Pagi ini adalah pagi terburuk yang pernah Ale alami. Dia terbangun dengan mata bengkak dan sembab serta adanya lingkaran hitam di sekitarnya. Wajah Ale kusut. Penampilannya berantakan dengan rambut yang terlihat habis disambar petir. Dia terlihat seperti zombi yang baru saja dibangkitkan.
Jangan ditanya kenapa Ale terbangun dengan kondisi seperti itu, semuanya disebabkan oleh CINTA.
Iya, Cinta. Cowok paling mengesalkan yang telah membuat Ale menguras sebagian uang tabungannya yang telah dia kumpulkan dengan susah payah sejak SMP hanya untuk membelikannya sepasang pakaian di sebuah mal besar di Jakarta kemarin. Tak tanggung-tanggung, dia meminta paksa alias mencuri barang-barang bermerek yang cukup menguras dompetnya itu dari toko dan membuat Ale harus membayar sambil menahan dongkol di dalam hati. Mentang-mentang dia makhluk astral. Ale jadi kena getahnya karena tindakan usil hantu gila itu.
Memang cukup mengherankan sih. Yang benar saja, masa hantu minta dibelikan baju. Awalnya Ale juga bingung. Mana bisa hantu berganti pakaian, makan atau minum? Tapi kata Cinta, hantu juga bisa makan dan berganti pakaian asalkan benda-benda itu memang dipersembahkan untuknya. Ale percaya tidak percaya, tapi begitu melihat baju di tangannya sama persis dengan baju yang telah dikenakan hantu itu, juga Cinta memakan makanan yang Ale berikan, akhirnya Ale terpaksa menyetujui teori tersebut.
Ale beranjak dari kasur dengan malas sambil memeluk sebuah stoples kaca yang sejak semalam menemani tidurnya. Ale menaruh benda dengan tinggi 20 centimeter yang berbentuk segi enam itu di atas rak meja belajar, tempat stoples itu berada seharusnya. Dia lalu pergi keluar menuju kamar mandi.
Hanya dalam 15 menit, penampilan Ale berubah total, dia terlihat rapi dengan pakaian seragamnya dan rambut yang diikat satu di belakang, kecuali mata zombi Ale yang masih kentara sekali terlihat. Ale tidak bergegas ke luar kamar. Dia masih duduk terpaku di depan meja belajar. Menatap sendu ke arah lembaran-lembaran uang tabungannya yang jadi menipis lalu mendesah pelan sambil meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Ale membuka aplikasi WhatsApp.
“Ck! Masa udah hampir dua bulan tapi gak ada satu pun pesan yang masuk buat gue?” keluhnya jengkel.
Yang Ale maksud adalah pesan khusus yang meminta Ale untuk melakukan pekerjaan apa saja dengan bayaran sukarela yang biasa dilakukannya dengan anggota tim Teilzeit. Kalau pesan biasa yang berisi chatingan tidak jelas sih Ale sudah sering menerimanya. Bahkan obrolan di grup kelasnya saja tidak ada satu pun yang dia baca. Maka tak jarang Ale ketinggalan informasi. Beruntung dia punya sahabat yang sabarnya luar biasa untuk sering mengingatkan dan memberitahunya seperti Olin.
Ale menatap ponselnya dengan nanar. Uh! Dia benar-benar dalam masa krisis sekarang. Kalau dibiarkan begini terus, bisa-bisa dia kehilangan sumber penghasilan uang terbesarnya, maka dia harus mencari cara agar bisa mengganti uang tabungannya yang telah hilang.
Lebih tepatnya, uang yang telah dipakai CINTA!
Ale meletakkan kembali ponselnya, lalu mulai mendengarkan dengan saksama. Kesunyian pagi ini membuat Ale bisa mendengar suara-suara di luar kamarnya dengan sangat jelas, termasuk panggilan dari orang bersuara berat yang Ale yakini berasal dari dapur, yang meminta Ale untuk segera memakan sarapannya. Ale membalas dengan sebuah dehaman. Begitu pun saat orang itu berpamitan untuk berangkat kerja, hanya kata ‘ya’ yang keluar dari mulut Ale tanpa berusaha menampakkan diri sedikit pun.
Ale memang sengaja. Dia tidak mau ayahnya melihat mata zombi miliknya. Bisa-bisa pagi ini menjadi semakin buruk dengan ceramah panjang dari ayahnya yang membuat telinga Ale berdengung setiap kali mendengarnya. Ale tidak mau itu terjadi. Maka, dia keluar kamar begitu suara ayahnya tidak terdengar lagi.
“Eh ada minuman kemasan Ale-Ale,” seruan Cinta yang pertama kali menyambut Ale begitu telah sampai di dapur. “Kenapa tuh muka? Mau saingan sama temen-temen gue? Masih kurang total. Lo tambahin dulu deh saus tomat di bawah mata biar kelihatan berdarah-darah gitu. Gue yakin lo lebih cantik dari si kunti penunggu toilet cewek di sekolah lo. Mau gue bantu sini!” Cinta tergelak puas.
