Aku tahu siapa pria yang sedang mencoba ke arahku itu. Namanya Kalandra, Pangeran Kalandra yang dulu selalu mengejekku di istana. Tapi, kenapa bisa dia ada di sini? Apakah dia bertujuan menangkap Tuan Mahawira?
Tidak mungkin Pangeran Kalandra punya tujuan seperti itu. Setahuku, pria itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah Tuan Mahawira. Lagi pula, sudah lama tuanku tidak bicara dengan Pangeran Kalandra.
Kuakui dia memang tampan, tapi sikapnya membuatku muak. Mau bagaimanapun juga, aku tetaplah harus bersikap lembut di hadapannya.
"Apa yang sedang kau lakukan, Gadis Cantik?" tanya Pangeran Kalandra.
Apakah dia tidak mengingatku sama sekali? Dasar pikun!
Oh, ya. Benar sekali. Pria itu mungkin tidak mengenaliku. Pasalnya, ketika sering bertemu dengannya, aku hanyalah gadis hitam yang dekil, buruk rupa, dan tak seorang pun yang menginginkan keberadaanku.
Dan sekarang ketika aku telah menjadi sedewasa sekarang ini, ia tidak mengenaliku.
Akan kukerjai kau, Pangeran Sombong!
"Aduh, aduh! Kaki hamba, Tuan. Kaki hamba sakit, Tuan. Hamba baru saja terjatuh dari tanah terjal itu," kataku berpura-pura sambil sesekali melihat ekspresi wajah pangeran sombong itu.
Segera pangeran tampan itu memasukkan pedang ke dalam sarung yang ia ikat di pinggang sebelah kiri. Setelahnya, ia memeriksa bagian kakiku.
"Apa ada yang terluka?" tanyanya sambil terus memperhatikan kakiku yang begitu kotor.
Saat aku akan memukul punggung sang pria, ia lebih dulu mendongak. Aku pun mengurungkan niatku itu.
"Aduh, aduh, Tuan. Kaki hamba sakit sekali. Hamba tidak bisa berjalan."
Pangeran Kalandra mengembuskan napas panjang. Jelas sekali ia kebingungan melihatku merintih kesakitan.
"Baiklah. Kau sebenarnya mau ke mana? Aku bisa membantumu," tawarnya sambil mengangkat sebelah alis.
"Hamba sedang mencari makanan dan minuman, Tuan. Tenggorokan hamba rasanya kering sekali."
"Oh, begitu. Aku tahu tempat kita bisa mendapatkan air. Mari, kubantu kau berdiri."
Sang pangeran mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Tidak kusangka, setelah dilihat-lihat lebih lama, ia cukup tampan juga.
Aduh, apa yang aku pikirkan! Tidak, tidak! Aku sudah punya Tuan Mahawira! Aduh, lagi-lagi aku salah bicara. Tidak, tidak. Aku tidak menginginkan pria itu.
Segera aku menyambut uluran tangan sang pangeran tampan.
"Tanganmu sangat lembut," ucapnya pelan yang seketika membuat kedua pipiku merona. Aku langsung menyembunyikan wajah.
"Hah? Kau kenapa?"
"Tidak apa-apa, Tuan. Maaf, hamba jadi merepotkan Tuan."
"Tidak apa-apa. Ayo! Aku akan menuntunmu ke tempat kita bisa menemukan air dan makanan."
Dibantunya aku berjalan oleh Pangeran Kalandra. Sebenarnya aku hanya pura-pura pincang saja. Padahal, kakiku tidak benar-benar sakit.
Sang pangeran membawaku ke sebuah gubuk tua di tengah hutan.
"Kita ada di mana, Tuan?" tanyaku sambil memperhatikan bangunan tua yang terbuat dari bambu itu.
"Tenang saja. Aku tidak akan menyakitimu. Ini adalah tempat peristirahatanku. Aku punya air dan makanan."
Sampai di gubuk reyot milik sang pangeran, ia membantuku duduk di kursi memanjang yang telah dilapisi dengan jerami.
"T-terima kasih, Tuan."
"Tidak perlu sungkan. Dan jangan berkata terima kasih lagi. Aku senang membantu siapa pun."
Aku heran dengan Pangeran Kalandra. Mengapa dia berubah drastis dari yang seharusnya adalah pria sombong dan manja? Lagi pula, senyum dan tingkahnya yang sekarang sangat bertolak belakang dengan Tuan Mahawira. Apa jangan-jangan aku telah salah menilai sang pangeran?
Kalau begitu ... aku berdosa karena telah membencinya.
Tak lama kemudian, pria itu keluar dari dalam gubuk reyot miliknya sambil membawa air serta makanan.
"Ini, kau minum dulu. Kau pasti sudah sangat kehausan."
Diletakkannya gelas dari anyaman bambu dan sepiring buah-buahan di hadapanku. Tanpa basa-basi, aku langsung meneguk air karena memang sudah sangat haus dari kemarin.
"Sudah kuduga. Kau sangat haus. Ngomong-ngomong, kau ini siapa, Gadis? Kenapa bisa kau ada di hutan ini? Dari mana kau berasal?" cecar sang pangeran dengan pertanyaan.
Setelah meletakkan kembali gelas, aku menjawab, "Hamba tidak tahu, Tuan. Hamba lupa kenapa bisa ada di hutan ini."
"Apa?! Apa terjadi lupa ingatan denganmu?"
"Ah, hamba tidak tahu, Tuan."
"Aku heran satu hal. Apa kau tahu aku seorang pangeran? Dari caramu bicara denganku, artinya kau sudah mengenalku. Apa itu benar?"
Aduh, aku lupa! Kenapa juga aku bicara sangat formal dengannya?
Aku memutar-mutar bola mata. Mencari-cari alasan yang sekiranya pas agar pria itu tidak curiga denganku.
"Hmm ... hmm ...."
Ditatapnya diriku makin lamat.
"Hmm--"
"Ah, mungkin hanya kebetulan. Tapi, mulai sekarang kau jangan bicara seformal itu denganku. Aku memang seorang pangeran di sebuah kerajaan, tapi aku sedang menjalani latihan di sini."
Aku mengangguk-anggukkan kepala sembari mengembuskan napas lega. Untung saja Pangeran Kalandra tidak meneliti lebih jauh tentang hal itu.
"Jadi, kau tinggal sendiri di sini?"
"Benar. Aku tinggal sendiri untuk mengasah kemampuan bela diri yang sudah lama kupelajari."
Kembali aku mengangguk. Sebenarnya membosankan sekali berbicara soal dirinya. Entah mengapa dia terkesan begitu menonjol-nonjolkan dirinya. Padahal, aku tidak mau tahu tentang apa pun itu. Pertama, itu bukan urusanku. Kedua, aku tidak peduli. Ketiga, aku ingin segera mencari keberadaan Tuan Mahawira.
Aku berpura-pura saja mendengarkan cerita tentang dirinya, tetapi mataku sibuk mengelilingi sekitar hutan. Aku harap bisa menemukan tuanku itu. Aku rindu sekali dengannya.
Apakah dia tertangkap? Dan jangan-jangan dia sudah ada di istana, lalu dihukum oleh ayahanda?
"Hei, kau kenapa?"
Pangeran Kalandra membuatku terkesiap. Seketika aku menarik diri dari khayalan.
"Eh? I-iya. Aku ... tidak apa-apa."
Pria itu mengangguk. "Oh, ya. Aku belum tahu namamu. Aku Kalandra Prawira Baladewa."
Aku kembali bergeming. Jika memberitahukan namaku yang sebenarnya, aku yakin pria itu akan segera mengingat semuanya. Mataku menerawang, mencari sebuah nama yang kiranya pas untuk kusebutkan.
"Aku ... aku ... R-Rosa ... lina," ucapku terbata-bata. "Ya, namaku Rosalina."
"Oh."
Kulihat Kalandra seperti kecewa setelah aku menyebutkan nama itu.
"Kau tidak asing di mataku. Mungkinkah kita pernah bertemu sebelumnya?"
"T-tentu saja tidak pernah, Tuan. Ini pertama kalinya kita bertemu."
"Benar juga. Mana mungkin kita pernah bertemu. Tapi ... jika diperhatikan lebih teliti, wajahmu mengingatkanku pada seseorang."
Segera aku melengos, mengalihkan pandangan ke sembarang arah.
"Memangnya siapa orang itu, Tuan?"
"Aku lupa namanya. Tapi kau lebih cantik darinya. Mana mungkin kau mirip dengan gadis buruk rupa sepertinya."
Menyebalkan! Yang dia maksud pasti Cornelia. Dan Cornelia itu adalah aku, kau tahu?!
Saat itu, aku ingin sekali mengakui diriku ini Cornelia, seseorang yang dulu sering kali ia jadikan bahan hiburan. Namun, aku berusaha membendung keinginan itu. Akan jauh lebih merepotkan jika ia mengetahui siapa aku sebenarnya.
"Kalau begitu, aku pamit, Tuan. Terima kasih atas minuman dan makanannya," ucapku seraya bangkit.
"Hei, kau mau ke mana?!" tanyanya dengan khawatir. "Sepertinya keadaanmu belum memungkinkan untuk berjalan."
"Tidak apa-apa, Tuan. Aku bisa berjalan. Rasanya sudah tidak sakit lagi. Lagi pula, aku juga sedang mencari seseorang."
"Seseorang? Siapa yang kau cari itu?"
"Temanku, Tuan. Aku tiba-tiba saja ingat sedang mencari temanku. Kami terpisah setelah jatuh dari tanah terjal."
"Hmm, jadi kau sudah ingat? Kalau begitu, kau harus memberitahuku di mana kau tinggal."
Kualihkan pandangan. Kenapa aku begitu bodoh?
"Kenapa? Kau tidak ingin--"
"Tuan, maaf. Aku bukannya tidak ingin memberitahumu, tapi kalau soal tempat tinggal, aku belum ingat apa pun."
Aku sadar bahwa Kalandra tidak semudah itu dibodoh-bodohi. Dari awal pun aku sudah tahu ia orang yang keras kepala dan akan melakukan apa saja demi tercapai keinginannya.
"Kalau begitu keadaanmu belum cukup membaik. Kau harus tinggal di sini untuk sementara waktu."
Tiba-tiba Pangeran Kalandra menarik lenganku. "Satu lagi yang membuatku bertanya-tanya. Kenapa kau mengenakan mantel?"
"Oh, ini. Aku dapat di tengah hutan, Tuan. Maaf, bisakah Tuan melepaskan tanganku? Aku ... sedang buru-buru."
"Tidak bisa. Kau harus tinggal lebih lama di sini. Aku hanya takut terjadi sesuatu denganmu."
Pria itu bersikeras membuatku tinggal di gubuk reyotnya. Aku tak tahu harus bagaimana. Ada perasaan takut yang muncul secara tiba-tiba. Bagaimana jika pria itu di malam harinya melakukan hal-hal aneh padaku?
Tidak, tidak, tidak.
Memikirkannya saja membuatku bertambah takut.
Aku berusaha melepaskan tangan dari cengkeramannya, tetapi tenaga pria itu sangat besar sehingga sangat sulit bagiku.
"Tolong, lepaskan aku, Tuan!"
Kalandra semakin keras menarik tanganku sehingga tak dapat kutahan. Tubuhku condong ke depan, lalu terjatuh. Namun, Kalandra menangkapku dengan lugas. Mata kami saling bertemu satu sama lain.
Menatap mata pria itu membuat dadaku berontak. Namun, aku segera sadar dan langsung melepaskan diri darinya. Tanganku masih digenggamnya dengan erat. Aku menoleh ke sembarang arah.
"Tuan, lepaskan aku."
Pria itu tidak merespons, sementara itu aku tak berani kembali menatapnya.
"Kalandra! Lepaskan dia!"
Sebuah bariton menggema di telinga, membuat leherku berputar-putar mencari sumber suara itu. Aku sangat mengenalnya. Sangat, sangat mengenal suara itu.
Di mana dia?
Saat menghadapkan wajah ke depan, sebuah pisau kecil yang kukenali melesat cepat, tetapi berhasil melewati diriku. Kalandra yang berada di belakang berhasil menangkap benda tajam yang memiliki ukiran naga itu.
"Berani-beraninya kau datang kemari." Kalandra geram dan menggertakkan giginya. "Akan kucincang kau, Mahawira Tengik!"
Segera dilepaskannya diriku oleh Kalandra. Ia melompat tinggi sambil mengeluarkan pedang miliknya, lalu menebas pohon setinggi lima meter hingga ambruk. Dari balik pohon itu, muncullah ia yang selalu kudambakan.
T-Tuan ....
------------------------
Perfect. Awalnya aku berpikir di chap dua Mahawira mengajak Cornelia kabur adalah dipaksakan dan janggal, tapi sepertinya tidak dan akan terjawab chap selanjutnya.
Comment on chapter BAB 3: Pelukan Hangat TuankuAku bukan fans cerita romance, dalam genre ini aku sangat pilih-pilih. Namun aku jadikan ini roman story pilihanku, ya :D
Serius, aku suka banget. Kasih tahu aku tiap kali up ya. Aku akan kasih rev kalau sudah jauh. Salam dan terus berkarya dengan luar biasa!