Read More >>"> Mendadak Halal (8. Mengikat) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mendadak Halal
MENU
About Us  

Di Jakarta, dua buah keluarga tengah berkumpul menjadi satu. Sedang membahas sesuatu hal penting yang harus dipikir matang-matang terlebih dahulu jawaban yang akan mereka katakan nanti.

"Kami, kemari ingin menyampaikan niat baik anak saya untuk mempersunting cucumu hen"ujar pria paruh baya yang memiliki jenggot panjang agak putih karena usia.

"Oh..., kalau begitu sampaikan langsung kepada ayahnya cucuku" ujar hendra menatap ayman yang juga bergabung bersama mereka.

"Ternyata teman abi menjodohkan aku dengan cucunya" batin Azzam.

"Kehadiran saya kemari ingin mengikat anak bapak menjadi istri saya. Tapi, saya ingin akadnya besok"ucap Azzam mantap sambil menatap ayman.
Azzam merasa tak asing dengan wajah calon Ayah mertuanya.

"Hmmm, gak terlalu cepak nak?. anak saya sedang tidak ada dirumah. Dia tengah pergi menata hatinya sebelum menikah"ujar ayman yang tengah membenarkan posisi duduknya.

"Menata hati?untung apa dia menata hati. Ouh...jangan-jangan itu yang membuatnya nangis waktu itu." batin azzam

"Lebih cepat lebih baik, apalagi ini niat baik pak" lanjut azzam dengan senyuman. Terlihat semua sanak keluarga mengangguk setuju dengan ucapan azzam barusan.

"Tetapi, cucu saya tidak akan pulang kerumah sebelum melewatkan 6 bulan lamanya ia disana? apa nak azzam gak keberatan?, kalau keberatan pernikahannya bisa ditunda dulu sementara waktu." timpal hendra.

"Saya siap, menunggunya sampaikapanpun tetepi sebelum itu saya harus mengikatnya terlebih dahulu dengan sebuah ikatan yang sakral yaitu pernikahan. Agar dia bisa menjaga hatinya disana dan saya pun juga sama halnya" lagi-lagi azzam bicara mantap dihadapan keluarga calonnya membuat calon mama mertuanya merasa kagum.

"Kalau begitu, saya mau telpon anak saya dulu. Menyuruhnya untuk pulang kerumah" ujar ar sambil menekan beberapa digid nomor di hpnya.

"Biar papa saja ar" ar hanya mengangguk menuruti perintah papanya.

"Hallo, assalammuallaikum"ujar hendra saat panggilan itu tersambung.

"Waalaikum salam" jawab seseorang dari sebrang sana

"Kakek mau bilang sesuatu yang penting sama kamu"

"Iya, ada apa kek?,kakek mau bilang apa?"hendar melirik semua orang yang ada diruang tamu.

"Besok dirumah ada acara, kamu pulang sekarang bisa?"

"Gak, bisa kek. Emang acara apa sih? kan aku sudah bilang sama kakek. Aku pulangnya nanti setelah 6 bulan disini. Sedangkan aku juga baru 2 minggu kurang disini."

"Kamu harus pulang sayang, karena ini acara sangat penting buat kamu." henda menjeda kalimatnya sambil mengambil nafas dalam-dalam lalu dibuangnya perlahan.

"Karena Besok acara pernikahan kamu nak"lanjut hendra

"Apa!!!"pekik killa

"Kakek tunggu dirumah, sesuai janji kamu. Pulang atau tidak,  pernikahan akan tetap terlaksanakan" ujar hendra memberi penekanan pada kata 'sesuai janji kamu'

"Kakek tutup ya, Assalammualaikum"

***

 

Killa pov.


"Tapi, kek-, waalaikum salam" belum sempet gue menolak, kakek sudah memutuskan pangilan secara sepihak. Membuat gue mendengus sebal atas keputusan yang kakek buat.

MENIKAH?!!!!
.
.

BESOK?!!!
.
.
.
GAK! Mungkin kan?, tolong seseorang bangunin gue dari mimpi buruk ini!, plis cubit pipi gue woy!. Atau perlu tengelamin gue kerawa-rawa sekarang juga!!.

Aakkhhhhh!!....gue bakal menikah besok?!

Dan satu kalimat dari mulut kakek yang masih gue inget dengan jelas pake bangett... 'pulang atau tidak, pernikahan akan tetap terlaksana' kata-kata itu terekam jelas diingatan gue, seperti kaset rusak yang berputar tanpa henti. Memberikan efek yang luarbiasa bagaikan tersambar petir disiang bolong membuat tubuh gue seketika mematung saat mengingatnya.

Tak lama gue merasakan sakit dikepala gara-gara memikirkan kalimat itu. Lilis yang mengetahui perubahan raut wajah gue, seketika itu ia langsung bertanya"mbak gak papa?"tanya lilis panik.

"Eh,,ee..gak papa kok lis. Gue cuma sedikit pusing. Udah selesaikan makannya?, balik yuk?" ajak gue,yang diangguki lilis.

Diperjalannan balik gue gak banyak ngomong. Biasanya gue selalu nyerocos kaya sepur dan selalu membuat lilis kuwalahan menjawab pertanyaan gue sangkin kebanyakan. Lilis pun tak mempermasalahkan perubahan mood gue saat ini. Buktinya dia hanya diam tanpa mau ikut campur urusan pribadi gue.

Sampai divilla gue langsung masuk kamar buat merebahkan tubuh gue yang cukup lelah. Memejamkan mata untuk menikmati kenyamanan dan berharap semoga rasa kantuk mendatangi gue.

"Semoga ini hanya mimpi" gumam gue saat rasa kantuk itu datang.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags