Loading...
Logo TinLit
Read Story - (L)OVERTONE
MENU
About Us  

Melani menerawang ingatannya ketika bersama Arga beberapa waktu lalu. Ia benar-benar tidak sadar karena meneteskan air mata ketika alunan melodi Arga memenuhi telinganya. Sebenarnya memang itulah yang ia harapkan saat ingin sekali mendengar Arga memainkan gitarnya. Permainan gitar lelaki itu selalu saja bisa membuat Melani melayang-layang, bahkan ketika sedang dilanda masalah, alunan gitar Arga pasti akan membuatnya teringat terus-menerus.

Kini, Melani sedang berada di kamarnya sembari memeluk boneka Minion miliknya. Tampak sangat jelas wajah Arga di dalam bayangannya. Bagaimana lelaki itu memainkan gitar dengan harmoni, terlihat sangat jelas. Bahkan, Melani sampai tersenyum-senyum seorang diri.

Sebelumnya, ia tidak yakin untuk bisa membuat sang dewa gitar yang telah lama vakum kembali memainkan melodi khasnya. Namun, ternyata ia berhasil juga karena terus mendesak lelaki itu.

“Yang seharusnya pergi dari sini itu kamu! Karena ini adalah rumah saya!”

Tiba-tiba, suara sebuah pertengkaran mengganggu jalannya khayal di kepala Melani. Raut wajah perempuan itu seketika berubah sendu. Ia pun membenamkan kepalanya di bawah bantal, menutup kupingnya agar suara-suara pertengkaran di luar tidak ia dengar.

Melani sudah bosan sekali mendengar suara pertengkaran dari kedua orang tuanya itu. Oleh karena itulah Melani menyukai musik. Baginya, musik adalah penenang hatinya kala galau menghampiri. Terlebih lagi, alunan gitar Arga selalu dapat membuat hati Melani luluh lantak dan merasa tersirami air yang segar.

Prang!

Suara itu masih dapat didengar oleh Melani, bahkan kini suara gemeremang dari perabotan-perabotan dapur terdengar memekakkan bagi gadis tersebut. Melani merasa sangat muak, ia pun bangkit dan berniat pergi dari rumah bagai neraka itu.

Melani berjalan dengan cepat, melewati kedua orang tuanya yang tengah adu argumen. Meskipun sadar bahwa sang anak lewat di hadapan, sepasang suami istri itu tidak memedulikan sang anak yang berwajah sendu.

Melani berusaha mencari ketenangan dan kegembiraan sendiri. Entah di mana, tetapi ketika beberapa meter sampai di jalan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan, sebuah pikiran hinggap di kepalanya untuk menemui Arga sore ini.

-----

Arga sedang berada di kamarnya yang gelap. Ia tak menyalakan lampu, bahkan menutup semua gorden serta lubang tempat keluar masuknya udara. Cahaya dari komputer menerangi wajah lelaki tersebut. Tampaknya ia sedang berselancar di internet, melihat berbagai jenis dan warna gitar.

Sayup-sayup Arga mendengar suara sebuah besi yang dibenturkan. Ia memfokuskan pendengarannya dan menyadari bahwa suara itu berasal dari gerbang rumahnya. Arga keluar untuk memeriksanya.

Setelah membuka pintu depan, dari celah-celah gerbang itu ia melihat sesosok gadis yang begitu ia kenali. Melani. Dahi Arga seketika mengernyit. Ia belum mulai melangkahkan kakinya, ragu untuk membukakan gadis itu pintu gerbang. Akan tetapi, Melani melihat Arga yang berdiri di teras rumahnya sambil memperhatikan.

“Woi! Gue, nih.” Melani berusaha mengatakan bahwa yang bertamu adalah dirinya. Gadis itu melambaikan tangannya agar Arga segera membukakannya gerbang. “Woi! Bukain ini!”

Arga melepaskan napas gusar. Ia sepertinya akan dipenuhi rasa kesal lagi kali ini. Akhirnya, dengan langkah gontai Arga menuju pintu gerbang, lalu membukakan Melani.

“Ada apa?” tanya Arga ketika berhasil membuka gerbang sedikit, cukup untuk membuat tubuh Melani yang mungil itu masuk.

“Gue … capek. Minta minum, dong!”

Sebelum Arga mulai melangkah ataupun menawarkan untuk masuk, Melani dengan kehendaknya sendiri melangkah duluan di depan Arga dan masuk ke rumah besar tersebut.

“Kebiasaan lo seenaknya di rumah orang.”

“Gue, kan, udah bilang minta minum.”

“Tapi gue belum nawarin lo masuk.” Arga kesal, jelas sekali dari raut wajahnya.

Berhasil masuk ke rumah, Melani duduk di sofa pada ruang tamu.

“Eh, gue minta minum. Capek gue jalan ke sini.”

Arga hanya mengernyitkan dahi sebelum akhirnya melangkah ke dapur untuk mengambilkan gadis tersebut air putih dingin.

“Nih!” Arga membelikan sebotol mineral dingin kepada Melani. Sang gadis mengambilnya dengan lugas dan segera menenggaknya.

“Ah, seger!” ucapnya sambil meletakkan botol di atas meja.

Menyadari Arga menatap pada dirinya, Melani mengerutkan dahi dan bertanya, “Ada apa?”

“Udah, kan, minumnya? Udah seger, kan?”

Melani mengangguk.

“Nah, sekarang elo pulang.” Arga berkata dengan halus.

“Nggak, ih! Gue mau di sini dulu rebahan.” Tak peduli dengan perkataan Arga, Melani langsung merebahkan dirinya di atas sofa.

Sialan bange, nih, cewek! Seenaknya aja di rumah orang, batin Arga yang melihat ke arah Melani dengan kesal. Lelaki tersebut punya ide kemudian, lalu menganggukkan kepalanya sambil menyeringai.

Ia duduk di sofa yang sama dengan Melani, tepatnya di atas kepala gadis tersebut. Arga terdiam sambil menatap Melani dengan lamat.

Melani menyadari tingkah Arga yang rada-rada aneh, lantas menatap Arga tanpa mengubah posisinya yang telentang. “Lo ngapain?”

Arga tak menjawab, ia terus saja memandangi gadis dengan kaos berwarna biru tersebut.

“Eh, ngapain, sih, lihatin gue kayak gitu?” tanyanya semakin heran. “Jangan-jangan elo mau ngapa-ngapain gue, ya?”

“Ih, amit-amit gue sama cewek kayak lo.” Arga menyambut, lantas mengurungkan niatnya untuk mengerjai Melani.

Gadis tersebut beranjak dari posisi berbaring, dan duduk.

“Boleh lo cerita, kenapa lo nggak mau lagi main gitar?” tanya Melani yang duduk di ujung sofa. Posisi keduanya sama-sama di ujuang dan cukup renggang.

“Kemarin, kan, gue main gitar.”

“Itu, kan, karena gue yang maksa lo. Alasan yang sebenarnya kenapa lo nggak eksis kayak dulu lagi, kenapa?”

Arga mendengkus kasar. Ia mulai lagi menundukkan wajahnya tanpa ekspresi. Teringatlah suatu masa ketika sang ibu yang berusaha datang ke konser perdananya, ternyata harus meregang nyawa.

“Woi! Kok ngelamun? Woooiii!”

Teriakan Melani membuyarkan lamunan Arga, seketika terkejut.

“Apa-apaan, sih, ngagetin orang.” Arga kembali berwajah kesal.

“Lo yang apa-apaan. Ditanya malah ngelamun.” Melani mencebikkan bibirnya, lalu mengambil napas panjang.