Dasar hantu gak tahu diri emang, sungut Ale. “Berisik lo! Minggir sana! Jauh-jauh dari gue.”
“Bisa aja lo Alang-alang. Pake minta jauh-jauh segala. Gue tahu kok kalau gue gak ada, lo kangen setengah mati sama gue.”
Ale berpantomim pura-pura ingin muntah sambil menatap jijik pada Cinta. Kok bisa ada hantu se-tidak tahu malu seperti dia. Kenapa juga, dari semua jenis hantu, hanya Cinta yang dapat dilihat oleh Ale? Dapat berkomunikasi pula dengannya, kecuali kontak fisik sih memang. Kalau bukan karena pertemuan paling aneh waktu itu terjadi, mungkin saat ini Ale yang memang bukan anak indigo dapat tetap hidup aman, tenteram, dan sejahtera tanpa gangguan dari setan sinting semacam Cinta. Ale benar-benar menyesal pernah mendatangi ‘area kosong’ yang dikenal tempat paling terlarang untuk dikunjungi di sekolahnya. Mungkin ini yang dinamakan karma karena dirinya bandel saat itu. Ah sudahlah.
Bunyi dering bernada pelan membuat Ale buru-buru kembali ke kamarnya. Dilihatnya ada sebuah notifikasi pesan pada benda persegi panjang itu. Ale bergegas mengecek. Barangkali ini harapan yang dinantikannya sejak tadi. Tapi, hati Ale langsung merosot begitu melihat isinya.
Olin Unika
Le
Jangan lupa bawa buku tugas kimia gue
Lo gak lupa kan kalo hari ini dikumpulin?
Kalea_Nirbita
Udah gue bakar kemarin Lin
Ale sengaja menjawab asal. Kalau digambarkan dalam bentuk komik, mungkin saat ini kepalanya telah dipenuhi kepulan asap saking kerasnya dia menahan dongkol. Dia lalu melirik sinis ke arah Cinta yang entah sejak kapan telah berjongkok di atas meja belajarnya sambil bertopang dagu dan menunjukkan gigi-giginya yang masih tetap terlihat putih walau Ale tak pernah tahu kapan terakhir kali Cinta menyikatnya.
“Gue ganteng yah?” tanya Cinta tiba-tiba sambil terkekeh. “Habisnya lo lihatin gue kayak yang terpesona gitu. Tenang, gue emang ganteng.”
“Neraka di mana neraka?” tanya Ale frustrasi sambil mengusap mukanya. “Lo—Cebol sialan, tanggung jawab!” tunjuk Ale tepat di depan muka Cinta. “Gue gak mau tau yah, besok kita harus udah dapat kerjaan lagi.”
“Besok? Gila lo. Gak sekalian aja sekarang?” sindir Cinta sambil turun dari meja lalu mengekor Ale yang telah keluar kamar menuju ruang tamu.
“Sekarang? Bagus dong. Gue tunggu nanti sore,” tantang Ale sambil memakai sepatu.
Cinta merengut. “Lo itu udah melanggar aturan Undang-Undang Perhantuan tahu! Seenaknya aja lo memperkerjakan hantu tanpa ampun. Kena sangsi baru tahu rasa lo.”
“Eh lo tuh yang udah melanggar. Memeras manusia seenak jidat. Lo harus tanggung jawab udah ngehabisin duit tabungan gue. Lo kira yang lo pake sekarang itu gratis? Sorry yah, gak ada yang gratis di dunia ini. Dan lo udah janji bakal gantiin uang gue semalem waktu gue mau bakar baju lo itu, jadi gak usah protes.”
Cinta sekakmat. Dia lalu mengumpat sambil mengacak rambutnya. Ale sendiri tersenyum puas menikmati raut kekalahan di wajah Cinta. Hantu itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil memasang wajah resah. “Besok deh Le, maksimal. Gila lo! Gue harus cari ke mana orang yang butuh jasa dari Teilzeit?”
“No protes! Lo kan yang nantangin sekarang tadi. Lagian jadi setan jangan manja deh. Lo ‘kan bisa pindah-pindah tempat sesuka hati lo. Cari orang yang butuh bantuan itu gampang buat lo. Kalo perlu lo kelilingin tuh seluruh pelosok kota Jakarta. Masa seluas ini masih aja gak ada satu pun. Ya ‘kan?”
Cinta mengerang kesal saat mendapati Ale telah selesai mengenakan sepatunya dan bersiap meninggalkan rumah tanpa memakan sarapannya. Eh sarapan?
“Le, duduk-duduk manis dulu sambil sarapan. Kita diskusi ulang soal tugas gue. Yah, yah?”
“Gak ah. Gue mendadak kenyang lihat muka abstrak lo. Kalau mau, buat lo aja. Bye,” seru Ale sambil melambaikan tangan setelah meraih ranselnya yang tadi diletakkan di samping lalu melemparkan senyuman termanis untuk Cinta. “Selamat menjalankan tugas, Abang Cinta yang ganteng kayak kingkong.”
“Sialan lo Alay!”
👻👻👻