Read More >>"> Lantunan Ayat Cinta Azra (Sakitnya Sebuah Pengharapan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Air mata Azra tak dapat terbendung lagi, saat melihat sifat aslinya Azmi ternyata berbeda dengan apa yang ia nilai selama ini, Azmi ternyata bukanlah lelaki yang baik seperti harapannya. Malam itu setelah kegiatan kumpul bersama anak Pramuka di sekolahnya, ia melihat dengan jelas bahwa Azmi adalah seorang perokok.

“Azra!” panggil Tiara.

“Iya Ti, ada apa?” jawabnya sambil menuju ke arah Tiara.

Air mata Azra tak dapat terbendung lagi, saat melihat sifat asli Azmi ternyata berbeda dengan apa yang Ia nilai selama ini, Azmi ternyata bukanlah lelaki yang baik seperti harapannya.

"Azra!" panggil Tiara.

"Iya Ti, ada apa?" jawabnya sambil menuju ke arah Tiara.

"Sini Ra! Liat tuh!" ujar Tiara sambil menunjuk ke luar jendela. "Ada apa sih ti?" tanya Azra penasaran seraya melihat arah yang ditunjuk oleh Tiara.

Sontak Azra terkejut dengan apa yang dia lihat, perlahan Azra mengucek-ngucek matanya dan mencubit pipinya sendiri. "Aduh!" pekiknya, "Ternyata ini bukan mimpi, ini adalah kenyataan!" ujarnya dalam hati.

"Ra! Azra!" panggil Tiara seraya melambai-lambaikan tangannya didepan mata Azra.

"Oh, eh ya Ti! Maaf," jawabnya gugup.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan saat ini Ra, tapi yakinlah ini adalah petunjuk dari Allah untukmu, mungkin Azmi bukan yang terbaik untukmu. Yakinlah! Nanti Allah akan gantikan seorang ikhwan yang lebih baik daripada Azmi," hibur Tiara.

"Syukran Ti," ujar Azra.

"Iya Ra, sama-sama. Kita gabung dengan yang lain yuk!" ajak Tiara seraya menarik lengan sahabatnya itu.

Allahuakbar…. Allahuakbar…. suara adzan Isya' pun berkumandang. Mereka semuanya berangkat ke Masjid untuk melaksanakan Shalat Isya' berjama'ah di Masjid. Setelah shalat berjama'ah di Masjid Azra mengajak Tiara untuk langsung izin pulang.

"Ti, kita pulang yuk!" pinta Azra Tiara yang mengerti suasana hati Azra pun menuruti permintaan Azra.

"Hmmm...., ya udah. Kita izin sama Bu Reyn dulu!" ujar Tiara menyetujui.

"Okay!"

Sekitar pukul 21:00 Azra dan Tiara pamit dengan Bu Reyn dan teman-teman untuk pulang, padahal pada kesepakatan sebelumnya mereka semuanya menginap di rumah Bu Reyn.

"Bu, Ti sama Azra nggak jadi nginap di rumah Ibu, soalnya Azra lupa bawa Kiky nya, takutnya nanti Azra nggak bisa tidur tanpa itu," ujar Tiara meminta izin pada Bu Reyn.

"Ya, silakan! Ibu nggak ngelarang kalian pulang. Tapi, siapa yang akan mengantar kalian? Atau sudah ada yang jemput?" tanya Bu Reyn.

"Belum ada sih Bu!" jawab Tiara.

Azmi yang kebetulan dengar percakapan Tiara dan Bu Reyn langsung menyahut. "Biar Saya saja Bu yang mengantar Azra dan Tiara," tawar Azmi.

"Tak perlu, Aku tidak mau merepotkanmu," tolak Azra.

"Nggak apa-apa kok Aku ikhlas," jawab Azmi.

"Maaf, biar Azra pulang denganku. Azra mau kan!" timpal.

"Okay, Kami pulang bareng Sylla Bu," ujar Azra pada Bu Reyn tanpa berpikir panjang lagi, kemudian mencium punggung telapak tangannya.

Sontak Tiara kaget dengan keputusan yang diambil Azra "Bukankah Sylla itu orang sering mengejek Azra itu ya!" ucap Tiara dalam hati. "Ya udahlah apapun itu yang penting Azra harus pulang dulu.” Tanpa banyak ba bi bu Tiara menyusul Azra dan Sylla yang sudah ada di teras. "Kami pulang Bu, Assalamualaikum."

"Wa’alaikumussalam."

 

Mengingat semua kejadian itu membuat tangis Azra kembali pecah, sampai isak tangisnya itu didengar oleh Uminya.

"Ra....! Buka pintunya nak!" panggil Umi sambil mengetuk pintu kamar Azra.

"Iya Mi, sebentar," sahut Azra seraya menghapus air mata dan menata diri. Kemudian membuka pintu "Ada apa Mi?" tanyanya seolah-olah tidak terjadi apa.

"Umi dengar kamu menangis Nak! Ada masalah apa?" tanya Umi.

"Nggak kok Mi! Azra nggak apa-apa kok!" elaknya.

"Ya udah kalau begitu, cepet tidur! Dah malam ni!" nasihat Umi, seakan-akan tidak tahu bahwa putrinya sedang ada masalah. "Oh, ya Ra! Apapun masalahmu, jangan segan untuk curhat dengan Umi, kalau malu curhat dengan Umi curhatlah dengan Allah, pasti Dia denger kok!" papar Umi kemudian berlalu.

"Iya Mi, In Syaa Allah," jawab Azra seraya menutup kembali pintu kamarnya.

"Umi benar, Aku harus curhat dengan Allah, minta ampun sama Allah, karena Aku telah berharap selain kepada-Nya. Dan sekarang Aku sadar bahwa berharap selain kepadanya itu sangatlah menyakitkan.” karena sudah lelah menangis akhirnya Azra pun terlelap.

***

Hari telah menunjukkan pukul 02:00 pagi. Seperti biasanya Azra bangun untuk mengerjakan Shalat tahajjud. Seketika ia ingat ucapan Uminya malam tadi. “Oh, ya Ra! Apapun masalahmu, jangan segan untuk cerita sama Umi, kalau malu cerita sama Umi ceritalah sama Allah, pasti Dia denger kok!”.

 “Ya Umi benar Aku harus cerita sama Allah, Aku tidak bisa menahannya sendiri. Aku tidak sanggup." ujar Azra meyakinkan hatinya seraya ke kamar mandi mengambil air wudhu kemudian mengerjakan shalat tahajjud dilanjutkan witir dan tilawah.

"Ya Allah, maafkan aku karena telah berharap selain kepada-Mu. Sekarang aku sadar bahwa tidak akan ada suatu harapan yang akan tercapai selain harapan kepada-Mu. Ya Rabbi, Allah pemilik dari segala hati manusia, bantulah aku untuk menghilangkan rasa sakit ini, tolong jagalah hatiku karena aku ingin menitipkan hatiku pada-Mu sampai nanti datang seorang Ikhwan yang datang untuk mempersuntingku. Ya Allah, hanya Engkaulah tempat ku bergantung dan hanya kepada Engkaulah aku mohon pertolongan. Kuharap nanti Kau akan mempertemukanku dengan seorang lelaki yang dapat membimbingku menuju jannah-Mu. Ya Allah, Aku akan berjanji akan meninggalkan dan melupakan semuanya tentang Azmi dan akan memulai memperbaiki diri agar kelak dapat menjadi lebih baik lagi. Aamiin Yaa Rabbal 'alamiin.”

Sepertiga malam indah ketika seorang hamba bercumbu dengan Allah, menitipkan hatinya kepada Sang pemilik hati, membuat hati siapa saja yang mendengarkannya menjadi tersayat-sayat. Sehabis shalat Azra langsung membuka laptopnya untuk mengecek kembali file persentasinya untuk pagi ini. 

"Power pointnya sudah ada, videonya juga ada, gambar-gambar yang diperlukan juga ada, dan makalahnya......, Yups! ini dia. Okay, fix!" Tuturnya puas karena semua persiapannya sudah selesai. Setelah itu Azra login ke akun facebooknya yang kebetulah sudah lama tidak ia buka, dilihatnya ada banyak pesan yang masuk dan juga pemberitahuan. Dilihatlah nama-nama akun pengirim pesan-pesan tersebut dan tiba-tiba matanya terhenti ketika membaca salah satu nama teman lamanya sewaktu SD. "Yudha! tanggal 12 Juni?" ujarnya kaget. Dibacanya pesan dari Yudha "Assalamualaikum Azra, apa kabarmu? Masih ingat dengan aku nggak? Yudha temanmu SD, itu loh yang suka jailin Kamu dulu. Hmmm... Yudha…. Yudha," ujarnya sambil menggelengkan kepalanya. "Eh, Yudha lagi On-face ni!" tutur Azra kemudian mengetik balasan pesannya.

Dilain tempat Yudha sedang asyik chattingan dengan pacarnya Shanty, melihat notifikasi chatnya lebih dari satu. "Hmmm... Pesan dari siapa ya?" tanyanya "Azra!" tanpa ba, bi, bu lagi langsung dibuka dan dibacanya pesan dari Azra “Wa’alaikumussalam Dha. Alhamdulillah kabarku baik, gimana kabarmu? Kuharap sebagaimana diriku kamu juga baik-baik saja disana. Iya Dha aku inget kok! Hehe....”

 "Azra, kamu memang nggak pernah berubah ya! Kamu selalu membuat jantungku berdetar, padahal sudah banyak cara yang aku lakukan agar aku bisa melupakanmu. Tapi, segala cara yang aku lakukan tidak dapat menggeser sedikitpun goresan namamu di hatiku, seandainya engkau tahu isi hatiku!" ujar Yudha dalam hati.

"Hey Yudha lupakanlah Azra, sekarang sudah ada Shanty dalam kehidupanmu, apakah kamu akan meninggalkan Shanty demi mengejar sesuatu yang belum jelas," pikir Yudha

"Arrrgghhh...." ronta Yudha kacau.

"Seharusnya aku tidak menghubungi dia lagi," sesalnya.

"Maafkan aku Ra! Bukannya aku tidak mau membalas pesan darimu, tapi aku takut perasaan itu muncul lagi. Aku tidak mau menyakiti Shanty dan terutama diriku sendiri karena aku tahu kamu tidak akan pernah jatuh cinta padaku dan aku juga tidak pantas untuk dicintai oleh orang sebaik dirimu Ra," batinnya.

Lama Azra menunggu balasan dari Yudha karena dia melihat status pesannya sudah di read, tapi sudah sepuluh menit pesannya tak kunjung dibalas. "Ehmm... Mungkin Yudha lagi sibuk," pikirnya.

Azra log out dari akun facebooknya dan shut down laptopnya. Kemudian langsung mandi dilanjuti dengan shalat Shubuh.

Setelah semuanya terasa selesai Azra langsung turun ke lantai utama rumahnya menuju ke ruang makan di dapur, dimana Bi Ratih sudah berada disana. "Bi, Umi dan Abi mana?" tanya Azra.

"Belum turun Non," jawab Bi Ratih.

"Oh.... begitu, kirain Abi udah berangkat kerja."

"Belum Non, tuh Tuan dan Nyonya baru turun," ujar Bi Ratih seraya menunjuk ke Azrah Umi dan Abi.

Sejurus kemudian Umi dan Abi pun bergabung di meja makan. Dan mereka pun makan dengan hidmat. Saat sarapan Azra masih memikirkan Azmi, dia belum percaya dengan apa yang dia lihat malam tadi. Sampai-sampai saat sarapan Abinya menangkap Azra yang hanya menatap makanannya sambil memainkan garpu dan sendoknya.

"Ra! Kok nggak dimakan ommelatenya bukankah itu makanan kesukaanmu," tegur Abi.

"Eh, iya Bi! Dah Azra makan kok," jawabnya berbohong.

"Sudah cepet lanjutin makannya Abi mau ambil file yang ketinggalan di ruang kerja Abi," ujar Abi seraya berlalu.

"Iya Bi," jawab Azra mengiyakan sambil memakan sarapannya.

Setelah selesai sarapan Uminya memanggil dengan lembut. "Ra!"

"Iya Mi.”

"Azra lagi ada masalah ya! Soalnya dari malam tadi Umi perhatiin Azra sering hilang konsentrasi."

"Nggak kok Mi Azra baik-baik saja, percaya deh sama Azra!" jawabnya meyakinkan Uminya.

"Ya udah deh kalau nggak mau cerita. Umi tahu kalau Azra lagi ada masalah. Tapi, kalau Azra belum siap cerita sekarang nggak apa-apa nanti kalau Azra udah siap nanti cerita aja ke Umi ya sayang," tutur Uminya penuh kasih sayang.

"Iya Mi, In Syaa Allah."

"Azra, Ayo berangkat! sudah jam setengah tujuh nih," ajak Abi.

"Iya Bi," jawabnya sambil menggandeng Uminya ke pintu depan.

"Mi, Azra berangkat ya!" pamitnya seraya mencium punggung telapak tangan Uminya.

"Iya sayang, belajar yang rajin ya!" nasehat Umi kemudian mencium kedua pipi chubby putri tunggalnya itu. Lalu mencium punggung telapak tangan suaminya.

"Abi berangkat dulu ya Mi," pamit Abi sambil mencium kening istrinya.

"Dah Umi, Assalamualaikum," pamit mereka serentak.

"Wa’alaikumussalam."

***

Pagi itu begitu indah, sangat cerah dan hangat sangat berbeda dengan suasana hati Azra saat itu. Hatinya begitu sakit, gelap dan dingin. Tak ada yang dapat ia pikirkan selain kejadian malam tadi. "Ya Allah, benarkah yang ku lihat malam tadi itu Azmi?" batinnya.

"Az, apakah kamu tidak sayang pada dirimu sendiri?" tanyanya dalam hati. Memori kejadian itu berputar dalam otaknya.

"Azra!" panggil Tiara.

"Iya Ti, ada apa?" jawabnya sambil menuju kearah Tiara.

"Sini Ra! Liat tuh!" ujar Tiara sambil menunjuk kearah luar jendela.           "Ada apa sih ti?" tanya Azra penasaran seraya melihat arah yang ditunjuk oleh Tiara.

Sontak Azra terkejut dengan apa yang dia lihat, perlahan Azra mengucek-ngucek matanya dan mencubit pipinya sendiri. "Aduh!" pekiknya, "Ternyata ini bukan mimpi, ini adalah kenyataan!" ujarnya dalam hati.

"Ra! Azra!" panggil Tiara seraya melambai-lambaikan tangannya didepan mata Azra.

"Oh, eh ya Ti! Maaf." jawabnya gugup.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan saat ini Ra, tapi yakinlah ini adalah petunjuk dari Allah untukmu, mungkin Azmi bukan yang terbaik untukmu. Yakinlah! Nanti Allah akan gantikan seorang ikhwan yang lebih baik daripada Azmi." hibur Tiara.

"Syukran Ti."

"Iya Ra, sama-sama. Kita gabung dengan yang lain yuk!" ajak Tiara seraya menarik lengan sahabatnya itu.

"Ya Rabbi.... Apa yang harus ku perbuat?" tanyanya lagi.

Lagi-lagi Azra tidak fokus dengan keadaan di sekitarnya sampai ia tidak sadar bahwa sudah lama Tiara duduk di sampingnya.

"Ra!" panggil Tiara. Tapi tidak ada jawaban dari Azra. "Ra!" panggilnya lagi, tapi tetap tidak ada balasan. "Azra!" pekik Tiara.

"Oh, eh ya Tiara. Nggak perlu teriak juga kali! sakit telingaku mendengar suaramu," gerutu Azra.

"Maaf! Sudah berapa kali Aku memanggilmu tapi kamu tidak menyahut, jadi ya aku teriak aja."

"Oh, ya? Maaf!" sesalnya.

"Ra, jangan terlalu dipikirkan masalah malam tadi! lagian dia juga belum tentu jodoh kamu Ra! Yakinlah bahwa Allah akan ganti dengan yang lebih baik lagi Ra!" hiburnya.

"Iya Ti, makasih atas nasehatmu. Aku tahu itu semua Ti, ini juga bukanlah salahnya tapi salahku sendiri karena telah salah dalam menaruh hatiku. Bantu aku ya! Untuk melupakan semuanya tentang dia dan mengambil hatiku kembali untuk kuserahkan kepada pemiliknya yang seutuhnya."

"Iya Ra, In Syaa Allah."

"Jazakillah khairan katsiran Ti."

"Wa iyyaki Ra, Azra, tinggalkan dia demi Dia!" nasehat Tiara.

"Iya Ti, akan ku coba."

"Ya Allah, terima kasih karena telah mengirimkanku sahabat yang begitu baik seperti Tiara," batin Azra.

***

Setelah Azra pikir Tiara benar, Azra baru sadar bahwa apa yang dia lakukan selama ini salah. Ya mencintai sesuatu yang belum tentu jadi miliknya itu salah. "Mungkin Allah cemburu padaku, karena cintaku pada Azmi adalah cinta yang salah, cinta yang tidak seharusnya ada di dalam hatiku. Maafkan aku Ya Allah, hanya diri-Mu lah yang Maha Menyembuhkan. Tolong sembuhkanlah luka hatiku ini, dan kelak pertemukanlah hati ini dengan hati yang dapat membuatku menuju jannah-Mu. Aamiin," batinnya.

"Ra!" panggil Umi.

"Iya Mi, ada apa?"

"Ada temen kamu datang nih sayang, katanya namanya Tiara."

"Iya Mi, sebentar!"

Azra langsung menarik hijabnya kemudian memakainya lalu pergi menuju ruang tamu dimana Tiara berada.

"Ti!" sapanya.

"Ra, kita ke perpustakaan kota yuuk! Lagi ada bazar buku disana, siapa tahu ada buku-buku untuk referensi tulisanku," ajak Tiara.

"Okay Ti, tapi aku belum mandi. Hehe....." ujarnya sambil tertawa.

"Ihhh....  Kamu ini kebiasaan!" ucapnya.

"Hehe....., kamu tunggu di kamar aku aja biar nggak boring, kamu bisa baca buku-buku yang ada di perpustakaan kamarku," tawarnya.

"Nggak perlu Ra, aku disini aja," tolaknya halus.

"Karena kamu sekarang berada di rumahku jadi kamu harus ikuti keinginanku," ujarnya sambil menarik lengan sahabat sekaligus rivalnya itu.

"Azra!"

"Ya udah kalau nggak mau, kita nggak jadi ke bazar buku," ancam Azra, kemudian berlalu meninggalkan Tiara.

"Ya, gimana ini?" batin Tiara.

"Dalam hitungan ketiga pasti Tiara akan mengejarku," ujarnya dalam hati.

"Satu.... Dua....." ujar Azra memulai hitungannya.

"Hmmm..... Azra!" panggil Tiara

"Kenapa lagi?" tanya Azra pura-pura kesal.

"Ya deh, Aku ikut kamu," tuturnya pasrah.

"Gitu donk!"

"Hmmm......"

Mereka berdua pun berjalan menuju kamarnya Azra. Tiara yang baru pertama kali masuk ke rumah Azra kagum melihat semua properti yang ada di rumah Azra. "Wow, begitu besar dan mewah rumah ini, ternyata rumah ini lebih besar dari yang ku kira kemarin, saat mengantar Azra pulang," batinnya.

"Ti, ini kamarku." ujar Azra sambil memasuki kamarnya, Tiara hanya diam dan mematung di depan pintu kamar Azra.

"Ti, ada apa? Kok nggak masuk? Kenapa kamu nggak suka kamarku?" tanya Azra.

"Nggak kok, malah suka banget," jawabnya jujur.

"Tunggu apa lagi? Ayo masuk!" ajaknya.

"Oh, ya perpustakaannya di sebelah sana ya Ti, yang ada pintu warna pink itu!" jelas Azra seraya menunjuk ke arah pintu perpustakaannya. "Aku mandi dulu ya!"

"Iya Ra!" jawabnya.

Tiara masih terkagum-kagum dengan apa yang dia lihat sekarang, "Azra yang begitu sederhana itu ternyata adalah orang yang sangat kaya. Kamarnya aja sebesar ruang tamu rumahku," batinnya.

"Tapi, mengapa Azra nggak mirip sama Uminya ya? Hmmm.... Mungkin dia mirip sama Abinya!" ujar Tiara dalam hati.

 “Tapi yang sering menjemputnya itu Abinya kan! Tapi perasaan nggak mirip juga!” ujarnya bertanya-tanya.

Azra yang baru selesai mandi bingung melihat Tiara masih berada di kursi tempatnya duduk tadi. "Kamu nggak ke perpus Ti, katanya mau baca buku. Baca aja nggak apa-apa, free kok nggak bayar. Hehe......" tutur Azra sambil melawak. "Oh, ya kalau kamu mau baca boleh kok dipinjem untuk kamu baca di rumah." sambungnya.

"Iya, Ra! Makasih," ucap Tiara

"Sama-sama Ti," ujar Azra seraya meninggalkan Tiara.

Tiara berjalan menuju ruangan yang ditunjuk Azra tadi, ia begitu terkagum-kagum melihat begitu banyak buku di dalamnya, bahkan banyaknya buku itu melebihi jumlah buku di perpustakaan sekolahnya.

***

Hari itu Azra dan Tiara menghabiskan waktu mereka di bazar buku, Azra membeli banyak novel untuk koleksi di perpustakaannya. Berbeda dengan Tiara, Tiara malah lebih banyak membeli buku ilmu pengetahuan. "Ti, coba lihat!" panggil Azra sambil menunjukkan cover buku yang ia pegang.

"Apaan tuh? Assalamualaikum Calon Imam! Aduh nih anak bener-bener ya!" goda Tiara.

"Ampun kakak," canda Azra sambil menjewer telinganya sendiri.

"Ra, bantuin aku cari buku tentang manajemen keuangan Ra!" pinta Tiara.

"Kamu itu ya! Emang benar-benar gila belajar, sekali-kali beli novel kek, buku ilmu pengetahuan aja yang kamu beli, apa nggak pada bosan?" celoteh Azra.

"Nggak Ra, lagian dengan begitu aku bisa menambah wawasanku, selain itu Allah juga menaikkan derajat orang yang berilmu Ra," jawab Tiara enteng.

"Ohhh.... Begitukah?" canda Azra.

"Ihhh..... Kamu mah Ra, bercanda mulu kerjaannya," ujar Tiara kesal.

"Eh, iya-iya maaf," ucap Azra mengaku bersalah.

"Nah, ini dia!" ujar Tiara lega setelah menemukan buku yang dia cari.

"Apaan tuh?" tanya Azra penasaran.

"Udah, yuk kita ke kasir. Aku mau pulang sudah sore ni," ajak Tiara.

"Okay lah kalau begitu," ujar Azra menyerah.

Setelah membayar belanjaan di kasir Azra dan Tiara langsung menuju kumpulan orang-orang yang duduk di bawah pohon rindang tak jauh dari bazar buku itu. Ketika mereka sampai disana ternyata disana sedang ada acara bedah buku Silariang karya Oka Aurora. “Ti, Ti liat itu Mbak Oka Aurora!” ujar Azra girang. “Penulis novel best seller itu loh,” ujarnya lagi.

“Ohh… Yang filmnya lagi booming di bioskop itu kan!” ujar Tiara.

“Iya Ti, kita kesana yuk!” ajak Azra.

“Yuk!” jawab Tiara mengiyakan.

Azra dan Tiara mengikuti acara bedah buku itu dengan serius. Hingga diakhir acara ada sesi tanya jawab, dengan gesitnya Azra mengangkat tangan. “Iya Mba’ yang berjilbab pink!” ujar pembawa acara.

Azra pun berdiri dan memperkenalkan dirinya lalu bertanya. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, nama saya Afischa Azra. Saya mau bertanya Mbak Oka, saat ini saya juga seorang penulis tapi hanya baru mengirimkan karya-karya saya di event-event lomba yang di adakan oleh penerbit indie. Nah yang mau saya tanyakan bagaimana kiat-kiat agar karya kita bisa diterima oleh penerbit mayor, terima kasih. wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Baiklah terima kasih Mbak Afischa atas pertanyaannya,” ucap pembawa acara.

Mbak Oka menjawab pertanyaan Azra dengan detail berikut tips-tipsnya. Azra mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Mbak Oka, kemudian mencatatnya di dalam catatan kecil berwarna pink yang selalu dibawanya kemana-mana.

Pertanyaan demi pertanyaan ditanyakan oleh audiens dan langsung dijawab oleh Mbak Oka. Hingga akhirnya sesi pertanyaan ditutup, kemudian nama-nama audiens yang bertanya dipanggil untuk diberikan doorprise dan foto bareng penulis.

Azra senang sekali saat mendapat kesempatan untuk foto bareng penulis favoritnya. Setelah foto bareng dengan Mbak Oka dan para audiens yang lain. Azra memanggil Mbak Oka. “Mbak.” panggil Azra.

“Iya,” jawab Mbak Oka.

“Boleh habis ini kita diskusi sebentar?”

“Boleh kok,” jawab Mbak Oka.

“Terima kasih Mbak,” ujar Azra bahagia.

Azra kembali ke tempat duduknya menemui Tiara. Eh, apa itu Ra?” tanya Tiara.

“Entahlah Ti,” jawab Azra. “Tapi sepertinya buku deh!” Tebak Azra seraya membuah totebag itu. “Tuh kan bener, wow buku terbaru Mbak Oka Ti, Silariang,” ujar Azra kegirangan, langsung dibukanya sampul buku itu. “Nanti langsung minta tandatangan Mbak Oka ah!” ujar Azra.

Saat acara berakhir Azra meminta Tiara untuk menunggu sebentar. “Ti, tunggu bentar ya! Tadi aku ada janji dengan Mbak Oka,” pinta Azra.

“Baiklah,” ujar Tiara

Saat audiens sudah sepi Azra dan Tiara berjalan menuju Mbak Oka. “Mbak.” panggil Azra.

“Oh iya, kamu yang mau ajak Saya diskusi tadi kan!” tanya Mbak Oka.

“Iya Mbak, nama saya Azra ini teman saya Tiara,” ujar Azra.

“Oh iya salam kenal Azra, Tiara,” ujar Mbak Oka. “Baiklah apa yang bisa kita diskusikan?” tanya Mbak Oka.

Mereka berdiskusi membahas tentang cara-cara menulis novel agar dapat menarik perhatian pembaca, kira-kira tiga puluh menit mereka berdiskusi. “Saya kira sudah cukup ya,” ujar Mbak Oka.

“Iya Mbak. Terima kasih atas ilmunya.” ucap Azra. “Oh iya Mbak boleh minta tandatangan?” tanya Azra seraya menyodorkan novel Silariang yang dia dapatkan tadi.

“Boleh.” jawab Mbak Oka seraya mengambil buku dan pena yang di sodorkan oleh Azra kemudian menoreh tandatangannya disana. Setelah selesai langsung dikembalikannya kepada Azra.

“Foto dulu Mbak!” ajak Azra seraya mengeluarkan kameranya.

“Okay” jawab Mbak Oka mengiyakan.

“Mbak tolong fotoin donk!” pinta Azra kepada pembawa acara tadi.

“Baiklah,” jawabnya.

Berapa pose berhasil dibidik dengan baik oleh orang itu, mulai dari foto Azra hanya berdua dengan Mbak Oka dan foto mereka bertiga bersama Tiara juga. “Terima kasih Mbak.” ucap Azra.

“Iya sama-sama.” ujar Mbak Oka.

Diambilnya kamera itu seraya mengucapkan terima kasih. Setelah itu mereka berdua lansung pamit bergegas pulang. Di perjalanan pulang mereka bertemu dengan Azmi.

"Assalamualaikum Ra!" sapa Azmi.

Hati Azra langsung bergetar masih merasakan sakit yang Ia rasakan kemarin menjawab dengan lirih "Wa’alaikumussalam," jawab Azra seraya menundukkan pandangannya.

"Ra!" belum selesai Azmi berbicara Tiara yang mengerti suasana hati Azra langsung memotong pembicaraan "Ada apa Az? udah sore ni! Kami mau pulang," ujar Tiara.

"Eh, iya. Maaf! Ya udah kalau begitu lain kali aja. Okay saya duluan ya! Assalamualaikum," pamit Azmi.

"Wa’alaikumussalam," jawab Azra dan Tiara hampir bersamaan.

"Kamu nggak apa-apa kan Ra?" tanya Tiara cemas.

"Nggak apa-apa kok, Makasih yaa!" ucap Azra.

"Iya Ra, sama-sama. Udah yuk kita pulang."

"Hmmm.... Iya,” tutur Azra pelan.

Sepanjang perjalanan pulang Azra tidak mengeluarkan satu patah kata pun. Tiara yang sudah tahu masalah Azra pun ikut diam karena tidak ingin membuat hati sahabatnya menjadi rapuh lagi."Ra! Kuharap kau baik-baik saja," bisik Tiara dalam hati.

Sementara itu Azmi memikirkan kejadian tadi "Nggak biasanya Tiara memotong pembicaraan orang lain, ada apa yaa! Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" ujar Azmi kebingungan.

"Positive thinking Azmi, Mungkin Azra dan Tiara emang lagi buru-buru," ujarnya meyakinkan hatinya. Tapi, kalimat itu terbantahkan oleh akal sehatnya. "Nggak mungkin, ini pasti ada penyebabnya! Tapi apa?" tanyanya lagi. "Hmmm.... Apapun itu kuharap Azra baik-baik saja,” ujarnya berharap.

***

            Sehabis acara itu Azra dan Tiara tidak langsung pulang tetapi mereka mampir dulu di sebuah kedai yang tak jauh dari sana. “Ti, kita mampir dulu ya!” ajak Azra.

            “Baiklah Ra,” ujar Tiara.

            Azra memesan es capucinno dan steak ayam sedangkan Tiara hanya memesan es teh, melihat sahabatnya hanya memesan es teh Azra langsung bertanya “Nggak mesen makanan Ti?” tanya Azra.

            “Nggak Ra, Aku masih kenyang.!” tolak Tiara.

            “Hmmm… Masa sih Ti, hari udah sore loh! Kita belum makan sama sekali dari siang tadi,” ujar Azra. Azra paham sahabatnya itu pasti memikirkan budgetnya karena kedai ini termasuk kedai yang terkenal otomatis harganya juga sedikit tinggi. “Ya udah Mbak steak ayam nya satu lagi yakk! Jadi pesanannya steak ayam dua porsi, es capucinno dan es teh ya!” ujar Azra.

            “Ra…., Aku rasa uangku nggak cukup deh kalo harus pesan steak ayam juga, jadi aku pinjem uangmu dulu ya!” ujar Tiara.

            “Ya Allah Ti, emang selama ini kamu itu menganggap aku ini apa? Aku ini sahabatmu Ti, jadi aku harap kamu nggak ngomong begitu lagi. Makan hari ini aku yang bayar,” tutur Azra.

            “Makasih Ra, kamu emang sahabat terbaikku. Kamu tidak pernah memandang rendah status sosialku, kamu juga sederhana Ra. Demi Allah aku nggak menyangka kalau kamu begitu kaya, tadi aku terkejut saat tahu kalau istana tadi adalah rumahmu,” ujar Tiara terharu sekaligus kagum dengan sahabatnya itu.

            “Ti…. Yang kaya itu kedua orangtuaku bukan aku, jadi untuk apa aku membanggakan apa yang bukan milikku. Lagian harta itu titipan Allah, jadi saat Allah ingin mengambilnya kembali aku bisa apa?” jelas Azra.

            “Maa Syaa Allah. Aku kagum dengan kamu Ra,” puji Tiara.

            Beberapa jurus kemudian pesanan mereka sampai diatas meja mereka. “Silahkan dinikmati makanannya Mbak!” ujar pelayan kedai dengan ramah.

            “Terima kasih Mbak,” ujar Azra dan Tiara hampir bersamaan.

            Mereka berdua menikmati hidangan dengan lahapnya, pengalaman bagi Tiara untuk pertama kalinya makan makanan seperti ini, membuat Tiara meneteskan air matanya.

            Melihat sahabatnya menangis Azra mulai mengeluarkan suara “Kamu kenapa Ti?” tanya Azra heran.

            “Nggak apa-apa kok Ra,” jawab Tiara berbohong.

            “Ti…. Tadi kamu bilang aku adalah sahabatmu, jadi kalo ada masalah cerita aja dengan aku,” ujar Azra.

            “Nggak apa-apa kok Ra, aku cuma ingat Bunda,” jawab Tiara.

“Coba aku bisa beliin makanan ini untuk Bunda pasti Bunda senang sekali,” ujar Tiara dalam hati.

            Mengerti masalah sahabatnya Azra langsung pergi ke meja pemesanan. “Ti Azra ke toilet dulu yak!.

            “Iya Ra.”

            Azra beranjak meninggalkan Tiara menuju meja pemesanan. “Mbak tolong bungkusi steak ayam 3 porsi yak!” ujar Azra.

            “Baik Mbak,” ujar pelayan itu.

            Azra kemudian berlalu kembali ke meja makan mereka. Sekitar 10 menit mereka selesai makan kemudian menuju meja kasir. “Mbak berapa total semuanya?” tanya Azra.

            “Dua ratus lima puluh ribu rupiah Mbak.” jawab kasir itu.

            Tiara yang mendengar itu seketika terkejut “Ya Rabbi…. Mahal banget, bagaimana aku bisa membayar semua itu dengan Azra,” ujar Tiara dalam hati.

            Azra mengeluarkan dompetnya mengeluarkan kartu kredit “Kartu kredit bisa kan Mbak?” tanya Azra.

            “Bisa Mbak,” jawab kasir itu.

            Setelah selesai membayar Azra mengambil struk pembayaran kemudian langsung menuju meja pemesanan untuk mengambil pesanannya tadi.

            Beberapa jurus kemudian mereka berdua pulang. “Ra, makanan tadi mahal banget! Aku bingung nanti aku harus bayar dengan apa?”

            “Ya Allah Ti, tadi udah ku bilang, jangan pikirkan itu semua.”

            “Hmmm…. Iya Ra.”

            Mereka berjalan menuju halte untuk pulang ke rumah. Karena berbeda arah Azra menyerahkan makanan yang dibelinya tadi kepada Tiara seraya berkata “Untuk Bundamu Ti,” ujar Azra.

            “Hmmm… Nggak perlu repot-repot Ra,” tolak Tiara.

            “Nggak apa-apa Ti, beneran ini untuk Bundamu. Tolong diterima ya!” ujar Azra seraya menyodorkan satu bungkus plastik berukuran sedang kepada Tiara.

            “Makasih Ra,” ujar Tiara seraya memeluk tubuh mungil sahabatnya itu. “Aku sangat beruntung memiliki sahabat sebaik dirimu Ra,” ujar Tiara terisak.

            “Udah donk jangan nangis Ti!” ujar Azra.

“Yaudah Aku pulang duluan Bis nya udah dateng nih Assalamualaikum,” pamit Azra melepaskan pelukan Tiara seraya berjalan menuju Bis.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Tiara seraya melambaikan tangannya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags