Kerinduan terhadap gadisku tengah melanda hatiku. Sudah tepat satu bulan aku terkurung dalam sangkar emas, yang dibuat mamiku.
Mami menyita ponsel juga semua dokumen penting milikku. Tak ada tanda pengenal bahkan kartu atm yang terpaut di dompetku. Aku hanya di ijinkan pergi ke Mall dan itupun harus dengan 2 pengawal ditambah satu gadis manja, Gracia.
Tak nyenyak tidurku, makanku pun tak teratur. Aku baru tahu bahwa aku bisa sekacau ini tanpa gadisku. Aku salah, saat aku berfikir bahwa aku mungkin akan berpaling saat aku menyerah pada perasaanku. Perasaanku sudah sedalam itu terhadap Azza.
Di mulai dari dia yang selalu membelaku disaat semua teman sekelas berkata bahwa aku adalah laki-laki pemarah, semaunya sendiri, dan kejam. Berlanjut saat dia selalu memberitahuku tentang tugas sekolah yang tidak kuketahui karena tidak masuk sekolah. Bahkan dia sampai mau membantuku mengerjakan tugas tanpa pamrih. Dia berhasil membuatku tertawa dengan kepolosannya.
Dia sesederhana itu, tapi perasaanku sesempurna ini.
Kubanting seluruh bingkai foto yang ada foto mami serta Gracia bersama, ku porak-porandakan kamar itu.
Tak menunggu begitu lama, mami serta Gracia menghampiriku yang sudah dalam keadaan sangat kacau. Aku bahkan sampai memecahkan kaca di kamar mandi, yang membuat darah segar mengalir dari tanganku.
"Mami bilang satu minggu, tapi sekarang udah satu bulan mami kurung Varo disini" Ucapku dengan suara datar, namun dengan menunjukan wajah kecewaku.
"Mami cuma mau kamu bisa deket sama Gracia, Al... Biar bagaimanapun juga kalian akan dijodohkan setelah kalian dewasa"
"Persetan dengan perjodohan!! Varo punya pilihan Varo sendiri mih, ngga butuh anak manja kayak dia " Kini suaraku mulai meninggi.
"Kamu single juga kan Al, kenapa tidak terima saja keputusan Mami?" Kini Gracia membuka suaranya. Tangan dia bersidekap didepan dada, menunjukkan betapa angkuhnya dia.
Aku menarik nafas, mencoba menetralkan emosiku. Berharap tanganku tak tergerak untuk melukai gadis pemaksa itu.
"Gue udah bilang ke lo,,, gue udah jatuh cinta sama cewek di Indonesia. Dia yang gue butuhin buat perbaikin hidup gue" Ucapku dengan suara datar, namun menatap Gracia dengan tajam.
"Aku tahu kok! cewek wajah lokal dengan jerawat di pipi serta keningnya kan" Ucap Gracia dengan senyuman merendahkan.
Aku mendesis, geram sekali pada gadis di depanku. "Sadar ngga sih? Lo juga wajah lokal di negara lo!"
Ekspresi Gracia mulai terlihat kesal dengan pernyataanku, padahal aku mengucapkan yang sebenarnya kan?
"Kamu tidak perlu mengelak Al, kamu masih disini karena menanti Bella kembali kan? Masih berani kamu menyalahkan mami kamu untuk menutupi kekecewaan kamu karena Bella tidak kunjung datang?"
Deg!
Entah mengapa jantungku berdebar saat mendengar ucapan Gracia.
"Jangan asal ngomong, lo itu ngga tahu apa-apa!!" Sanggahku.
Dia mendekatiku, dan berjalan mengelilingiku. "Aku ngomong yang sebenarnya Al, kamu bisa saja melakukan semua ini saat kamu ingin pulang di minggu itu. Kamu bahkan bisa bertahan disini selama satu bulan, apa kamu yakin bahwa alasan kamu kecewa karena tidak bisa melihat gadis lokal kamu itu. Bukankah karena kamu berharap bisa bertemu Bella?"
Aku mendesis kesal, perkataan Gracia sedikit mengusik hatiku "Mami ngga usah nurutin kemauan gadis manja ini, Varo ngga suka mami bohongin Varo dengan alasan itu lagi" Aku menjeda ucapanku sebentar, karena melihat ekspresi terkejut dari mami.
"Jangan sampai kejujuran mami, Varo anggap sebagai lelucon dan kebohongan. Jangan sampai mami nyesel saat Varo ngga lagi percaya sama mami. Varo pamit" Ucapku tegas yang membuat mami meneteskan air mata yang sedari tadi dia tahan.
"Demi seorang wanita asing kamu menyakiti mami Al.. Tega kamu!!" Teriak mami dengan suara bergetar, yang masih dapat kudengar dari balik pintu rumah besar itu.
Aku pergi ke bandara dengan mendorong koper milikku, aku merindukan gadisku. Terimakasih kepada papiku yang mau mengurusi semua kebutuhanku, papi memang sudah mengetahui bagaimana egoisnya mamiku. Yang perlu kalian tahu adalah mamiku memang sakit, mentalnya sedikit terganggu sejak kejadian memilukan terjadi dihadapannya. Saat papi membawa wanita lain kerumah kami di Indonesia.
Setelah sampai di indonesia aku mengirim pesan pada Azza. Sebelumnya ponselku memang ditahan sehingga tak bisa menghubungi siapapun, aku seperti hilang ditelan bumi. Tapi beruntungnya karena aku menemukan ponselku di kamar Gracia, sebelum kurencanakan untuk membuat kekacauan besar di rumah mami.
Aku meminta Azza pergi ketaman dekat rumahnya. Memang sudah malam, tapi aku sudah menyuruh supirku untuk menjemput dia dan meminta ijin langsung ke orangtua Azza.
Aku harus bertemu dengan Azza dan memastikan perasaanku, ini semua karena perkataan Gracia yang terus terngiang dalam fikiranku.
"Apa benar gue bukan ditahan, tapi gue bertahan karena berharap bisa ketemu Bella?" Batinku.
Aku menunggu selama 20 menit. Azza keluar dari mobilku, dia menghapiriku. Sebelum dia berbicara, dengan cepat kulemparkan jaket yang kubawa itu ke tubuh Azza. Kupeluk dirinya yang sudah terbungkus oleh jaketku. Dia diam seribu bahasa tak membalas pelukanku ataupun bergerak sedikitpun.
"Za, gue kangen banget sama lo" Ucapku pada Azza setelah melepaskan pelukan serta mengambil kembali jaketku yang membungkus tubuhnya.
Kulihat Azza meneteskan air matanya. "Kamu kemana aja Varo? Kamu ngilang gitu aja setelah saya nolak kamu. Apa saya menyakiti kamu separah itu, sampai kamu menghilang seperti ditelan bumi. Tanpa kabar berita, saya sampai menyalahkan diri saya sendiri. Saya minta maaf kalau sampai melukai perasaan kamu" Ucap Azza. Dia menunduk dalam-dalam, air matanya masih saja menetes dipipinya.
Kusapu air matanya dengan ibu jariku. "Za, lo ngga harus ngomong begitu. Gue terima kok keputusan serta perasaan lo yang ngga sama kayak gue" Ucapku tulus, sungguh aku hanya ingin menyampaikan kerinduanku. Bukan untuk membahas penolakan saat itu.
"Bukan gitu. Saya juga kehilangan kamu, kamu udah jadi kebiasaan saya dan ketika kamu hilang gitu aja. Dada saya sesek Var. I miss you too"
Aku terdiam tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.
"Saya sayang kamu, saya suka sama kamu. Tapi saya ngga bisa mencintai kamu. Karena saya ngga mungkin menduakan Allah, dengan lebih mencintai hamba-Nya dibandingkan DIA" lanjutnya.
Aku membeku ditempat dengan tatapan kosong, kejutan yang Azza berikan terlalu berlebihan untukku. "Cukup Za, jantung gue terus berdetak cepat banget. Sakit Za, tapi perut gue geli"
Azza terkekeh, dia pukul lenganku dengan manja. "Sebesar itu kamu suka sama saya Var?"
Kulemparkan lagi jaketku ke tubuhnya, menutup tubuh bagian atas serta kepalanya, kupeluk lagi dia. Aku tidak berani menyentuh bagian yang tidak tertutup oleh jaketku, aku menghormatinya dengan segala batasan nya.
"Varo, jangan cari kesempatan" Ucapnya dalam dekapanku.
Sekarang aku yakin jika aku memang ditahan, bukan betahan. Karena Bella hanya masalalu ku, Gracia hanya membuatku bingung pada perasaanku.
"Kita official yah Za?" Tanyaku padanya, setelah melepas pelukanku.
"Tanya ayah aja sana" Titahnya dengan malu-malu.
Kupasangkan jaket milikku ke tubuh Azza, dia memundurkan langkahnya sedikit.
"Kamu ngga mau meluk aku lagi kan?" Tanyanya menyelidik.
Aku terkekeh "Percaya diri banget sih lo itu!!"
Azza memukul lenganku lagi "Bukan percaya diri, tapi waspada"
"Eh iya, tadi kayaknya lo bilangnya nya aku deh bukan saya lagi" Ucapku berusaha menggodanya.
Dia tersipu malu "Yaudah kalau ngga boleh" Ucapnya sebelum berlalu meninggalkanku. Selalu saja seperti itu.
"Za"
Dia menoleh ke arahku yang berada dibelakangnya, tapi dia tidak menjawabnya.
"Lo udah makan belum?" Tanyaku.
Dia menggeleng "Belum, gimana mau makan. Orang baru aja aku mau makan, eh udah dijemput pak supir" Ucapnya dengan kesal, dia terlihat sedikit lebih manja sekarang.
Aku melangkah mendahuluinya, tak lupa kutarik lengan Azza yang tertutup jaketku. "Yaudah makan yuk"
"Eh" Ucap Azza karena terkejut dengan perlakuanku.
***
Kami sudah berada di salah satu restaurant terdekat, tadi Azza sempat mengajakku untuk makan dirumahnya saja. Tapi sudah jelas aku tolak, tidak mungkin aku mau diganggu dengan ayah serta tante Kia.
"Jadi kenapa kamu ngga masuk sekolah selama satu bulan?" Tanya Azza, setelah menelan makanan yang ada di mulut nya.
Aku tersenyum, ku seruput minuman ice tea ku. "Gue ditahan sama mami gue".
Kulihat wajah Azza keheranan, namun dia tidak menanyakan nya.
"Kenapa ngga tanya lagi?" Tanyaku sembari menatap matanya.
"Aku ngga mau ikut campur sama urusan keluarga kamu, itu privasi kamu".
"Kalau gue mau curhat ke lo tentang masalah keluarga gue gimana? Apa lo mau ikut campur?" Tanyaku menyelidik.
Dia tersenyum " Saat seseorang mau bercerita tentang permasalahan nya ke orang tertentu, itu berarti orang itu spesial dan bisa dipercaya. dan kalau kamu memilihku untuk membagi bebanmu denganku, aku bersyukur. Aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu, tapi aku ngga bisa ikut campur dalam setiap keputusanmu"
Ucapnya, yang mampu menghangatkan hatiku. Aku merasa masih ada juga orang yang perduli denganku.
"Makasih untuk hari ini Azza nya Varo" Ucapku yang membuatnya salah tingkah.
Aku terkekeh melihat dia menyedot sendok yang dia genggam, mungkin dia fikir itu adalah sedotan pada minuman nya.
Azza menatapku balik sembari tersenyum kikuk padaku. Aku menatapnya dengan tatapan teduhku.
"Za nanti gue kerumah lo yah" Ucapku yang membuat dia tersedak makanan nya.
Aku menyodorkan orange jus miliknya untuk dia minum "Nih, jangan disedot lagi sendoknya".
Dia melototiku yang mulai tersenyum jahil kepadanya.
"Gue mau ke rumah lo, mau ucapin terimakasih ke orang tua lo karena sudah melahirkan tulang rusuk gue".
Uhuk!
Kini dia tersedak minumannya sendiri, aku menyodorkan sendokku kali ini. "Nih, mendingan sedot sendok aja deh. Biar ngga keselek"
Dia mendengus kesal, dia menyudahi kegiatan makannya. "Kamu bisa ngga jangan pakai gue lo kalau ngomong sama aku?" Tanya nya dengan hati-hati.
"Za, gue udah terbiasa pakai panggilan kayak gitu. Lagian itu tuh ngga menunjukkan kalau gue ngga sopan atau sombong kok. Itu cuma masalah bahasa aja"
"Iya sih, tapi kan kayak ngga ada bedanya gitu antara aku dan yang lainnya...Asiiiiikk" Ucap Azza yang awalnya murung, namun tersenyum geli pada kata terakhir.
Gadisku ini memang lucu, jika saja kalian mengenalnya lebih dalam.
"Tapi ngga masalah juga sih, aku mah terserah kamu...jangan anggap serius yah" Ucapnya.
Aku tersenyum semanis mungkin, kutunjukan tatapan teduhku padanya. "Kamu kan udah berusaha merubah panggilan, jadi gu- eh aku juga akan berusaha buat kamu".
Aku memainkan jariku di atas meja, kegugupan lagi-lagi melanda hatiku.
"Sayang" Gumamku dengan sangat pelan, aku takut Azza keberatan dengan panggilanku.
"Iya?" Azza menyahut, membuatku menatapnya dengan terkejut.
"E..emang aku panggil kamu?" Tanyaku memastikan.
"Iya, tadi kamu gumamin...Cantik! gtu, udah pasti aku kan? Makanya aku jawab" Ucapnya yang membuatku bingung sekaligus kesal, ternyata dia tidak mendengarku.
"Bukan itu!" Ucapku kesal yang langsung berjalan keluar restaurant, setelah meninggalkan beberapa lembar uang ratusan ribu di meja yang terdapat bill makanan kami tadi.
Azza menyusulku "aku tadi bercanda kok.. Sayang!" Ucapnya yang membuat aku terkejut, namun dia sudah masuk ke dalam mobilku.
Aku mengerjapkan mataku sejenak seolah tak percaya, aku masih berdiam diri didepan pintu restaurant ini.
"Varo, cepet masuk udah malem. Aku harus pulang" Ucap Azza dari dalam mobil, yang berhasil membuyarkan lamunanku.
Aku masuk ke dalam mobilku, aku duduk disamping Azza. Dia melihat jalan dari kaca mobilku, ku yakin dia menghindari tatapanku.
"Hmm...baru merasa malu rupanya" Batinku.
"Antarkan kami ke rumah Azza yah pak" Ucapku pada supir yang tadi ku titahkan untuk menjemput Azza.
"Tadi kamu panggil aku sayang yah?"
Dia menoleh kearahku, tapi pandangan kami tidak bertemu. Karena dia tidak menatap mataku, melainkan kaca jendela mobil di samping tubuhku. "Ngga, aku cuma contohin yang kamu gumamin"
Aku membuat tubuhku menghadap ke arah Azza. "Kamu denger? Terus kamu nyahut sukarela?"
"Iya! masalah?! Kamu emang sayang kan sama aku" Ucapnya dengan cengiran yang menampilkan sederet gigi putihnya.
Untuk judul tiap bab ini lebih tertata dan gue emang suka cara menulis lo yang semi baku, klo bisa di cerita baru lo tiap bab judul'y kayak gini aja
Comment on chapter First Atom ♡