Selamat membaca 😄
----------
Langkah Jiro semakin dekat. Rin tidak mungkin terus-menerus mundur karena bisa membuat orang lain celaka. Jadi, Rin memutuskan untuk berbalik dan lari ke belakang.
Ketika Rin berbalik, tubuhnya menabrak rekannya yang sedang membawa nampan berisi pesanan. Sontak, nampan itu terjatuh dan suara pecahan terdengar jelas. Semua pesanan menjadi berantakan. Pecahan piring dan gelas tercecer di mana-mana. Rin merutuki atas tindakannya. Sedangkan rekannya mendelik kesal.
"Apa yang kau lakukan, Rin? Semuanya jadi berantakan seperti ini!" seru rekannya sambil membersihkan bajunya yang terkena tumpahan sup.
Para pelanggan restoran ikut penasaran dengan apa yang terjadi. Mereka saling berbisik dan menganggap bahwa Rin ceroboh dan tidak becus melakukan pekerjaan. Bahkan, di antara mereka ada yang mengumpat.
Rin membungkuk minta maaf. Dia tidak tahu akan terjadi kecelakaan seperti ini. Tangan Rin bergerak untuk ikut membersihkan baju rekannya. Namun, langsung disentak sangat keras hingga tubuhnya jatuh terdududuk.
"Bersihkan kekacauan ini! Aku tidak sudi kau menyentuhku!" bentak rekan kerjanya itu lalu berlari ke belakang.
Ken berniat untuk membantu Rin. Namun, Rin menghentikan aksi Ken.
"Tidak perlu, biar aku yang membersihkan. Lanjutkan saja makanmu. Maaf, sudah merepotkan." Bila Rin sudah berkata demikian, Ken tidak bisa berbuat lebih.
Rin bangkit membersihkan kekacauan yang terjadi. Beling-beling dikumpulkan dengan hati-hati. Tumpahan makanan dan minuman dilap lalu dipel bersih. Para pelanggan sempat mengagumi hasil kerja Rin.
"Sebenarnya, apa yang terjadi antara kau dengan Rin?" tanya Masaki penasaran. Pasalnya, Jiro belum bercerita apapun sedari tadi.
Jiro yang masih diam berdiri, mendaratkan tubuhnya di kursi. Dia bercerita tentang kebohongan yang dibuat untuk Masaki dan tentang Rin yang kabur karena Jiro melihat apa yang dilakukan perempuan itu. Masaki dan Ken menyimak dengan baik.
"Selama mengenal Rin, aku baru tahu kalau dia sehebat itu dalam bermain basket," puji Ken bangga. Dia menemukan lagi rahasia Rin yang terkuak.
"Kalau memang seperti itu, mengapa Rin kabur begitu melihatmu? Apa dia malu?" tanya Masaki yang disambut gelengan oleh Jiro.
"Entahlah, aku tidak tahu," jawab Jiro singkat. Dia akan mencari tahu mengapa Rin menghindar darinya. Padahal, dia hanya ingin mengajak Rin berbincang.
*****
Di toilet, Rin menangis sejadi-jadinya. Dirinya sangat ceroboh hingga melakukan kesalahan fatal. Meski dia sudah meminta maaf kepada rekannya, perkara ini tidak akan selesai begitu saja. Rekannya yang masih tidak terima, membawa masalah ini kepada atasan. Pasti sebentar lagi, Rin akan dipanggil.
"Rin, atasan memanggilmu untuk datang ke ruangannya sekarang," panggil Yamada dari luar. Jantung Rin berdegup kencang. Hal yang ia takutkan akan terjadi.
Rin menghapus air matanya. Dia meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hatinya berdoa agar dirinya tetap bekerja di sini.
Sampainya di depan ruangan atasan, Rin mengetuk pintu sebagai tanda kedatangannya. Setelah mendapat izin, Rin memasuki ruangan itu dengan perasaan yang sedikit kacau.
"Okaerinasai, silakan duduk," sapa Shou selaku pemilik Restoran Sakurajaya. Pawakannya yang tinggi dan atletis membuat semua wanita terpikat. Mereka akan mengira bahwa Shou masih single. Padahal, beliau sudah mempunyai istri berdarah Brazil dan dua orang anak yang masih balita.
Rin sangat mengenal baik keluarga Shou. Setiap akhir pekan, Rin pasti meluangkan waktu untuk sekadar berkunjung atau bermain dengan anak-anak Shou. Rin sudah menganggap Shou sebagai ayah, begitu juga sebaliknya.
Rin membungkuk sebagai tanda hormat. "Maafkan aku, Otousan. Aku tidak sengaja melakukannya. Aku tidak tahu kecelakaan ini akan terjadi. Otousan boleh menghukumku, tapi tolong jangan pecat aku. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini."
Shou tersenyum tipis lalu berucap, "Aku tidak marah karena masalah ini. Aku tahu kalau kamu tidak sengaja melakukannya. Lain kali, kamu lebih hati-hati dalam bekerja. Untung saja, pecahannya tidak melukaimu."
Rin tersenyum lebar lalu memeluk Shou. Betapa beruntung memiliki sosok ayah seperti Shou, meski tak sedarah. Dia berjanji akan membuat Shou bangga.
Shou membalas pelukan itu lalu mencium kepala Rin dengan tulus. Dia sangat menyayangi Rin sebagai anak angkatnya. Membuat Rin bahagia merupakan suatu tugas Shou.
"Arigatou gozaimasu, Otousan. Maaf sudah membuat Otousan kecewa dan khawatir."
"Tidak apa-apa, Rin. Melihat kamu baik-baik saja membuatku lega."
"Kalau begitu, apa aku bisa kembali bekerja?"
"Tentu saja, anakku."
Rin melepas pelukan itu lalu membungkuk sebentar sebagai tanda pamit. Setelah mendapat izin, Rin meninggalkan ruangan.
Shou duduk di kursinya sambil menyeruput teh hijau yang sudah mendingin. "Seandainya kau adalah anak kandungku," gumam Shou berharap.
*****
Sepulang dari restoran, Jiro memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Rumah minimalis dan percampuran gaya yang dibangun dengan beton. Concrete Box, rumah yang terinspirasi dari karya-karya Tadao Andi dan membuat para penghuninya merasa nyaman. Namun bagi Jiro, rumahnya adalah neraka. Dia membenci tinggal di rumah ini.
"Tadaima!" seru Jiro begitu dirinya berada di depan pintu sambil melepaskan sepatu olahraganya yang berwarna putih.
"Okaeri," jawab Natsumi, Ibu Jiro dari dalam tanpa memunculkan batang hidungnya. Jiro paham bahwa ibunya berada di dapur.
Jiro berjalan mendekati ibunya. Dia mencium aroma masakan yang tengah dimasak. Masakan ibunya memang tidak bisa tertandingi. Jiro berani menantang bahwa masakan ibunya tidak kalah saing dengan para koki di restoran.
"Okasan sedang memasak apa?" tanya Jiro yang sudah berdiri di samping ibunya.
"Makanan kesukaanmu, Chicken Katsu," jawab Natsumi tengah menyiapkan makanan itu di piring.
"Apakah Otousan sudah pulang?"
"Mungkin sebentar lagi. Sudah sana, duduk di meja makan. Kita makan malam bersama."
Jiro terkekeh lalu menuruti perintah sang ibu. Di meja makan, sudah tersedia beberapa jenis makanan. Perut Jiro meronta minta diisi.
"Tadaima!" teriak seseorang dari luar. Siapa lagi kalau bukan ayah Jiro, Akio Ishikawa. Wajahnya terlihat lelah. Dia langsung menuju ruang makan.
"Okaeri," jawab Natsumi yang melihat Akio datang. "Mandilah sana. Badanmu penuh keringat dan bau."
Akio terkekeh kecil. "Aku sangat lapar, Natsumi. Biarkan aku makan dulu," dalihnya kemudian.
"Ya sudahlah, terserah kau saja."
"Itadakimasu," ucap mereka bertiga lalu makan dengan tenang.
Jiro menyantap makanan favoritnya secepat kilat. Tanpa memperdulikan tatapan Natsumi yang sedikit cemas. Beliau tahu mengapa Jiro seperti itu. Dari matanya, Natsumi bisa membaca kalau Jiro ingin menghindar dari Akio.
"Jiro, aku ingin bertanya kepadamu," ucap Akio begitu melihat Jiro selesai makan.
"Apa Otousan akan menanyakan hal yang sama? Dan jawabanku tetap tidak," jawab Jiro enteng. Dia tidak ingin menuruti keinginan sang ayah yang bertentangan dengan mimpinya.
Akio mengepalkan tangannya, bersiap untuk memukul Jiro. Namun, dia tidak bisa melakukannya jika Natsumi ada di sini. Pasti Natsumi akan membela Jiro.
"Sudahlah, Akio. Kau berlebihan dalam mendidik anak. Jangan memaksakan Jiro untuk melakukannya," cetus Natsumi berusaha melerai.
"Natsumi, aku ingin menentukan yang terbaik untuk masa depan Jiro. Bukankah kau mendukung keputusanku?" jawab Akio.
"Memang. Tapi, Jiro tidak mau melakukannya. Aku tidak bisa berbuat apapun selain menerima. Biarkan Jiro menentukan hidupnya sendiri. Dia bukan anak kecil lagi," sahut Natsumi untuk menyadarkan suaminya yang keras kepala.
Jiro berjalan ke kamar lalu membaringkan tubuhnya yang lelah. Dia pusing mendengarkan perdebatan orang tuanya yang pasti akan berujung keributan.
Jiro muak dengan ayahnya yang selalu menuntut dirinya menjadi pengusaha. Jujur, Jiro lebih suka bermain basket daripada harus berkutat dengan dokumen-dokumen yang membuat kepalanya meledak.
Laki-laki itu memejamkan mata. Dia berharap agar ayahnya sadar akan kemauannya yang bertolak belakang.
~~~~~~~~~~
*Arigatou gozaimasu : terima kasih banyak
*Tadaima : aku pulang
*Okaeri : selamat datang (non formal)
*Itadakimasu : selamat makan
Like juga yah "Popo Radio"
Comment on chapter PRAKATAhttps://tinlit.com/story_info/3023