mereka.

            “Udah yuk kita berangkat!” ajak Abi.

            “Baiklah Bi,” jawab Azra.

            “Umi Azra berangkat yakk!” pamit Azra seraya mencium punggung telapak tangan Uminya.

            “Abi juga Mi,” umi mencium punggung telapak tangan Abi.

            “Assalamualaikum,” pamit Azra dan Abinya seraya berjalan keluar rumah.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Umi. “Ya Allah lindungilah anak dan suamiku dimana pun mereka berada, jangan biarkan orang jahat menyakiti mereka berdua, aamiin….,” doa Umi.

            Umi membantu Bi Ratih membersihkan meja makan kemudian langsung ke perpustakaan untuk membaca buku. Diambilnya beberapa buku secara sembarang. Dan diantara buku itu ada buku diary Azra. “Buku apa ini?” ujar Umi bertanya-tanya. Dibukakannya buku itu dibacanya lembar pertama “Siapakah yang bersuara merdu itu?” Dibacanya sampai selesai. Cerita itu membuat Umi penasaran untuk membacanya sampai selesai. Tapi mengingat banyak pekerjaan lain yang harus ia selesaikan. Dikembalikannya kembali buku itu ke tempat asalnya.

***

            Pagi sekali Azra bergegas ke ruang guru untuk bertemu dengan Bu Gita untuk meminta doa restu darinya. Ia berjalan menuju meja piket yang disana kebetulan sudah ada Bu Reyn yang sudah datang untuk bertugas. “Assalamualaikum Bu!” sapa Azra seraya mencium punggung telapak tangan Bu Reyn.

“Wa’alaikumussalam Azra,” jawab Bu Reyn. “Gimana Udah siap untuk mengikuti ujian seleksi hari ini?” tanyanya

“In Syaa Allah siap Bu,” jawab Azra bersemangat.

“Siiiip lah kalo begitu,” ujar Bu Reyn.

“Oh iya Bu, Azra mau nanya Bu Gita udah dateng belum ya Bu,” ujar Azra.

“Ohhh…. Ibu Gitanya hari ini tidak hadir Ra karena beliau mengikuti pelatihan di Luar kota.

“Hmmm… Begitu ya Bu,” ujar Azra.

“Iya Ra, ngomong-ngomong ada perlu apa? Nanti Ibu yang sampaikan,” ujar Bu Reyn.

“Nggak ada apa-apa Bu, Cuma mau tanya aja tugas yang diberikan Ibu Gita kemarin mau dikumpulkan pagi ini atau saat jam pelajarannya siang nanti saja,” ujar Azra.

“Ohhh… Iya-iya nanti Ibu sampaikan,” ujar Bu Reyn.

“Baik bu!”

 

 

***

Azra mengisi lembar jawaban soal itu dengan serius dan sungguh-sungguh. Soal demi soal akhirnya dijawab olehnya. Hingga rampung 50 soal dia jawab dengan waktu 90 menit. “Alhamdulillah akhirnya selesai juga, Ya Allah jika engkau berkenan aku berharap Engkau meloloskanku dalam seleksi ini. Aamiin….”. Seluruh peserta akhirnya keluar dari ruangan seleksi.

            Kira-kira satu jam setelah seleksi akhirnya Bu Reyn menempelkan hasil peserta yang lolos seleksi di mading perpustakaan. Azra yang kebetulan berada tak jauh dari sana segera bergegas ke arahnya. Dibacanya satu persatu nama peserta yang lolos seleksi dan diantara terselip nama Afischa Azra Akuntansi 4 ”Alhamdulillah Ya Rabbi… Aku lolos seleksi pertama berarti satu langkah lagi bagiku menuju tiket menjadi peserta lomba tingkat kota ini, terima kasih Ya Allah,” ujar Azra mensyukuri apa yang ia dapat.

Tahapan seleksi pertama Azra lolos, sehingga siang nanti dia harus mengikuti seleksi tahap kedua. “Seleksi kali ini aku harus lolos karena jika aku lolos aku akan ikut lomba itu. Aku pasti bisa!” tekadnya.

“Cie…. Cie….. yang lolos seleksi,” ujar Zakky

            “Eh Kak Zakky, sejak kapan kakak disini?” tanya Azra penasaran.

            “Satu jam yang lalu,” candanya.

            “Eh berarti kak Zakky bolos yakkk! Azra kasih tau Tante yakkk!” ancam Azra dengan nada bercanda.

            “Eh nggak lah! Aku hanya bercanda doing,” bela Zakky. “Hmmm…. Kalo kamu lolos nanti kakak janji bakal nonton kamu lomba!” ujarnya mengubah topik pembicaraan.

            “Seriusan kak?” tanya Azra girang.

            “Nggak! Bercanda,” ujarnya.

            Azra memanyunkan bibirnya karena kesal dengan sikap Zakky.

            “Hmmm…. Cup…. Cup.… Cup…. Nggak kok, Kakak serius, nanti kalo kamu lolos seleksi Kakak bakal bener-bener nonton.”

            “Janji ya!” ujar Azra seraya menyodorkan kelingkingnya.

            “Iya bawel,” ujar Zakky seraya mencubit hidung mancungnya Azra.

            “Aduhhh…. Sakit tauk!” gerutunya.

            “Hehe… Maaf maaf,” ujar Zakky mengaku bersalah. “Udah gih ke kelas bentar lagi jam pelajara selanjutnya dimulai,” ujar Zakky.

            “Iya-iya.”

            Azra berjalan meninggalkan mading perpustakan menuju kelasnya. Begitupun dengan Zakky, keakraban keduanya mengundang banyak kontraversi. Ada yang mengatakan keduanya cocok bila bersama ada yang tidak suka dengan keakraban diantara keduanya.

***

            Semetara dilain tempat Tiara kecewa karena tadi saat dia melihat pengumuman hasil seleksi itu dia tidak lolos seleksi pertama untuk menjadi peserta lomba itu. “Ya Allah….. Padahal aku ingin sekali mengikuti lomba itu agar aku bisa membanggakan Bunda,” lirih Tiara. Ia duduk lemas dan termenung dibangkunya seraya memainkan penanya.

            “Ti, gimana hasil seleksi tadi?” tanya Puja.

            “Begitulah Ja,” jawabnya lemas.

            Mengetahui bahwa temannya sepertinya tidak lolos seleksi Puja mencoba menyemangati Tiara. “Hmmm... Nggak apa-apa Ti masih banyak Event yang lain kok!” ujar Puja.

            “Iya Ja mungkin memang belum rezekiku.”

            “Senyum donk!” pintanya.

            Tiara tersenyum simpul.

            “Tuh kan enak, keluar aura kecantikannya kalo tersenyum.”

            “Assalamu’alaikum teman-teman,” sapa Azra yang tiba-tiba nimbrung diantara mereka.

            “Eh Azra duduk Ra,” ujar Puja menawari tempat duduk.

            “Terima kasih Puja,” ujar Azra tersenyum lebar. “Eh, kamu kenapa Ti kok keliatan sedih?” tanya Azra.

            “Nggak apa-apa kok Ra,” jawab Tiara.

            “Beneran nggak apa-apa? Karena kamu nggak biasanya begini.”

            “Ra,” lirih Puja seraya memberikan kode untuk tidak membahas itu lagi.

            Azra yang mengerti kode dari Puja langsung mengalihkan pembicaraan. “Oh iya, tadi aku mendengar kabar di ruang guru kalo hari ini Bu Gita tidak hadir karena dia sedang mengikuti pelatihan di luar kota. Jadi sepertinya hari ini kita tidak belajar,” ujar Azra.

            “Benarkah?” tanya Puja.

            “Iya Puja, tadi aku dengar sendiri loh dari Bu Reyn,” ujar Azra.

            “Yeaayyy! Ibu Gita nggak masuk!” teriak Puja histeris. “Akhirnya hari ini kau bisa malas-malasan di kelas,” tambahnya.

            Seisi kelas langsung riuh karena mendengar ucapan Puja. “Tiga jam kosong bro!” ujar Sandy.

            “Iya bro, akuntansi pula! Mantull. Mantap betul!” timpal Ardi.

            “Ihhh…. Dasar! Puja… Puja…. Suka banget kalo ada jam kosong. Tapi saat libur pengen cepet-cepet sekolah,” ledek Azra.

            “Eh, Nggak gitu juga kali,” ujar Puja membela diri. “Semalas-malasnya aku nggak semalas si Sandy kali!” tukasnya lantang sampai Ardi mendengar ucapan Puja.

            “Eh, eh kok aku malah kena getahnya nih!” ujar Sandy.

            “Emang iya kan!”

            “Lebih malas kamu kali!”

            “Udah-udah jangan ribut! Yang pasti dua-duanya sama-sama malas,” timpal Azra.

            Hari itu di kelas kurang kondusif tapi tidak begitu ribut sehingga sampai jam pelajaran berakhir tidak ada guru yang masuk untuk memberi peringatan kepada mereka.

***

 

Ruangan itu begitu menegangkan bagi Azra karena hanya dialah satu-satunya siswa kelas 10 yang lolos seleksi tahap pertama. Sedangkan yang lainnya dominan kelas 12 dan ada beberapa diantranya siswa kelas 11.

            “Hi…., Kamu lolos seleksi pertama ya!” Tanya seorang wanita yang tengah berdiri di sampingnya.

            “Hmmm…. Iya Kak,” jawab Azra sopan.

            “Oalah ini Azra kan!” ujar wanita itu.

            “Iya kak,” jawab Azra.

            “Nggak salah kamu terpilih menjadi siswi teladan di sekolah ini, selain pintar kamu juga sopan. Ngomong-ngomong siswi kelas 10 yang lolos seleksi Cuma kamu kan!” tanya wanita itu.

            “Kalau nggak salah iya sih kak,” ujar Azra pura-pura tidak tahu.

            “Oh iya perkenalkan namaku Lestari, Aku siswi kelas 11 Akuntansi 4,” ujar wanita itu memperkenalkan diri.

            “Eh kalo nggak salah Kak Lestari ini juara umum kedua semester lalu kan!” tanya Azra.

            “Hmmm…. Iya dik. Hehe….,” ujar Lestari.

            “Waduhh…. Saingan berat ini,” ujar Azra seraya bercanda.

            “Hehe…. Ayo semangat! Kakak tunggu kamu menjadi rekan lomba kakak!” ujar Lestari menyemangati Azra.

            “Okay kak! Azra akan mengusahakan yang terbaik,” tutur Azra.

            “Fighting!”

            “Eh kak, itu Bu Reyn udah masuk,” ujar Azra.

            “Eh iya.” Langsung lestari menuju meja ujiannya, kemudian duduk di kursi yang telah disediakan.

            “Assaalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” Sapa Bu Reyn.

            “Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab peserta seleksi.

            “Ini adalah tahap seleksi terkahir untuk kalian, jadi kalian harus benar-benar bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal-salnya agar kalian terpilih menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti Lomba Cerdas Cermat Akuntansi nanti,” papar Bu Reyn.

            Seluruh siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan untuk mengerjakan soal-soal tersebut.

            “Baiklah anak-anak siapkan peralatan yang dibutuhkan, tidak ada barang-barang lainnya selain pena, pensil dan alat koreksi,” ujar Bu Reyn.

            “Baik Bu!”  ujar peserta seleksi bersemangat.

            Bu Reyn berjalan untuk membagikan lembar soal dan lembar jawaban untuk peserta seleksi. Setelah merasa semuanya telah ia bagikan. Ia kembali ke depan kelas kemudian menyampaikan sepatah kata. “Soal ini dalam bentuk pilihan ganda dan isian singkat beserta essay, bobot nilai terdapat di dalam lembar soal itu sendiri jadi kerjakan dengan sebaik-baiknya. Semangat untuk semuanya! Waktu pengerjaan soal adalah 90 menit dimulai dari sekarang!” ujar Bu Reyn memulai waktu pengerjaan ujian.

            Semua peserta mengerjakan soal ujian dengan sungguh-sungguh. Sebelum mengerjakan soal tersebut Azra berdoa kepada Allah agar ujiannya dilancarkan “Rabbi zidni ‘ilman warzuqni fahma,” lirih Azra.

            Azra membuka lembar soal yang diberikan oleh Bu Reyn, satu persatu soal dikerjakannya dengan sungguh-sungguh. Tiba diakhir-akhir soal dia merasa begitu kesulitan karena materi itu belum diajarkan oleh Bu Gita kepadanya yakni materi Rekonsiliasi Bank. “Ohhh… Rahman… Aku belum mempelajari materi ini,” lirih Azra. “Bagaimana aku harus menyelesaikannya? Mana bobot nilainya lumayan besar, Ya Allah aku mohon bantu aku dalam mengerjakan soal ini,” batinnya.

            Sembilan puluh menit telah berakhir tapi Azra belum menyelesaikan ujiannya. “Perhatian, waktu ujian kita telah berakhir, jadi seluruh peserta dipersilakan untuk meninggalkan ruang ujian,” pinta Bu Reyn.

            “Baik Bu,” jawab peserta seleksi hampir bersamaan.

            Dengan berat hati Azra meninggalkan ruangan itu. “Ya Allah apapun hasilnya aku berharap aku bisa menerimanya dengan lapang dada,” lirih Azra.

***

            Pagi itu Azra kurang semangat melihat hasil seleksi karena dia tidak yakin kalau dia akan lulus dalam seleksi itu. “Azra! Gimana hasil seleksinya?” tanya Zakky.

            “Azra, belum liat kak. Tapi Azra nggak yakin bakal lulus,” ujar Azra lemas.

            “Loh kok gtu sih Ra! Optimis donk! Azra pasti lulus Kakak yakin itu!” seru Zakky mengemangati Azra.

            “Terima kasih Kak atas supportnya kak.”

            “Semangat donk! Jangan lemas gitu,” support Zakky. “Cheerss…,” ujar Zakky.

            Azra tersenyum simpul, terlihat begitu manis walaupun senyumnya secara terpaksa.

            “Nah tuh kan enak liatnya kalo senyum kek gitu. Yuk kita ke perpustakaan kita liat hasilnya gimana?” ajak Zakky.

            “Hmmm…. Baiklah,” jawab Azra mengiyakan.

             Mereka berdua berjalan menuju perpustakaan untuk melihat pengumuman hasil seleksi kemarin. Azra berjalan pelan di belakang Zakky.

Sylla yang kebetulan melihat Azra bersama Zakky membicarakan mereka. “Tuh, liat Az! Azra lagi berduaan dengan Zakky,” ujar Sylla menunjuk ke arah Azra dan Zakky.

Azmi menoleh ke arah dimana Sylla menunjuk, melihat itu semua Azmi terkejut, tapi ia langsung menampikkannya. “Hmmmm…. Mungkin mereka ada kegiatan yang penting,” ujar Azmi.

“Oalah Az….. Az…. Kamu itu udah benar-benar terkena kemunafikkan Azra. Dia itu tidak sebaik yang kamu kira Az,” ujar Sylla.

“Jangan membicarakan sesuatu yang belum kamu ketahui kebenarannya. Takutnya menjadi fitnah!” bela Azmi.

“Udahlah Az, kamu itu nggak pernah dengerin aku,” ketus Sylla.

Azmi memikirkan apa yang diucapkan oleh Sylla tadi. “Apakah benar yang dikatakan Sylla tadi? Tapi aku tidak yakin kalau Azra begitu. Ya Allah, jangan biarkan prasangka buruk ini menghinggapiku,” pinta Azmi.

Sylla menatap Azmi, melihat setiap detail sikapnya. “Ah, hati Azmi udah benar-benar terkunci ke Azra. Sepertinya nggak ada ruang bagiku untuk masuk ke dalamnya,” lirih Sylla.

“Az, aku masuk dulu ya!” pamit Sylla seraya berjalan menuju kelasnya.

Azmi tidak menanggapi ucapan Sylla karena akal sehatnya masih bertengkar dengan hati nuraninya. “Azra….. Masa iya sih kamu begitu?” tanya Azmi dalam hati. “Aku benar-benar tidak percaya jika kamu ternyata begini!” lirihnya lemas.

            “Apakah hanya Zakky yang bisa membuatmu bahagia, jika iya aku akan mencoba mengikhlaskanmu.”

***

            Azra berusaha tegar saat melihat hasil pengumuman seleksi kemarin. Ia mencoba untuk tidak menangis dan menerima segala hasilnya. Zakky yang saat itu tengah bersama Azra mencoba menyemangatinya. “Nggak apa-apa Ra nggak lolos seleksi event ini kan masih banyak event yang lainnya. Lagian kamu masih kelas 10 kan jadi masih ada 2 tahuh lebih waktumu untuk berkarya di sekolah ini,” ujar Zakky.

            Azra hanya diam dan membisu tidak bisa berkata-kata.

            “Kamu hebat kok Ra, buktinya kamu satu-satunya siswa kelas 10 yang lolos seleksi tahap pertama. Dan ini coba lihat kamu mendapat urutan ke tujuh Ra. Dan itu berarti kamu adalah yang terbaik dari mereka yang tidak lolos seleksi tahap ini!” ujar Zakky menghibur Azra.

            “Hmmmm….”

            “Semangat dong! Takbir!”

            “Allahuakbar!”

            “Nah ini baru adiknya Zakky, selalu tersenyum dan bersemangat dalam keadaan apa pun. Tidak mudah menyerah dan putus asa,” ujar Zakky.

            “Senyumannya mana?” tanya Zakky

            Azra memaksakan dirinya untuk tersenyum agar tidak mengecewakan kakak sepupunya itu.

            “Siiip….”

            Zakky bingung apa yang harus ia lakukan ia benar-benar sulit untuk mengontrol dirinya saat ia berdekatan dengan Azra. Tapi saat ini dia belum bisa mengungkapkan segalanya karena itu akan mempengaruhi kehidupan Azra nantinya.

            “Yaudah kita ke kantin aja yuk beli es krim! Kakak yang traktir” Ajak Zakky.

            Azra pun mengangguk mengiyakan ajakan Zakky. Mereka berdua meninggalkan tempat itu menuju kantin.

***

            “Allahuakbar..... Allahuakbar…...” Suara Adzan Dzuhur berkumandang Azra bergegas menuju mushallah untuk mengerjakan shalat dzuhur berjama’ah. Setelah shalat dia berdoa kepada Allah agar diberikan ketegaran dalam menerima hasil seleksi kemarin “Ya Allah berat rasanya bagiku menerima hasil kerja kerasku selama ini yang kurang maksimal, ingin rasanya aku berteriak hanya sekedar untuk meluapkan segala amarah ini. Tapi apalah dayaku Karena itu semua tidak akan pernah mengubah keputusan dan ketetepan-Mu,” lirih Azra. “Bu Gita maafkan Azra, karena Azra tidak lulus seleksi itu, aku telah gagal, aku telah mengecewakan Ibu,” batinnya meratapi kegagalannya.

            “Siapa bilang kamu gagal?” ujar Bu Gita mengejutkan Azra.

            Mendengar suara itu Azra menoleh ke belakang langsung meraih badan Bu Gita dan memeluknya kemudian menangis “Azra gagal Bu, Azra tidak lulus seleksi kemarin,” isak Azra.

            “Nggak apa-apa sayang, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Tapi kegagalan adalah awal dari sebuah kesuksesan. In Syaa Allah kamu pasti bisa percayalah!” ujar Bu Gita memberi motivasi.

            “Tapi… Azra telah membuat Ibu kecewa, maafkan Azra Bu” Ujar Azra.

            “Nggak sayang, Ibu nggak kecewa sama Azra. Justru Ibu bangga karena Azra satu-satunya siswa kelas 10 yang lolos seleksi tahap pertama berarti Azra adalah yang terbaik diantara mereka semua. Azra gagal adalah suatu hal yang wajar karena Azra belum mempelajari secara intensif materi kelas 12. Tetap semangat dong! Karena masih banyak event-event selanjutnya,” ujar Bu Gita menyemangati Azra.

            “Terima kasih Bu. In Syaa Allah setelah ini azra akan belajar lebih giat lagi agar nanti Azra bisa menyusul  kemampuan kakak kelas,” ujar Azra seraya melepaskan pelukannya.

            “Siiip! Itu baru Azra anak Ibu,” ucap Bu Gita seraya mengacungkan dua jempolnya.

            “Yaudah Bu Azra ke kelas duluan karena sebentar lagi bel tanda mulainya jam pelajaran ke 7 akan berbunyi!” pamit Azra.

            “Iya Ra, silakan!” ujar Bu Gita mengiyakan.

            “Assalamualaikum.” pamit Azra.

            “Wa’alaikumussalam.” jawab Bu Gita.

            Azra pun berjalan meninggalkan mushallah itu menuju kelasnya dengan berusaha menampakkan wajah bahagia agar teman-temannya tidak khawatir.

***

            Azra menangis dipelukan Uminya meluapkan segala rasa yang tengah ia alami saat itu. “Umi…. Azra sedih banget karena hari ini Azra mengecewakan Umi, Abi dan semua orang, khususnya Bu Gita. Beliau rela menyempatkan waktunya untuk melatih Azra, tapi apa yang Azra berikan? Azra gagal dalam seleksi itu Umi,” isaknya.

            “Anak Umi sayang, kamu tidak mengecewakan Umi Kok, justru Umi bangga karena anak Umi udah lolos seleksi tahap pertama apalagi siswa yang lolos dari kelas 10 hanya anak Umi,” ujar Umi. “Udah-udah jangan nangis lagi anak Umi kan kuat!” seru Umi menyemangati Azra seraya mengelus puncak kepala putri tunggalnya itu. Azra masih betah menangis di pangkuan Uminya meluapkan segala rasa kesedihannya. Umi yang paham kondisi Azra berusaha menenangkannya memberi motivasi dan semangat agar anaknya segera bangkit dari keterpurukannya.

            “Azra…..” Umi memanggil putrinya itu. Tapi tidak ada respon darinya. Umi melihat wajah putrinya kaget. “Ternyata Azra udah tidur,” gumamnya. Di gesernya kepala putrinya dari pangkuannya ke bantal kemudian menyelimuti tubuh ramping putrinya dengan selimut. Tidak lupa Ia menyalakan AC agar putrinya tidak kepanasan. Diciumnya kening putri tunggalnya itu kemudian keluar kamar meninggalkan putrinya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags