Loading...
Logo TinLit
Read Story - Star Breaker
MENU
About Us  

Pastel buah satu porsi atas nama Irsad, satu-satunya pesanan ditulis pada stick-note putih yang tertempel pada papan kolaps yang biasa dimiliki sebuah kafe. Sama dengan yang ditulis pada kolom tersendiri -di luar daftar menu lainnya, seperti yang sesekali dipandang satu-satunya pelanggan saat itu, mungkin cara untuk sekadar sesekali mengalihkan kebosanan menatap ruangan kafe dengan jajaran bangku kayu warna cokelat karamel yang kosong dari pelanggan lain, atau sekadar menatap sesuatu yang lebih menarik daripada bingkai-bingkai word-art yang mengisi kepolosan sisi-sisi dinding. 

Tapi bagi pelanggan itu, menghisap sebotol jus vapor lalu mengembuskan asap putih dengan panjang dan tebal dari napas hidung dan mulutnya menandakan dia tahu cara menikmati rasa menunggu pesanan, selain rasa dari teh lemon -dalam sejengkal gelas kaca tak bertangkai- yang sesekali dia minum lewat selang sedotan pelastik. Lalu dia mengalihkan perhatian kepada seorang pemasak -laki-laki muda- yang mengatur tekanan jemari dan pengirisan ke roti pastel besar sampai lima irisan, apik membuat hasil tiap irisannya melebar sehingga sebagian -sampai empat warna- isi roti terlihat. 

Senyuman si pemasak, sebagaimana si pelanggan lihat, menandakan puas dengan penampilan roti yang belum siap saji. Sebagian isi yang terlihat dari celah irisan tampak segar dengan berasap hangat, asap yang menebar aroma. Lagi, kebolehan si pemasak mengharuskan dirinya mengatur gerakan tangan dengan berarti saat menuangkan tiga takar larutan kental berwarna merah bening, merah segar dan kuning madu dalam sendok sup dengan alur yang pas untuk melumuri roti. Tidak ingin seporsi roti pastel besar itu tampil begitu saja pada sebuah piring lonjong warna putih yang datar, si pemasak mengajak tiga mangkuk kecil yang diisikan tiga macam saus kental tadi, juga ingat dengan pisau, garpu dan tisu, sudah pada satu nampan dan siap disajikan.

"Maaf, lama menunggu. Pastel buah, silakan!" senyum ramahnya tersampaikan saat menyajikan pesanan ke satu-satunya pelanggan, Irsad.

"Thank's," Irsad tergugah, antusias, menghirup aroma pada awalnya, senang ketika menikmatinya meski dari aroma. "Ini dioven, kan?" Irsad terka.

"Iya.

Irsad mengambil garpu, menguji tekstur roti dengan itu. "Teksturnya hasil oven tiga puluh menit. Tapi aroma buahnya masih kerasa, kerasa banget. Manis, kalem. Nice one!" Irsad gunakanl pisau, mengiris dari salah satu ujung, tepat meneruskan irisan yang sudah ada sampai terpotong. Menusuk satu potongan dengan garpu di tangan, lalu menyantapnya. Tidak menyela santapan pertama dengan komentar, menikmatinya sampai potongan pertama itu habis ditelan.

"Humm!" lalu Irsad ingat kepada pemasaknya, menatap, "...!?" belum cukup berhasil mengatakannya, membuat si pemasak tersenyum. "Mantul banget, Filan. Mantul banget! Kenapa selama di restoranku kamu enggak pernah bikin ini?"

"Gimana, menurutmu?" tanya Filan.
"Perpaduan lima buah, jambu biji, melon, labu, pepaya, mangga. Dengan tekstur yang pas sebagai isi, lunak tapi enggak lembek, hampir kayak jeli serat rendah. Dioven tapi rasa aslinya masih kerasa meskipun agak berubah karena ovennya. Tapi transformasi rasa buahnya itu ... gimana, ya? Kalem, manis, gurih ... menurutku ini rasa khasnya. Ada rasa asamnya juga yang ballance."

"Apa udah padu sama rotinya?"

"Ah, ya! Rotinya!" seperti mengingat pengalaman menakjubkan selain dari rasa buah. "Semua jenis roti enak yang aku makan selama ini enggak punya daya nagih yang banyak. Tapi, jenis adonan yang ini," sambil menunjuk pakai garpu, "enggak. Ini roti yang kayaknya enggak gampang bikin kenyang. Asin, gurih, manis, gimana gitu. Punya karakter khusus yang padu banget sama isinya."

"Hmh, apa ada saran buat sausnya?"

"Oh, iya. Nah, kalau sausnya ini ada yang agak pedss manis tapi feminin rasanya. Aku definisikan seperti ... rasa perawan."

"Rasa perawan gimana?"

"Ya, feminin gitu, rasa yang nyaman. Ini roti terenak yang pernah aku makan. Tapi, aku enggak ngerti gimana bisa buah dioven tapi aroma dan rasa aslinya masih segar? Dan tekstur lembutnyua juga, nyaman dikunyah."

"Kamu nanyain rahasia perusahaan."

"Oh iya!? Aku juga enggak habis pikir, masakan sehebat ini bisa didapat di kafe kecil begini, bukan di resto atau hotel bintang empat up."
"Kedengarannya seperti kritikan buat ukuran ruangan yang cuma bisa diisi sepuluh set bangku, lengkap dengan dapur dan wastafel, langit-langit dengan empat lampu gantung, dua kipas balis-baling dan dekorasi dinding seadanya."

"Ah, aku enggak menghina sistem interior tempat usaha barumu ini. Aku memuji kualitas kreasi dari karakter masakanmu yang asli, yang enggak pernah aku tahu secara utuh waktu kamu jadi koki di restoranku."

"Aku tahu kamu enggak terlalu suka hal baru, karena jenis kreatifitas yang kamu suka hanya yang pasaran."

"Wah!" Irsad tertawa mendengarnya. "Opini kamu rasa kritikan. Maafin aku, kalau selama ini aku mengekang daya kreatifitasmu dan cuma menjadikanmu koki bantu."

Dengan senyum tipis Filan tanggapi, tanpa mengatakan sepatah balasan.

"Baik. Sekarang, aku akui. Aku lebih suka gaya masakmu yang sebenarnya, high-class, berbakat, selalu berani berbeda. Dan sangat percaya diri."

Seperti deskripsi terakhir Irsad tentang seorang cheff sekaligus pemilik kafe di hadapannya, begitulah layer dominan di antara semua jenis aura Filan yang terpancar.

"Oh, iya? Karena kamu bilang aku sangat percaya diri, aku harus buktikan."

"Maksudnya?"

"Tadi kamu tanya, gimana bisa roti isi yang dioven tiga puluh menit, buahnya masih segar."

"Ah iya."

"Setelah dipotong, rendam buah pakai air hangat, lalu diamkan selama lima belas sampai dua puluh menit. Kalau udah yakin sama teksturnya, isiin ke dalam rotinya.

"Terus dioven?"

"Belum. Manfaatkan air perendam, ambil pakai suntikkan dan masukkan ke dalam roti. Fungsinya menjaga kesegaran buah dari pengaruh suhu panggang."

Tercengang Irsad mendengarnya. "Aku enggak nyangka, ternyata sederhana tekniknya. Oh, iya!" Irsad ingat suatu hal tiba-tiba. "Aku pikir, saus ini bisa buat selain pastel buah."

"Yang warna kuning ini," sambil Filan menunjuk ke mangkuk saus, "madu encer dicampur kismis. Yang merah bening ini air tomat. Yang merah segar ini saus strawberi dicampur sedikit cabai dan lada."

"Jadi ini yang rasanya kayak perawan!? Pedes manis kalem."

Filan mengangguk.

"Jadi, teknik pengolahan roti isi ini bukan lagi rahasia perusahaan karena aku? Aku sangat tersanjung."

"Karena kamu bilang aku sangat percaya diri."

"Haha, itu bagian dirimu yang paling keren. Oh!" tiba-tiba ingat. "Aku sampe lupa, aku  habisin dulu, ya."

Tidak ingin mengganggu momen kuliner Irsad, Filan kembali ke dapur, memeriksa dan memastikan ketersediaan bahan-bahan yang ada.

***

"Yang bener aja? Roti ini terlalu premium dengan harga ekonomis," heran Irsad.

"Kenyataannya, kreatifitas yang non-marketable sering kali seperti itu."

Di antara sikap kepercayaan diri yang kuat, sedikit terselip raut pesimis Filan yang Irsad lihat.

"Aku tahu kamu siapa," Irsad keluarkan uang dari dompet. "Ini pastel buah," jelas seratus lima puluh ribu rupiah, "Ini lemon-tea, jelas lima puluh ribu rupiah."

Irsad tahu Filan terkejut. "Sorry, aku cuma bisa hargai segini."

"Tumben kamu gede respek," sangkal Filan sambil senyum yang menyindir, hanya mengambil selembar lima puluh ribu dari meja Irsad. "Tunggu kembaliannya," tidak membuat Irsad menyangkal balik.

Irsad mengerti sikap ketegasan Filan mengalahkan sikap respeknya, keputusan yang menurut Irsad justru sebagai bentuk lebih menghargai. Irsad terima uang kembalian tiga lembar sepuluh ribu dan selembar lima ribu dari Filan.

"Filan, ada rencana buka stan di cara festival kuliner internasional Sabtu besok?"

"Mau booking lokasi tiga hari sebelum acara pasti zonk.

"Kalau gitu, aku perlu bantuanmu, sekali lagi," sambil senyum tipis yang diketahui Filan dengan curiga.

"Kenapa aku, daripada Satria?"

"Aku pengen lihat kemampuanmu yang sebenarnya, buat dua hari yang luar biasa."

"Hmhm," tersenyum balik. "Bukan. Kamu enggak cukup optimis sama Satria, buat ngambil hati investor," tanpa sedikit nada keraguan mengatakan.

"Jangan salah paham. Di event itu, tahun ini masih ada hits platform. Siapa aja dipersilakan unjuk kemampuan masak terbaiknya. Plaform langganan para cheff bintang. Langganan Nester Freuderin, top skor selama empat tahun terakhir berturut. Setidaknya, tunjukkan siapa  diri kamu di sana, bersaing dengan all star dari berbagai negara."

Filan tertarik, mulai antusias mendengar pernyataan Irsad.

"Setidaknya, kenalin roti ini, pastel buah atau pakai nama yang lebih khusus."

Tidak hanya optimis -yang terakhir Irsad sampaikan, nada dukungan untuk dirinya juga Filan tangkap.

"Sebenernya aku udah komit, aku udah punya kafe kecil yang masih aku urus sendiri, dan aku enggak akan kerja di restoranmu lagi. Tapi, tolong bantu bawain peralatanku bersama perlengkapan stan yang kamu perlukan di sana. Dan pastikan Satria merasa aku hanya rekannya, di event nanti."

 

(Bersambung ke Chapter 2)

How do you feel about this chapter?

2 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (5)
  • rara_el_hasan

    pasti ditunggu

    Comment on chapter Chapter 1: Pastel Buah
  • Gladistia

    Halo Dhio. Iihhh, baru awal ajah udah seru. Keren. Ditunggu kelanjutannya. Oh ya, ada selipan resep pastel buahnya nggak? Kalau ada mauuuu. Hehhehehhe ^^
    Semangat!

    Comment on chapter Chapter 1: Pastel Buah
  • Ardhio_Prantoko

    @rara_el_hasan tunggu sambungannya ya hwhw :D

    Comment on chapter Chapter 1: Pastel Buah
  • Ardhio_Prantoko

    @rara_el_hasan tunggu sambungannya ya hwhw :D

    Comment on chapter Chapter 1: Pastel Buah
  • rara_el_hasan

    Keren nih cerita masak masak

    Comment on chapter Chapter 1: Pastel Buah
Similar Tags
The Revenger
425      299     1     
Action
A group of super heroes that fight a mighty titan
Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
848      563     2     
Short Story
\"Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat\"
Dissolve
442      293     2     
Romance
Could you tell me what am I to you?
DocDetec
213      154     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Cinta Butuh Jera
1268      824     1     
Romance
Jika kau mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintainya selain dirimu. Karena bisa saja itu membuat malapetaka bagi hidupmu. Hal tersebut yang dialami oleh Anissa dan Galih. Undangan sudah tersebar, WO sudah di booking, namun seketika berubah menjadi situasi tak terkendali. Anissa terpaksa menghapus cita-citanya menjadi pengantin dan menghilang dari kehidupan Galih. Sementa...
Pilihan Terbaik
4826      1467     9     
Romance
Kisah percintaan insan manusia yang terlihat saling mengasihi dan mencintai, saling membutuhkan satu sama lain, dan tak terpisahkan. Tapi tak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik itu semua, ada hal yang yang tak terlihat dan tersembunyi selama ini.
Pretty Words
6579      1538     9     
Inspirational
\"Pretty words aren\'t always true and true words aren\'t always pretty.\"
Bajak Darat
705      481     0     
Humor
Setelah mengalami kecelakaan laut hingga kehilangan sebelah tangan dan kakinya, seorang bajak laut pulang kampung demi mendengar kampung halamannya akan dibuat menjadi kota mandiri dengan konsep terakota. Ia mencuri peta kuno, satu-satunya yang dapat menyelesaikan perdebatan batas wilayah antara Pemda Jakarata dengan Pemda Jataraka, dan bernilai fantastis yang cukup untuk membeli sawah dan trakto...
Janji-Janji Masa Depan
15052      3504     12     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
Pintu Tembus Pandang
327      199     1     
Short Story
sakitnya ga seberapa, malunya itu :)