Kembali Arga menundukkan wajahnya. Akan tetapi, sepasang tangan malah ia rasakan memegang kedua pipinya. Arga cukup membelalak karena wajahnya dipaksa untuk mendongak. Yang ia lihat, Melanilah yang tengah di hadapannya sambil memegangi pipi Arga.

“Lo nggak boleh nunduk! Gue tahu mungkin ada sesuatu yang sangat berat elo pikirkan. Tapi … gimanapun beratnya, elo harus tetap tegak! Elo jangan lemah, dong, jadi cowok!” tegas Melani yang berapi-api. Ia bermaksud untuk menularkan semangatnya kepada Arga.

Tak lama kemudian, Melani melepaskan tangannya dari kedua pipi Arga, lalu duduk di sebelah sang lelaki. Sangat dekat.

Arga malah hanya terdiam, degup jantung ia rasakan bertambah cepat.

“Gue kabur dari rumah.” Melani buka suara, berkata yang sejujurnya kepada Arga. “Lo tahu nggak? Keadaan di dalam keluarga gue itu, kacau banget. Papa dan Mama tiap hari bertengkar. Gue nggak kuat di rumah itu. Udah bagaikan neraka bagi gue.”

Arga belum mau bersuara. Ia juga tidak menyangka bahwa gadis yang periang seperti Melani ternyata menyimpan sebuah cerita yang kelam. Apalagi ia punya masalah di dalam keluarganya. Arga pun merasa sangat kalah dengan Melani yang masih bisa tersenyum dan tertawa meskipun masalah berat ia alami.

“Itulah kenapa gue seneng denger alunan gitar elo. Saat gue ngerasa sendiri, ngerasa sangat kecewa sama Mama dan Papa, cuma alunan gitar elo yang bikin gue tenang. Meskipun kadang melodi yang elo mainkan bertema sedih, gue tetap senang. Dan itu membuat gue ngerasa bebas.”

“Maaf.”

“Kenapa lo minta maaf?”

“Gara-gara musik gue, elo jadi sedih.”

“Geblek! Bukan gara-gara musik lo, sih. Lebih tepatnya, musik lo itu memberikan gue bebas sebebas-bebasnya. Pokoknya gitulah.” Melani akhirnya tercengir menghadap Arga.

“Oh, ya. Gue, kok, nggak ngelihat orang tua lo? Ibu lo ke mana?”

Seketika Arga terdiam. Kembali wajah beku ibunya membayangi lelaki tersebut. Seketika wajah Arga menegang, dadanya berdegup cepat karena bayangan-bayangan kematian ibunya semakin dalam memasuki pikirannya. Arga menggeleng-geleng sehingga membuat Melani mengernyitkan dahi heran. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi dengan lelaki di sebelahnya.

“Woi! Lo kenapa?!”

Ketika Melani menepuk bahu Arga, sontak Arga berteriak, “PERGI DARI SINI!”

Hening dan canggung. Mata Melani membulat sempurna karena kaget.

--------

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
If Only
395      266     9     
Short Story
Radit dan Kyra sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat dan berpisah, hanya karena sebuah salah paham yang disebabkan oleh pihak ketiga, yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Masih adakah waktu bagi mereka untuk memperbaiki semuanya? Atau semua sudah terlambat dan hanya bisa bermimpi, "seandainya waktu dapat diputar kembali".
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14808      3206     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
The Reason
11391      2187     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Story of time
2511      1009     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
IMAGINE
400      287     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Aku Benci Hujan
7903      2195     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
ATHALEA
1458      669     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
SarangHaerang
2305      948     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
Perempuan Beracun
76      71     5     
Inspirational
Racuni diri sendiri dengan membawanya di kota lalu tersesat? Pulang-pulang melihat mayat yang memilukan milik si ayah. Berada di semester lima, mengikuti program kampus, mencoba kesuksesan dibagian menulis lalu gagal. Semua tertawa Semua meludah Tapi jika satu langkah tidak dilangkahinya, maka benar dia adalah perempuan beracun. _________
Time and Tears
570      433     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...