Read More >>"> Bersua di Ayat 30 An-Nur (Pertemuan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bersua di Ayat 30 An-Nur
MENU
About Us  

"Aku akan mencoba sekuat batu karang yang beberapa kali tegar terguncang ombak"

 

Aisyilla Hawna Al-Farizy


Namaku Aisyilla Hawna Al-Farizy. Aku anak terakhir dari empat bersaudara dan semua kakaku perempuan. Aku terlahir dari keluarga yang serba kecukupan tetapi keluargaku jauh dari agama. Aku sering di asingkan keluargaku, seperti aku bukan bagian dari mereka. Yah, karena aku sudah tahu alasanya. Aku anak haram dari ayahku. Ayahku menjalin hubungan gelap dengan seorang pelacur dulu hingga pelacur itu hamil dan meminta pertanggung jawaban ayahku. Ayahku awalnya tidak mau mengakuinya, karena ia tak yakin aku hasil hubungan mereka.

Seperti yang kita ketahui pelacur tidak hanya melayani satu pria tetapi juga banyak pria yang mengantrinya.
Tapi setelah aku lahir dan di tes DNA hasilnya memang aku anak hasil hubungan mereka berdua. Ibu kandungku meninggalkanku dan ayah. Aku di rawat nenek karena mama tiriku benci diriku mulai dari kecil hingga sekarang. Bahkan sikap ayah juga dingin kepadaku serta kakak-kakakku yang selalu membentak dan menghinaku.

Meskipun keluargaku orang kaya, aku tidak bersekolah di sekolah yang elit seperti kakak-kakakku. Oh ya, aku dengan kakak pertamaku berbeda satu tahun, dan dengan kedua kakak kembarku umur kita sama hanya berbeda 4 bulan lebih muda diriku. Kita dari kecil selalu bersama hingga mereka tahu kenyataan dari mama tiriku bahwa aku anak haram saat itu usiaku menginjak 10 tahun. Aku tidak tahu maksud mama tapi cukup mengerti perbuatan mama yang selalu menyiksaku bahkan mengadu kepada ayah tentang kesalahan kecil yang pernah ku perbuat kadang mama dengan sengaja melempar kesalahan kakak-kakakku terhadapku. Aku hanya diam tidak melawan walau aku benar. Aku teringat ucapan nenek, air mataku menetes tanpa ku perintah. Dihadapanku sekarang adalah makam nenek, dia sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Setiap hari jum'at aku selalu mengunjungi makam nenek dan mengirim doa untuknya.

Nenek adalah orang yang baik, tidak pilih kasih, selalu menjagaku bahkan membelaku saat mama menyiksaku dengan kesalahan yang tak pernah kulakukan. Nenek pernah bilang
" Nduk, kamu harus jadi wanita yang tegar seperti masithah, wanita yang terjaga kehormatanya seperti Aisyah, jadilah permata yang sederhana tapi memukau seperti sayyidah Fatimah. Nenek yakin kamu bisa menyadarkan keluargamu. Kamu adalah permata yang terpendam di dalam kabut hitam. Meski kamu cuma sekolah madrasah kamu bisa sejajar dengan kakak-kakakmu. Ingat sayang, ilmu akhirat dan dunia harus imbang. Manfaatkan dunia hanya untuk akhirat. Allah selalu melihat apa yang kita kerjakan. Setiap perbuatan ada balasanya" ucap nenek sebelum dia benar-benar menutup mata.

Aku tersenyum, bahkan sebelum meninggal nenek masih bisa mengatakan pesan itu dengan lancar. Nenek memang tidak menderita penyakit apapun. Allah memudahkan proses pemanggilanya. Ya rabb, berikanlah nenek hamba tempat terbaik disisiMu. Lapangkanlah liang lahatnya amin.

Selesai menabur bunga aku beranjak meninggalkan makam. Kerudung dan cadarku bergelayut manja di sapu angin. Sore ini udaranya sangat sejuk membuatku tersenyum di balik cadar. Aku berjalan menelusuri jalan raya. Aku tak punya uang untuk naik angkot, karena memang aku tidak pernah di kasi sepeser uang saat umurku sudah mencapai 17 tahun. Mungkin mereka ingin aku lebih mandiri dan bisa merasakan kehidupan di luar. Aku berjalan kaki terus di melewati jalanan trotoar. Sampai mataku menangkap sosok tua renta yang sedang menyebrangi jalan raya yang sangat ramai. Aku memicingkan mata nenek tua itu berada di tengah jalan raya bahkan klakson mobil bersahutan. Dari arah kiri aku melihat truk melaju cepat tepat dimana nenek itu berdiri. Aku berlari tak peduli siapapun yang menghalangi jalanku.

"Permisi.. maaff"
"Eh.. mbak kalo jalan hati-hati dong. Dasar wanita bercadar zaman sekarang tidak tau adab!" Sinis perempuan paruh baya 35 tahunan.

Aku tidak menghiraukan ocehan ibu itu cukup meminta maaf setelah aku mengatakan permisi kepadanya. Karena yang terpenting keselamatan nenek itu.

" Nenek awass!" Teriaku berhasil kutangkap rubuh rentanya ke sisi kiri jalan. Kurang lima detik saja aku tidak bisa membayangkanya.
Aku meringis, tanganku lecet dan kakiku tergores aspal karena menopang tubuh nenek. Handsocku pun robek. Tapi tidak masalah bagiku, yang terpenting nenek ini selamat.

" Nek, nenek tidak kenapa-kenapa?" Tanyaku.
Nenek itu menangis, aku takut jika dia sakit atau kenapa-kenapa.
" Tidak nak, nenek baik-baik saja. Terima kasih sudah menolong nenek yang rabun ini. Nenek hanya ingin mencari cucu nenek. Dia meninggalkan nenek di mobil sendiri" ujarnya.

"Mbak gak kenapa-kenapa?" Tanya  salah satu dari orang-orang yang mengerubungi kami.
"Alhamdulillah saya baik- baik saja" jawabku.

Aku membantu nenek ini berdiri dan membawanya ke tempat ia inginkan. Aku berhenti di sebuah restorant yang mewah nan megah. Aku berusaha masuk tapi satpam menghalangi kami. Dan menyangka aku dan nenek adalah pengemis.

"Ngapain kemari, ini bukan tempat untuk mengemis. Sana pergi!" Ucap satpam dengan berewok yang tumbuh di sekitar wajahnya.
"Assalamu'alaikum pak. Maaf pak, saya hanya ingin mengantarkan nenek ini kepada cucunya" ucapku.
"Alasan! sudah kamu pergi dari sini. Dasar pengemis!" Usir satpam ini kedua kalinya.

Mau tidak mau aku dan nenek pergi dari sini dan menunggu di depan gerbang. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya cucu yang nenek maksud keluar.

"Nak, itu dia cucu nenek. Namanya David." Ucap nenek tersenyum
"Apa nenek tidak salah?" Tanyaku ragu. Pria yang di tunjuk adalah bukan sembarang pria. Stylenya sangat modis. Dia adalah pria yang cukup tampan dengan setelan jas hitam yang dikenakanya menambah nilai plusnya. Dia menoleh kemari dan menghampiri kami berdua.

"Nenek, ngapain nenek kesini. David kan sudah menyuruh nenek,untuk tetap di mobil. Nenek,habis menangis ya!" Ujar pria yang bernama David.
David memandangku dengan tatapan mengintimidasi. Mungkin dia bingung siapa yang ada di samping neneknya.

"Kamu siapa? Dan apa yang kamu perbuat dengan nenek saya?" Tanyanya menelisik.

" Aku hanya ingin menolong nenekmu. Dia kebingungan mencarimu." Jawabku

"Bohong! Kamu pasti ingin memanfaatkan nenek saya ya, ingin memeras saya!" Tuduhnya.

"Masyaallah tidak" balasku

"Aahh... jangan sok alim deh! Pergi kamu dari sini dan jangan ganggu nenek saya lagi!" Usirnya.

" Baiklah, aku akan pergi dari sini. Lain kali jangan tinggalkan nenek sendirian.  Nek, aku pamit dulu ya. Assalamu'alaikum" pamitku.

Aku meneruskan perjalanan pulang dengan menahan rasa sakit di tubuhku. Aku takut jika aku pulang terlambat mama akan memarahiku. Karena aku harus menghidangkan makan malam untuk mereka.

Gerbang rumah terbuka lebar, sepertinya Ayah sudah pulang. Aku mengetuk bel rumah dan mengucap salam. Tak lama kemudian, pintu terbuka terpampanglah sosok kak Aira kakak pertamaku.

"Assalamu'alaikum kak"salamku

"Waalaikum salam. Dari mana saja kamu! Udah petang gini baru pulang kelayapan!" Bentak kak Aira kakak pertamaku.

"Mau dari mana lagi kak. Pasti dia goda om-om hidung belang di luar sana,buat dapat uang. Ya gak Mey hahhahaha" ucap kak Naila dan kak Meyla menertawakanku.

"Dasar jalang. Kamu itu munafik! Mencoba berlindung di balik cadar. Memang wajahmu secantik apa hah! Malu yah wajahnya jelek makanya pakai cadar hahaha. Dasar anak pelacur!" Kata-kata kak Aira menusukku. Dengan mengingatkan ku kepada ibuku. Aku harus tetap bersabar sampai kesabaran itu sendiri lelah dengan kesabaranku.

"Maaf kak, tadi Hawna dari makam nenek. Hawna sudah izin sama mama dengan mengerjakan tugas rumah sebelum pergi." Tuturku.

"Hah! Alasan! Dasar pembohong!"  Sentak kak Meyla.

"Aira, Nayla, Meyla ada apa ribut - ribut!" Suara Ayah menyahut dari dalam.

" Ini yah si upik abu pulang - petang habis dari goda om-om di jalanan!" Tuduh kak Naila.

"Engga kak.. " aku menggeleng kepala aku memang tidak melakukan hal seperti itu.

" Biarkan dia masuk Aira!" Sahut Ayah.

Kak aira memberi jalan aku masuk ke dalam rumah. Baru saja aku melangkah kakiku tersandung kaki kak Meyla membuatku terjungkal ke depan.

"Hahhhaha jalan itu pake mata" ujar kak Meyla melewatiku ketiga saudaraku menertawakanku. Aku bangkit dan segera menuju ke kamar mandi untuk mempersiapkan sholat maghrib.


David Dylano Morgan itulah namaku. Aku adalah presdir dan pemilik perusahaan batu bara terbesar di indonesia. Umurku masih 27 tahun, aku lulusan S2 di Harvad university. Jika kalian bertanya tentang usiaku memang sudah matang untuk menikah. Tapi sayangnya aku tidak tertarik dengan yang namanya menikah. Bagiku lebih enak membujang dan bersenang-senang dengan apa yang aku miliki. Untuk apa menikah? Jika lubang kenikmatan bisa ku beli. Lagi pula punya anak menyusahkan, punya istri pun merepotkan. Dunia ini harus di nikmati bukan.

Di sampingku terpanpang tubuh wanita yang telanjang bulat dengan keringat yang melumuri badannya hasil pergulatanku dengannya. Dia adalah skretarisku, cukup puas telah menyetubuhinya meski tidak perawan, aku pun tak pernah merasakan perawannya seorang wanita. Karena aku tidak akan mebobol kesucian dari seorang wanita, aku masih menghargai wanita. Ku rusak saja wanita yang sudah rusak. Selama ini banyak sekali wanita - wanita yang mengejarku karena nafsu fisik dan hartaku. Mengiming-imingi tubuh mereka sampai menawarkanku virginnya secara cuma-cuma. Kenapa aku merendahkan wanita? Jawabanya karena semua wanita itu sama murahannya.

Pikiranku melayang mengingat sosok wanita bercadar dengan setelan gamis merah maroon yang aku temui bersama nenekku tadi sore.

Falshback on

" kamu tidak seharusnya membentaknya seperti itu David. Dia telah menolong nenek dari kecelakaan tadi. Tangan dan kakinya luka meski dia bilang baik-baik saja nenek tahu dia menahan sakit. Dia perempuan yang baik dan tulus. Dan memiliki hati yang sabar nan cantik" kata nenek mebuatku membisu. Aku membentak bahkan menuduhnya yang tidak-tidak tetapi dia sama sekali tidak memarahiku karena sikapku.

"David tidak tahu nek. David menyesal" balasku.

"Minta maaflah kepadanya David" tutur nenek

"Iya nek jika tuhan mempertemukan kami kembali" Jawabku dan menuntun nenek masuk ke dalam mobil.

Falshback off

Wanita yang unik, aku sering sekali menemui wanita bercadar di jalan. Tapi entah kenapa wanita ini membuatku terus memikirkanya bahkan penasaran dengan wajah di balik cadar. Apa wajahnya sangat cantik hingga dia menyembunyikanya, apa tubuhnya sangat seksi di dalam pakaian longgarnya. Apa dia hanya mencari sensi saja, supaya semua orang mengecap dirinya alim.

Tapi aku tidak akan melepasnya begitu saja. Dia membuatku tertantang, aku akan mencarinya dan ku robek cadarnya. Akan menjadi rekor jika seorang David berhasil menyetubui dan merayu wanita itu. Bisa saja dia munafik seperti kebanyakan wanita bercadar lainya.

"Tunggu tanggal mainya sayang" ucapku tersenyum sinis

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags