Loading...
Logo TinLit
Read Story - Orkanois
MENU
About Us  

Warna jingga sudah menyelimuti langit, menandakan waktunya para siswa-siswi yang lelah seharian belajar di SMA A12 pulang ke rumahnya. Namun, masih ada beberapa siswa yang belum berpulang dan sedang memainkan ‘drama’ sekolah berjudul Penindasan Terhadap Yang Lemah di belakang kelas.

“Biasa, buat beli bakso di depan,” ucap Jona yang bertubuh besar memalak Rukma.

“Hari ini aku nggak ada uang, habis buat sumbangan ke teman sekelas yang lagi sakit. Jadi maaf,” balas Rukma.

Teman Jona yang bernama Rama, mendorong Rukma hingga terjatuh dan membentak, “Halah! Alasan aja. Harusnya loe itu udah nyisain jatah buat kita!”

Yuda, bos dari mereka berdua pun mulai berbicara setelah menginjak sepuntung rokok yang sedari tadi ia hisap. Ia membantu Rukma berdiri sambil berkata, “Ruk! Kita kayak gini bukan bully, kok. Kita ini cuma minta jatah yang udah disepakatin. Bukannya loe sendiri yang minta perlindungan dari tukang bully di kelas?”

“Ya, aku paham. Tapi … hari ini aku beneran nggak ada uang. Jadi moga kak Yuda juga paham,” jawab Rukma memelas.

“Oh gitu, ya. Ok.” Yuda melepaskan tangan Rukma hingga ia terjatuh lagi.

Bhug!

Ditambah dengan tendangan yang mendarat tepat di wajah Rukma. “Maaf, nggak ngerti. Tapi kaki gua paham banget omongan loe tadi.”

“Yuda, gawat ada yang lihat,” ujar Rama panik, sambil menunjuk Mar yang sedari tadi hanya menyaksikan ‘drama’ itu dari pintu toilet yang berjarak 10 meter dari mereka.

Mar memang terlihat biasa dari segi fisik. Tinggi badannya tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, wajahnya datar dan terlihat kalem, kulitnya sawo mentah, rambutnya lurus ke bawah. Ia mempunyai kebiasaan mengganti baju di toilet sekolah sebelum pulang ke rumah. Pakaian yang sering ia pakai adalah celana hitam, kaus abu, dan jaket berwana merah.

Mar menatap mereka dengan tatapan sayu dan hampa, membuat Yuda kesal. “Apa loe lihat-lihat, hah?!? Loe pikir mau ngelaporin ini ke guru?”

Mar mengabaikan omongannya dan pergi begitu saja sambil menenteng seragamnya.

“Dingin banget, padahal kan dia sekelas bareng Rukma,” ujar Jona.

“Tuh kan, Ruk! Nggak ada yang peduli sama loe, cuma kita aja yang peduli. Jadi jatahnya mana, jatah!” bentak Rama.

“Rukma, apa loe kenal dia?” tanya Yuda.

Sambil memegang pipi kurusnya dengan rintih kesakitan, Rukma menjawab, “Iya, dia emang gitu. Bahkan Mar dijauhi seluruh kelas karena keanehannya. Padahal dia selalu di peringkat satu dalam bidang akademik.”

“Keanehan?”

Rukma mulai menjelaskan, “Ya, waktu masa orientasi, Mar ditunjuk untuk memberi sambutan sebagai perwakilan kelas 10, karena nilai UN sewaktu SMP-nya hampir sempurna. Tapi, di sambutan itu ia malah bilang ….”

“Terima kasih atas pak guru yang telah mempersilakan saya untuk memberi sambutan. Walau nilai saya hampir sempurna di bidang akademik, bukan berarti saya ini yang terpintar. Banyak di sini justru yang lebih berpotensi untuk menjadi seorang jenius di bidangnya. Maka bimbinglah murid-murid ini dengan baik, dan jangan menyebut mereka bodoh, hanya karena di salah satu bidang pelajaran mendapatkan nilai jelek. Jangan terlalu terpaku pada saya dalam mengajar! Saya hanyalah pemalas yang kebetulan mengisi lembar omong kosong itu dengan benar. Oh, ya, saya hanyalah orang yang meminta agar kiamat bisa dipercepat.”

