Read More >>"> Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang (BAB 6: Tuan Mahawira atau Kalandra?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
MENU
About Us  

"Berani-beraninya kau sentuh dia! Akan kucincang kau! Hiyat!"

Kulihat wajah Tuan Mahawira begitu marah dengan perlakuan Pangeran Kalandra padaku. Aku jadi begitu malu dan percaya diri sekali. Apakah aku seberharga itu bagi Tuan Mahawira?

Ya, ampun. Aku mengkhayal lagi!

Kulihat dua pria itu berkutat dengan pertarungan mereka. Pangeran Kalandra menggunakan pedangnya untuk menebas Tuan Mahawira. Sedangkan tuanku itu melawan sang pangeran begitu mudah hanya dengan tangan kosong.

Entah mengapa aku sangat senang melihat pertarungan kedua pria itu. Mereka seperti memperebutkan diriku.

Aduh, lagi-lagi aku terlalu percaya diri!

"Hei! Sudah, hentikan! Tuan Mahawira! Hentikan!" teriakku, tetapi mereka tentu saja tidak mau berhenti.

Kulihat Tuan Mahawira mengambil pisau miliknya yang tergeletak di tanah, lalu saling menggigit dengan pedang Pangeran Kalandra.

"Berani-beraninya kau, Mahawira! Ada apa kau datang ke tempat ini?!" tanya Pangeran Kalandra sambil melayangkan sebuah tendangan kepada tuanku. Namun, dengan cekatan Tuan Mahawira menghindar, lalu meraih kaki sang pangeran.

Dilemparnya sang pangeran seolah kapas yang ringan oleh tuanku itu. Benar-benar pria sejati. Namun, aku tidak bisa membiarkan pertarungan mereka berlanjut sampai ada yang terluka. Sungguh, aku jadi merasa sangat bersalah jika seperti itu.

"Cornelia! Pergilah kau lebih dulu! Biar kuberi lelaki hidung belang ini pelajaran!" teriak tuanku.

Tiba-tiba Pangeran Kalandra menghentikan penyerangannya terhadap Tuan Mahawira. Pria itu mengernyitkan dahi kemudian.

"Apa? Kau menyebut Rosalina dengan apa? Cornelia?" tanya sang pangeran penuh selidik.

"Bukan urusanmu!"

"Hei, Mahawira! Apa kau mengira gadis cantik bernama Rosalina itu adalah Cornelia yang buruk rupa itu?!"

"Jaga mulutmu, Kalandra! Kau tidak pernah berubah sampai detik ini. Tetap saja sombong dan tengik!" Tuan Mahawira  menggeram, menajamkan tatapannya pada sang pangeran.

Suasana semakin panas, diselimuti oleh amarah yang membara dari kedua belah pihak.

Aduh, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku akan ketahuan berbohong oleh Pangeran Kalandra. Tapi ... sangat tidak mungkin meminta Tuan Mahawira untuk berbohong dan mencegah hal itu terjadi.

"Ternyata kau masih membela gadis buruk rupa itu, Mahawira. Kau tahu, dia gadis yang sudah merusak persahabatan kita--"

"Kalandra, diam! Kau sendiri yang sudah merusak persahabatan kita. Karena sikapmu yang sombong itulah sebabnya."

"Mahawira!" teriak Pangeran Kalandra sambil mengepal tangannya erat.

"Maju kau, Kalandra!"

Tuan Mahawira siap menerima serangan dari sang pangeran. Namun, dengan lugas aku berlari ke tengah-tengah mereka. "BERHENTI!"

Aku memekik dengan suara menggelegar, membuat dua pria itu langsung terdiam dan menatap ke arahku.

"Kalian tidak semestinya bertarung seperti ini." Kutolehkan wajah ke arah Pangeran Kalandra. "Tuan Kalandra. Maaf, hamba sudah membohongi Tuan. Hamba sebenarnya Cornelia."

Pangeran Kalandra membelalak seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "M-maksud--"

"Ya, Tuan. Hamba Cornelia. Gadis yang selalu Tuan katakan buruk rupa, hitam, jelek, dan entah apa lagi. Maaf, hamba telah membohongi Tuan."

Aku menunduk sebagai rasa hormat dan permintaan maaf kepada sang pangeran. Setelahnya, aku mendekat pada Tuan Mahawira, tuanku yang sebenarnya.

"Tuan Mahawira. Maaf, karena sudah membuatmu kerepotan."

"Dasar, kau gadis merepotkan!"

"Maafkan aku, Tuan."

"Ya, baiklah. Ayo, kita pergi dari sini. Aku sudah muak dengan wajah Kalandra yang sombong itu."

Baru melangkah beberapa meter, Tuan Mahawira berhenti dan kembali menoleh ke arah sang pangeran.

"Hei, Kalandra! Sekarang kau renungkan kesalahanmu! Seseorang yang telah kau anggap buruk rupa ini, telah menjelma jadi gadis cantik."

Seketika aku terkesiap. Tuan Mahawira baru saja mengatakan diriku ini gadis cantik. Apakah itu artinya dia mengakui kecantikanku?

Oh, Tuhan. Kenapa juga aku jadi senyum-senyum seperti ini?

"Kau kenapa, Cornelia? Kenapa wajahmu merah?"

Aku langsung menarik diri dari khayalan. "Hmm, maaf, Tuan. Ayo, kita lanjutkan perjalanan."

Kami pun meninggalkan Pangeran Kalandra yang bergeming sejak beberapa saat yang lalu. Entahlah, yang kulihat ada sebuah penyesalan yang menyelimuti tatapannya. Sebenarnya aku tidak peduli. Yang penting sekarang aku sudah bersama dengan tuanku yang sangat tampan ini.

"Hei! Cepatlah!"

Tuan Mahawira menarik tanganku, lalu membuatku berjalan di sisinya. Aku menelan saliva, jantung berdetak kencang.

-------------------

"Ngomong-ngomong, Tuan. Siapa orang-orang yang menyerang kita kemarin?" tanyaku sambil berjalan.

"Entahlah. Aku tidak tahu dan tidak peduli. Yang penting kau selamat."

Aku belum mengerti dengan maksud perkataan Tuan Mahawira. Apakah itu artinya ia lebih mementingkan diriku daripada nyawanya? Atau aku hanya terlalu percaya diri?

"Kau senyum-senyum lagi? Kenapa?" Tuan Mahawira menarikku dari pikiran tentangnya.

"T-tidak apa-apa, Tuan. Aku hanya mengingat sesuatu yang lucu."

Berjam-jam kami berjalan melalui hutan, hingga puluhan meter di depan sana kulihat begitu banyak orang. Kereta kuda berbaris rapi. Orang-orang sibuk membawa sayur-sayuran.

"Kita sudah sampai di pasar Negeri Angin." Tuan Mahawira menghentikan langkah ketika memasuki area pasar.

Aku terkagum-kagum dengan suasana pasar dan keramaian yang ada. Kulihat orang-orang saling tawar-menawar. Tukang-tukang kereta kuda sibuk membawa barang penumpang.

Sejujurnya aku tidak pernah melihat suasana pasar seperti di Negeri Angin. Padahal, di negeri kami juga banyak pasar, tetapi sangat minim dengan pengunjung. Berbeda sekali dengan yang aku lihat. Suasana yang sangat hidup dan keharmonisan antara pedagang dengan pembeli.

Kreeeoook!

Aku mengernyitkan dahi saat mendengar bunyi perut kelaparan. Kutatap Tuan Mahawira.

"Ada apa kau menatapku?" tanyanya seolah tidak pernah terjadi apa pun.

Aku tahu, pria itu hanya bersikap keren saja.

"Aku mendengar bunyi perut yang kelaparan, Tuan. Apakah itu bunyi perut Tuan?"

"Tidak. Aku sama sekali tidak--"

Kreeeooookkk!

Tuan Mahawira menelan saliva, lalu dialihkannya pandangan ke sembarang arah. "Bukan suara perutku," katanya acuh.

Aku menyipitkan mata memandang tuanku itu, lalu segera meraih tangannya untuk membawa sang pria menuju tempat makan yang sekiranya tersedia di pasar.

"Hei, kau mau membawaku ke mana?!" tanyanya berusaha melawan, tetapi aku tidak peduli. Bagaimanapun juga, aku ini pelayannya, dan harus melayani Tuan Mahawira.

Melihat sebuah tempat makan, aku pun mengajak Tuan Mahawira masuk ke tempat itu.

"Mau ngapain kita di sini?"

"Sudah. Tuan tenang saja," jawabku. "Aku pesan ubi rebusnya, ya."

Sang pedagang pun mengangguk, kemudian mengambilkan beberapa ubi rebus yang telah matang. Ditaruhnya pada sebuah piring.

"Silakan, Nona."

Kuambil ubi rebus yang telah disiapkan, lalu menuntun Tuan Mahawira untuk duduk.

"Ayo, sekarang makanlah, Tuan." Kuletakkan ubi rebus di atas meja sambil memaksa pria itu duduk.

Kulihat Tuan Mahawira menelan saliva saat memandangi ubi rebus yang masih hangat. Kepulan asapnya merasuk ke lubang hidung.

"Tidak perlu sungkan."

"Akan kau bayar pakai apa makanan ini? Aku bahkan tidak membawa koin sepeser pun."

"Tuan tenang saja. Sekarang, nikmati makanannya."

"Dan kau?"

"Aku kenyang, Tuan. Sudah makan."

"Kau makan di mana?"

"Pangeran Kalandra memberiku buah-buahan dan minuman. Jadi, aku masih kenyang sampai sekarang."

Tuan Mahawira mengernyitkan dahi setelah mendengar penjelasanku.

"Kalau begitu, kau makan. Akan kusuapi bila perlu."

Apa?! Tuan Mahawira akan menyuapiku?!

Kualihkan pandangan karena merasa wajahku memerah untuk kesekian kalinya.

"Ayo, duduk!" Ditariknya tanganku oleh pria itu dan membuatku terduduk di sebelahnya.

Setelah mengupas ubi rebus, Tuan Mahawira mengacungkannya di depan mulutku dan berkata, "Ayo, makanlah."

Mata kami beradu pandang. Betapa malu diriku, tetapi mana mungkin aku bisa menolak perhatian itu. Akhirnya, kubuka mulut.

"Kunyah dan nikmatilah," katanya lagi.

Ubi masuk ke mulut, langsung kukunyah dengan perlahan sambil memandangi wajah tuanku yang tampan itu.

Oh, Tuhan. Mimpi apa aku semalam?

Beranjak dari mulutku, ubi yang tersisa, Tuan Mahawira masukkan ke mulutnya. Dan itu adalah sesuatu paling mengejutkan bagiku.

Aku benar-benar dibuat tak dapat berkata-kata. Kini, wajahku pasti tambah memerah.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Tuan Mahawira yang melihat diriku terpaku pada wajahnya.

"U-ubinya," kataku pelan. Tatapanku seolah kosong.

"Ubinya aku makan. Lagi pula masih tersisa yang lain."

"B-bukan itu, Tuan. Tapi ...."

"Tapi? Apa?"

Oh, ayolah, Tuan Tampan. Apa kau sedang berpura-pura tidak tahu? Kau sengaja mengerjai gadis polos sepertiku? Tentu saja, aku tidak bodoh. Dan aku tahu ubi itu bekas bibirku, tapi kau makan juga.

"T-t-tidak ada. Lupakan!" tandasku sembari mengalihkan pandangan.

"Hmm, kau mau lagi?" katanya bersiap menyuapiku.

"T-tidak. Aku sudah kenyang."

Aku segera bangkit dan pergi ke wanita tua yang merupakan pemilik tempat makan itu.

"Nyonya. Aku tidak punya koin untuk membayar makanannya. Kalau tidak keberatan, akan kubayar dengan membersihkan tempat ini," ucapku menawarkan diri.

Wanita tua itu mengembuskan napas panjang. Aku tahu ia pasti kecewa karena sudah memesan, tapi pada akhirnya aku tidak punya koin sepeser pun.

"Baiklah. Kau tidak perlu membayar makanannya. Anggap saja aku bersedekah."

"Y-yang benar, Nyonya?"

"Ya, benar. Lagi pula, aku senang melihat kau dan pria itu. Mengingatkanku ketika masih muda dulu dengan suamiku."

"M-maaf, Nyonya. Tapi ... dia bukan--"

"Oh, tentu saja, Nyonya. Kami ini pasangan yang sangat beruntung, bukan?"

Tiba-tiba saja sebuah tangan bertengger di bahuku. Setelah kutolehkan pandangan ke samping kiri, ternyata Tuan Mahawira. Pria itu merangkulku, terlebih lagi wajahnya begitu dekat di wajahku.

Aku bergeming oleh perlakuan tuanku itu. Apa tujuannya mengatakan kami ini pasangan?

Tidak, tidak, tidak. Aku tidak ingin dipermainkan oleh pria ini. Dasar! Kau pikir aku gadis murahan? Seenaknya saja!

Meski begitu, aku tetap tak bisa menolak perkataannya hingga kusetujui saja dengan mengangguk kepada wanita pedagang itu.

"Kalau begitu, terima kasih banyak," ucapku sambil menundukkan kepala sebagai rasa terima kasih.

"Tak perlu sungkan."

Suara kedebug mengalihkan pandanganku. Sumbernya dari pintu yang ditendang oleh seseorang. Sekelompok orang masuk ke tempat aku berada. Mereka membawa tombak serta perisai berbentuk lingkaran.

"A-ada apa ini?" tanyaku dalam hati.

Kulihat wanita pedagang terkejut melihat orang-orang menyeramkan yang datang mengamuk ke tempatnya.

"Mana upeti untuk minggu ini?!" tanya salah satu orang asing yang baru saja tiba.

Sang wanita menghampiri orang itu. "Maaf, hari ini dagangan hamba tidak banyak yang laku, Tuan. Jadi, hamba tidak bisa membayar upeti untuk--"

"Bukan urusan kami! Kau harus membayar!" bentak sang pria sambil menendang meja dan kursi. Sementara yang lainnya juga ikut membuat keonaran dan memporak-porandakan barang-barang di tempat itu.

Kulihat tangan Tuan Mahawira mengepal keras. Sepertinya aku tahu artinya. Tuan Mahawira benar-benar tidak bisa melihat orang-orang lemah ditindas. Hal itu pun menumbuhkan perasaan ingin ikut campur dengan urusan sang wanita.

Saat Tuan Mahawira membuat pergerakan, aku dengan cepat meraih tangannya dan menggelengkan kepala sebagai isyarat agar ia mengurungkan niatnya.

Setelah menatapku dengan cukup lama, pria itu urung dan membawaku keluar.

--------------------

"Kenapa kau melarangku untuk melawan orang-orang jahat seperti mereka?" tanya Tuan Mahawira saat kami berkeliling untuk mencari tempat singgah di Negeri Angin.

"Aku tidak ingin penyamaran Tuan terbongkar. Lagi pula, Tuan mau hidup seperti orang biasa, kan? Kalau sampai Tuan mengeluarkan kemampuan di negeri ini, orang-orang akan curiga."

"Jadi, begitu?

Aku mengangguk kemudian. Tuan Mahawira menghentikan langkahnya dan menghadap ke arahku.

Ditariknya napas dalam, lalu mulai angkat bicara. "Maukah kau hidup normal denganku di negeri ini?"

"M-maksud Tuan?"

Kenapa aku sangat gugup, Tuhan?

"Kita menikah dan hidup bahagia dengan mempunyai beberapa anak."

Napasku seolah terhenti saat perkataan Tuan Mahawira mendarat di telingaku. Tidak dapat kupercaya kata-kata itu begitu meresap di kedalaman hati, lalu membuatku luluh tak berdaya. Bibirku bergetar, ingin mengatakan "ya", tetapi tak sanggup. Bahkan untuk menolak saja aku tidak bisa.

Apa yang harus kukatakan?

"Enak saja! Tidak akan kubiarkan!"

Pekikan dari kejauhan itu membuat diriku dan Tuan Mahawira menoleh.

"Langkahi dulu mayatku, Mahawira!"

Seorang pria berambut panjang dengan ikat kepala berdiri sambil melesatkan tatapan tajam pada Tuan Mahawira.

"Kau ...."

------------------------------

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Ardhio_Prantoko

    Perfect. Awalnya aku berpikir di chap dua Mahawira mengajak Cornelia kabur adalah dipaksakan dan janggal, tapi sepertinya tidak dan akan terjawab chap selanjutnya.
    Aku bukan fans cerita romance, dalam genre ini aku sangat pilih-pilih. Namun aku jadikan ini roman story pilihanku, ya :D
    Serius, aku suka banget. Kasih tahu aku tiap kali up ya. Aku akan kasih rev kalau sudah jauh. Salam dan terus berkarya dengan luar biasa!

    Comment on chapter BAB 3: Pelukan Hangat Tuanku
Similar Tags
REGAN
7049      2413     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
406      275     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
KUROTAKE
4052      1635     3     
Romance
Jadi pacar ketua ekskul tapi hanya purapura Hal itu dialami oleh Chihaya Hamada Ia terpaksa jadi pacar Mamoru Azai setelah foto mereka berdua muncul di akun gosip SMA Sakura dan menimbulkan kehebohan Mamoru adalah cowok populer yang menjadi ketua klub Kurotake klub khusus bagi para otaku di SMA Sakura Setelah pertemuan kembali dengan Chihaya menjadi kacau ia membuat kesepakatan dengan Chih...
Sugar On Top
111      93     4     
Romance
Hazel Elodie adalah gadis manis berambut pirang dengan hati yang keras seperti baja. Bertahun-tahun setelah ia dan kakaknya, Sabina, 'dibuang' ke London, Hazel kembali ke kota kelahirannya dengan tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya—warisan keluarga yang dirampas secara licik. Namun, kepulangannya tak semudah yang ia bayangkan. Tanpa Sabina, si perisai emosinya, Hazel harus be...
Behind The Scene
1172      486     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
Be Yourself
487      324     0     
Short Story
be yourself, and your life is feel better
ETHEREAL
1244      557     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Dear Groom
449      318     5     
Short Story
\"Kadang aku berpikir ingin seperti dulu. Saat kecil, melambaikan tangan adalah hal yang aku sukai. Sambil tertawa aku melambaikan tangan pada pesawat yang lewat. Tapi sekarang, bukan seperti ini yang aku sukai. Melambaikan tangan dengan senyuman terpaksa padanya bersama orang lain.\"
Senja di Sela Wisteria
409      254     5     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Gino The Magic Box
2984      982     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...