“Nggak ada yang ngerti sama sekali sama dia, karena nggak ada yang berani bertanya atau cuma ngedeketin. Mar seolah masang dinding tebal penuh jebakan, bikin orang lain males negedeketin dinding itu,” jelas Rukma.

“Gua sama sekali nggak tahu ada kejadian itu,” ucap Jona

“Yaiyalah, orang waktu upacara itu kita bolos,” balas Rama.

 Rukma berdiri seraya mengeluarkan smartphone-nya dan melanjutkan, “aku akan ngasih ini buat kalian, sebagai jatah untuk hari ini dan muka bonyok Mar. Aku muak sama wajah sombong dan so’ misterius itu. Dia yang bikin aku selalu jadi nomor dua di pelajaran. Padahal aku udah giat-giat belajar untuk–” Belum selesai berucap, smartphone-nya langsung diambil oleh Rama dan memberikannya pada Yuda.

“Gue nggak peduli soal pelajaran loe. Tapi, gue mulai penasaran dengan Mar,” ucap Yuda sambil menyakui ponsel pintar. Yuda, Rama, dan Jona langsung berbalik menyusul Mar.

Sementara itu, Mar mengambil tasnya dan hendak pulang. Ternyata di kelasnya masih ada seorang perempuan dengan rambut sebahu sedang mengerjakan PR-nya. Bahkan setelah itu, jika sempat ia akan membersihkan seisi kelas. Hal itu merupakan rutinitas baginya. Namanya adalah Fiala, tapi kerap dipanggil Fia.

Mar melangkahkan kaki dengan santai setelah mengambil tasnya, tampaknya ia juga tidak terlalu peduli dengan Fia. Mereka berdua tidak saling mengacuhkan dan diam tanpa sapaan, walau hanya tinggal mereka berdua yang terakhir pulang.

Tampaknya juga Mar mengabaikan Yuda cs yang sudah menunggu di depan pintu kelas. Rama menarik tas milik Mar, mencoba menghentikan langkahnya. “Mau ke mana jenius? Buru-buru banget.” Hal itu membuat langkah Mar terhenti.

Ia diam dan tidak mengatakan apa pun, lalu sedikit mundur dan duduk di tempat duduk yang tersedia di sampingnya.

Tak lama, Jona menghampiri dan tiba-tiba mencekik kerah bajunya dan berkata dengan nada jagoan. “Heh! Mau so’ misterius, ya di sini? Lewatin kita gitu aja.” Ia juga meludahi muka Mar.

Rama berbicara, “Ayo marah! Gua pengin lihat kekuatan dalam orang yang ‘rindu kiamat’. Udah ini apa?! Ngeluarin kekuatan bercahaya kayak di kartun-kartun gitu? Hahaha.”

“Udah santai, Jon! Lepasin!” relai Yuda. Walau ternyata niatnya bukan untuk memisahkan, justru setelah melepaskan genggaman Jona di kerah Mar, ia melontarkan pukulan yang sangat keras mendarat di wajah Mar, hingga ia tersungkur ke belakang. Mar hanya menggeleng-gelengkan kepala, dan perlahan berdiri.

Yuda hendak melangsungkan serangan kedua dengan menendang Mar. Namun, kakinya bisa tertahan oleh satu tangan kiri Mar, ia bahkan belum menengok ke arah mereka. Yuda berusaha melepaskan kakinya sekuat tenaga. Namun tetap Mar tidak mau melepaskannya dan semakin erat Mar memegang kaki itu.

Hingga kejadian yang tidak bisa dipercaya oleh mereka terjadi. Dengan sangat cepat ia memutar badan lalu dengan mudahnya melempar Yuda hingga sekitar 15 meter jauhnya, melewati sepetak lahan berumput, dan mendarat ke dinding belakang sebuah kelas. Ia melemparkan tubuh manusia layaknya melempar botol kosong. Yuda jelas kesakitan, ia terus mengerang, jeritannya semakin menjadi setelah tahu lengannya patah.

Melihat hal itu, membuat Jona ketakutan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah pemandangan yang tidak mungkin terjadi dan tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Ia menggigil ketakutan, kakinya gemetar, dan matanya tak tentu arah melirik sana-sini.

Mar tidak diam sampai disitu, ia perlahan mendekati Jona dan mencekik kerah lehernya. Lalu mengangkat dan melemparnya hingga ke arah tembok pagar yang tak jauh dari kelas.

Mar melesat dengan cepat ke arah Jona, dan mulai memukulnya dengan tangan kiri secara bertubi-tubi, menatap dengan mata dingin yang menusuk pandangan siapa pun yang melihatnya. Hantaman bak menabuh sebuah drum dilepaskan, hingga 74 kali pukulan yang sangat keras melayang ke sekujur tubuh dan wajahnya.

Muka Jona kini sudah tidak keruan, darah dari mulut dan hidungnya memenuhi kulit wajahnya. Namun ia masih hidup. Sebelum kesadarannya hilang, Mar akhirnya mengatakan sesuatu dengan wajah datar dan suara pelan. “Kakak kelasku yang aku hormati, maafkan adik kelasmu yang nakal ini, ya!”

Mar mengambil tasnya yang terjatuh dan menghampiri Yuda yang masih megerang kesakitan. Ia memegang lengannya yang patah menggunakan tangan kiri, lalu melemparnya lagi, hingga mendarat tepat di tubuh Jona. Setelah itu ia lanjut berjalan menuju Rama dengan langkah yang sangat pelan sambil membersihkan celananya yang kotor.

 Mar mengelap tangan kirinya yang penuh dengan darah ke seragam putih Rama. Lalu mengatakan sesuatu yang membuat raut wajah Rama kian memucat dan gemetar di tubuhnya semakin tak terkendali.

“Kak, adik kelas yang bodoh dan sering minta kiamat ini punya permintaan. Tolong rahasiain ini! Kalau sampai ada orang lain tahu, mungkin besok kakak-kakakku sekalian nggak bisa ngelihat Matahari lagi. Tolong, ya kakak-kakakku yang kuat.” Sarkastik dan nada bicaranya rendah, itulah Mar. Ia pun pergi meninggalkan mereka begitu saja.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Let Me be a Star for You During the Day
968      501     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Gloomy
600      395     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Mana of love
234      166     1     
Fantasy
Sinopsis Didalam sebuah dimensi ilusi yang tersembunyi dan tidak diketahui, seorang gadis tanpa sengaja terjebak didalam sebuah permainan yang sudah diatur sejak lama. Dia harus menggantikan peran seorang anak bangsawan muda yang dikenal bodoh yang tidak bisa menguasai teknik adu pedang yang dianggap bidang unggul oleh keluarganya. Namun, alur hidup ternyata jauh lebih kompleks dari ya...
The Eye
432      288     2     
Action
Hidup sebagai anak yang mempunyai kemampuan khusus yang kata orang namanya indigo tentu ada suka dan dukanya. Sukanya adalah aku jadi bisa berhati-hati dalam bertindak dan dapat melihat apakah orang ini baik atau jahat dan dukanya adalah aku dapat melihat masa depan dan masa lalu orang tersebut bahkan aku dapat melihat kematian seseorang. Bahkan saat memilih calon suamipun itu sangat membantu. Ak...
Rembulan
1186      660     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Gareng si Kucing Jalanan
10450      3392     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Ballistical World
9942      1950     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Lavioster
4026      1126     3     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
The Trinity
358      263     1     
Short Story
Hiding under the US Goverment, lies a group of 3 soldiers, the Trinity was formed because these soldiers are not ordinary soldiers, they have the strength of a thousand man, bravery of a tiger, and as fearless as a lion, the Trinity was a group to stop crime and heavy group criminal, the group consist of Ela, Sledge, and Capitao, the Trinity’s main goal was to stop the criminal group known as t...
TRISQIAR
8694      1691     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...