#Adi
Sebuah senyuman yang terpatri di bibirmu menjadi penghapus gundahku
-Adi-
*******
Kakiku melangkah namun pikiranku tak beranjak dari Adi yang baru saja ku lihat beberapa saat lalu.
Adi.. Dia juga anak BEM??
Aku tak menyangka ternyata kita berada di tempat yang berdekatan.
"Hey Feb.." suara Nayra menggoyahkan pikiranku, ia membawa sebungkus makanan entah dari mana lalu menyodorkannya padaku.
Kami duduk di depan perpustakaan sembari berbincang ringan dengan cemilan yang tersedia. Kuungkapkan rasa kagetku pada Nayra tentang Adi, aku juga menceritakan Adi dari awal sewaktu aku dan dia masih kecil.
"Bagus dong kamu ketemu sama Adi di sini.. kalian kan bisa nostalgia.." ungkap Nayra.
Ahh.. benar juga,
Kenapa harus bingung? Harusnya aku senang ada Adi di sini, aku bisa berteman dengannya.
***********
Beberapa hari ini aku mulai disibukkan oleh kuliah dan tugas-tugas pertama semester empat ini, semua dimulai dan aku harus mengerjakannya.
Tak ada kabar dari Juna, ia juga tak menelpon dan mengirim pesan barang satu kalipun. Aku mulai merasa rindu dan kuhubungi dia pertama, aku mengirim sebuah pesan padanya, menanyakan kabarnya dan sedang sibuk apa ia sekarang.
Oya, aku sudah mengganti nomorku dengan nomor yang Juna berikan waktu itu. Aku mulai merasa tenang karena tak ada lagi nomor yang menerorku dengan buasnya.
Beberapa waktu berlalu, tak ada pesan balasan darinya, ponselku berdering hanya menunjukkan notifikasi grup dan iklan layanan yang memberondong.
Ahh.. aku mulai bosan ketika aku sudah malas mengerjakan tugasku.
Jam menunjuk angka sembilan, kuregangkan tubuhku dan kutinggalkan laptop itu teronggok diatas meja dengan kertas-kertas yang berserakan di sekitarnya. Aku keluar kamar dan mendapati Mika dan Listi tengah duduk di ruang tamu berbincang, kusapa mereka dan Listi tiba-tiba bertanya padaku tentang Juna.
"Kak, kemaren Listi lewat ke depan sekre BEM dan liat kak Juna lagi berantem sama kak Hikma.. dia nangis-nangis, itu kenapa ya kak? Listi kaget lho.. ternyata kak Hikma juga deket sama kak Juna ya??" Tanyanya.
Dhegh!
Hikma dan Juna bertengkar? Apa jangan-jangan itu karenaku?
Aku menggeleng dan menjawab Listi seadanya, hatiku berkecamuk, muncul sebuah pertanyaan besar di benakku. namun perutku sudah sangat lapar dan meminta untuk diisi, segera saja aku memasak nasi goreng dan makan bersama Mika dan Listi.
"Kenapa kak Juna jarang ke sini ? Kuliah udah hampir tiga minggu tapi belum liat kak Juna ngapel lagi" tanya Mika polos.
"Lagi sibuk Mik.." jawabku sekenanya, aku tak tahu harus jawab apa karena Juna tidak menghubungiku selama hampir seminggu ini.
"Oya yaa.. kan Kak Juna nyalon.." Listi memainkan ponsel pintarnya, ia memperlihatkan kiriman-kiriman di wall facebook nya. Photo Juna terpampang jelas bersama seorang laki-laki bertuliskan visi-misi dengan nomor urut 1.
Aku tersenyum, mungkin akhir-akhir ini ia sibuk dengan pencalonannya menjadi ketua BEM.
Ku scroll lagi ponsel Listi dan aku melihat Adi bersama seorang laki-laki dengan visi-misinya dengan nomor urut 3.
Adi.. Ikut mencalonkan menjadi ketua BEM?? Ahh.. ini kejutan ke sekian untuk hari ini..
Setelah selesai makan aku kembali ke kamar dan mengecheck ponselku, beberapa notifikasi muncul dan salah satunya dari Juna, ia membalas pesanku sekitar 10 menit yang lalu. Ia meminta maaf karena ia sedang sibuk dengan pencalonan ketua BEM nya, ia memintaku untuk tetap menjaga kesehatan dan tidur yang cukup. Ku balas dengan kata semangat dan terima kasih pada Juna, setidaknya rasa rinduku sudah sedikit terobati oleh pesan singkat yang manis itu.
Setelah berbunga-bunga dengan Juna, Kubuka notifikasi lainnya yang belum sempat aku buka. Sebuah pesan dari...
Adi?
Dia menambahkanku di Line dan mengirim sapaan singkat padaku, aku senang aku bisa bertemu lagi dengan teman masalaluku yang ternyata juga kuliah di tempat yang sama.
Segera aku balas pesan itu dan kami mulai berbincang ringan, Adi yang sekarang memang bukan lagi Adi yang dulu selalu bermain bersama denganku, ia berbeda, sangat terasa berbeda dilihat dari caranya membalas pesan Line-ku, ia menyenangkan dan ku pikir dia kini lebih humoris jika dilihat dari candaan-candaan yang ia lontarkan dalam chat kami.
Tugas yang tadinya akan ku kerjakan mendadak aku tinggalkan, ku lemparkan tubuhku diatas kasur dan mulai menikmati obrolan kami hingga aku tak sadar jika aku mengantuk dan tertidur.
***********
Bunyi Alarm membawaku kembali ke dunia nyataku, kubuka mata yang rapat ini dan bangkit menuju kamar mandi. Hari ini aku harus ke kampus pagi-pagi, ada tugas UKM yang harus aku kerjakan secepatnya.
Pukul tujuh pagi aku bergegas menuju kampus dan tetiba disana aku langsung menuju sekre-ku, ku temui Sora yang tengah mengotak-atik laptopnya, ia pasti sedang mengerjakan tugas juga. Kuhampiri dia dan kusapa.
"Pagi Sora.. maaf terlambat.." kataku, laki-laki itu hanya mengangguk dan tetap fokus pada pekerjaannya, ia memberikan secarik kertas padaku dan kubaca segera.
"Deadline pengirimannya hari ini jam 9? Aduh.. aku belum mengedit beberapa karya anggota yang lain.." gumamku, segera ku buka laptopku dan mengerjakannya bersama Sora.
Ponselku berbunyi, sebuah notifikasi pesan tampak dan Adi muncul di layar itu. Sebuah pesan ajakan sarapan padaku, segera aku balas bahwa aku sedang deadline pengiriman karya sastra UKM-ku dan tak bisa ikut sarapan bersamanya, namun ia membalas akan menungguku hingga aku selesai mengerjakan tugasku. Ku buang napasku dan ku teruskan deadline ku.
Mentari mulai meninggi, cahayanya mulai masuk ke area sekre dan hangatnya pun menyapa kulitku yang sedang mengerjakan tugas di luar sekre.
Ponselku kembali berbunyi dan sebuah pesan dari Juna muncul, ia menanyakan kabarku dan mengajakku keluar malam ini. Segera kubalas pesan itu dan mengiyakan ajakan Juna, aku sudah sangat merindukannya, aku tak sabar untuk menunggu malam.
Pukul 9 pagi aku menyelesaikan tugasku dibantu oleh Sora dan beberapa anak sastra lainnya. Meskipun aku anak UKM sastra namun kemampuanku dalam sastra sangat kurang dan masih sangat rendah jika di bandingkan dengan Sora -ketua UKM sastra-
Aku meregangkan tubuhku dan keluar area sekre untuk menikmati cahaya mentari yang masih baik untuk kesehatan tulang, kubiarkan hangatnya mentari menelusup ke dalam kulitku dan merelaksasikan tubuhku yang kaku.
Ponselku kembali bergetar dan sebuah pesan masuk dari Adi, ia menanyakan tugasku dan ku jawab 'telah selesai'. Tak lama ia mengatakan bahwa ia menungguku di kantin kampus sekarang, aku pamit pada Sora dan bergegas menuju kantin, merealisasikan ajakan Adi.
Seseorang melambai dengan sebuah senyuman ketika aku sampai di area kantin, segera aku menghampirinya dan menyapanya.
"Maafkan, lama ya??" Tanyaku sembari duduk di hadapan Adi.
Sosok itu menggeleng sambil tersenyum "mau pesan apa??" Tanyanya.
"Mm.. bubur aja deh.." aku menyapu pandanganku di daerah kantin itu, Adi melambai dan memanggil penjual bubur, yang dipanggil mendekat.
"Pesan apa mas Adi?" Tanyanya ramah, ternyata ia mengenal Adi.
"Buburnya dua, yang satu extra kecap ya.." katanya.
Aku menatapnya,
apakah ia ingat jika aku senang sekali dengan kecap? Atau mungkin kini dia suka kecap?? Ahh.. entahlah..
Beberapa menit kemudian pesanan datang dan Adi menyerahkan mangkuk bubur dengan extra kecap padaku, ia benar masih ingat jika aku suka bubur dengan extra kecap?
"Kesukaanmu dulu Nas.." ia tersenyum dan segera berkutat dengan buburnya.
Bahkan ia masih ingat panggilan kecilku 'Nanas'
"Hehe.. sekarang juga masih suka kok Di.." aku terkekeh dan ikut berkutat dengan buburku.
"Adi dapet dari mana kontak Line aku?" Tanyaku di sela-sela suapan bubur itu.
"Dari mama kamu Nas.. hehhe" jawab Adi.
"Lho.. Adi punya kontak ibu??" Kagetku.
"Hehhe.. iya.. dari mama.." jawabnya, ia memberikan sebagian kerupuknya padaku.
"Haha kamu kan suka kerupuk Nas.." katanya, tawanya renyah dan aku tersenyum menanggapinya.
"Haha Adi masih inget aja.." tawaku. Beberapa saat aku terpikirkan Juna dan BEMnya, aku juga memikirkan Adi, karena penasaran dan aku merasa dekat dengan Adi, ku beranikan diri bertanya padanya "Adi nyalonin jadi ketua BEM ya?"
Ia berhenti sejenak dan kembali melahap buburnya "iyaa.. kenapa?" Tanyanya.
Aku menggeleng, "ga nyangka yaa.. temen aku maen di sawah sama di kebun sekarang mau jadi ketua BEM.." kataku.
Ia tersenyum "panggilan jiwa Nas.. ketambah ada Juna sama Haru dan Juna yang ikut nyalonin jadi ketua, kan seru.. hidup itu seperti sebuah kompetisi Nas.. itu yang bikin aku jadi semangat.." jawabnya.
Aku hanya tersenyum menanggapi jawaban Adi, kini ia sudah banyak berubah dan aku senang jika kini ia menjadi lebih baik lagi.
Adi banyak berubah, ia kini tumbuh tinggi dan senyumannya sangat hangat, giginya yang dulu ompong dan hitam kini berjajar rapi dan bersih, dulu ia terkena polip hingga hidungnya selalu meler dan beringus namun sekarang hanya ada kumis tipis dan bibir penuh yang membuatku bangga pernah punya teman seperti Adi dulu.
"Nas.. nanti malem ada acara ga?" Tanya Adi ketika kami selesai makan, senyumannya terpampang nyata di depan mataku,
ahh.. hangat sekali senyumannya..
Segera aku mengingat Juna,
"Ada janji Di.. kenapa?" Tanyaku.
"Ngajak jalan.." jawabnya mantap masih dengan senyumannya.
"Aku udah ada janji Di.. maaf ya.." sesalku.
"Ahhahaha iya gapapa kok Nas.. masih ada yang lain kok yang bisa aku ajak jalan.." katanya enteng,
ahh syukurlah kalo begitu..
"Makasih ya udah nemenin sarapan.." ia bangkit, ia menghampiri tukang bubur itu dan membayarnya "Nas.. buburnya udah aku bayar.." katanya, "aku duluan ada kuliah bentar lagi.." ia melambai dan menjauh dari kantin.
"Yaah.. bertemu teman lama.. apa salahnya..?" Aku bangkit dan meninggalkan kantin dan segera menuju kelas yang akan dimulai setengah jam lagi.
************
Dengan manja senja menyapa langit, awan mega berarak lincah dalam pandanganku, angin semilir mengantarkanku pulang dari lelahnya kuliah hari ini.
Alunan lagu Yui berdendang kuat di telingaku menambah indah suasana sore kali ini, tubuhku sudah cukup lelah dan aku ingin segera mandi dan bersiap-siap untuk jalan-jalan malam ini bersama Juna. Suasana jalananpun cukup ramai karena mungkin inilah waktunya untuk sebagian orang kembali pada kehangatan keluarganya.
Seseorang menepuk pundakku pelan, aku menoleh dan mendapati seorang gadis dengan senyuman manis yang mengerikan itu menatapku dengan tatapan lembut yang mematikan
Hikma.
Musik masih mengalun keras di telingaku, Hikma berbicara padaku namun aku tak dapat mendengarnya dengan jelas. Jantungku rasanya ingin berhenti, keringat dingin tiba-tiba muncul melewati punggungku. Aku hanya terdiam mematung menatap gadis itu, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Ia seolah berbisik dengan mata tajamnya, namun aku tak dapat mendengarnya, musik yang ku putar cukup keras. Aku hanya bisa melihat bibirnya yang seolah berkata 'kau- ha-rus -ma-ti'
Aku mengerutkan dahiku dan berusaha untuk berkata-kata "ke na pa?"
PLAAKK!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, beberapa helai rambutku ikut terbawa, sshh perih.
Beberapa orang yang lewat hanya menatap kami, aku menatapnya dan sebuah amarah membuncah dalam hatiku.
Apa-apaan ini? Apa maksudnya?
Kulepaskan headset yang menempel di telingaku dengan paksa, kuhadapi sosok yang selama ini meresahkan hidupku itu meski dengan hati yang amat takut karena aku dapat merasakan aura negatif yang ia sebarkan di sekitarku. Aku menelan ludahku dan bertanya padanya "apa-apaan ini?" Aku mengelus pipiku yang perih dan panas.
"Kenapa lo ga pernah dengerin gue anj*ng?" Bisiknya dengan tatapan dinginnya hampir tanpa ekspresi, sekilas jarinya menunjuk ke arah wajahku "sekali lagi lo deketin Juna, lo gakkan pernah ketemu sama orang tua lo selamanya!" Ancamnya dengan suara berbisik.
Cih..
Suara halusnya itu bagai petir yang menyambar jantungku, gadis gila ini akan berurusan denganku jika sesuatu terjadi pada ibuku. "Lakuin kalo kamu berani.." suaraku ikut berbisik dan mataku membulat lebih dari biasanya.
Aku pergi dari hadapannya dengan jantung yang rasanya berhenti beberapa saat lalu dengan hati yang menahan amarah.
"Anj*ng lo!" Gumamnya, aku terus berjalan tak memperdulikan gadis gila itu.
Sebuah perasaan sesak menyelubungi diriku, kupasang kembali headset dan musik itu bergema di telingaku. Pipiku masih terasa perih dan panas, butiran bening dari mataku menghujani pipiku. Aku berlari ingin segera sampai di kost ku, dan menangis sejadi-jadinya. Baru ku rasakan aura negatif yang ada di sekitarku saat Hikma ada di sana.
Aura apa itu? Kenapa? Ada apa dengan aura itu?
Sesampainya di kamar ku dapati diriku di depan cermin dengan airmata yang tak berhenti berderai, aku menangis.
Aku menangis karena rasa perih di pipiku dan rasa sesak di dadaku, aku takut Hikma akan benar-benar mencelakaiku dan ibuku.
Ahh.. Juna, kenapa ibu harus masuk dalam lingkaran setan Hikma? Cukup saja aku yang merasakannya!!
Kubuka ponselku dan segera kutelpon ibu, beberapa nada sambung melewati telingaku, aku mencoba setenang mungkin. Panggilan diterima, suara ibu membuatku bernafas lega, syukurlaah.
"Ibu sedang apa?" Tanyaku, suaraku sedikit tersekat namun aku mencoba untuk biasa.
"Sedang ngobrol sama tetangga Nas.. kenapa nelpon ibu? Ada apa?" Tanyanya.
"Ngga bu.. Nanas kangen ibu aja.." jawabku "ibu jaga diri baik-baik ya.."
"Iya Nas.. ibu disini juga kangen Nanas.. kapan pulang Nas?" Tanyanya.
"Nanti awal bulan ya bu.." jawabku, ku hapus airmataku "Nanas mau mandi dulu ya bu.. baru pulang kuliah.." kataku.
"Iyaa.. yang sehat disana yaa.. lancar segala-galanya.." suara di seberang terdengar serak, ibu menutup telponnya.
Aku terduduk di sudut kamarku, kupeluk lututku dan menangis.
Jika kau berani menyentuh ibuku, aku takkan tinggal diam Hikma!
************
Jam berdetak detik demi detik, jarum jamnya menunjuk angka tujuh dan aku terdiam di depan pantulan diriku. Mataku sembab dan pipi sebelah kananku masih memerah, aku menyentuhnya dan itu masih terasa perih bahkan bertambah linu.
Apa tamparannya sekeras itu?
Kuoleskan cream pada wajahku dengan sedikit meringis, ku rapikan penampilanku sebelum semuanya selesai. Pipiku masih saja memerah.
Ponselku berdering, panggilan dari Juna.
"Aku udah depan kost kamu nih Bii.." katanya di seberang, aku membuka kamarku dan memunculkan sebagian diriku memastikan kehadiran Juna.
Seorang laki-laki melambai dan tersenyum padaku, "boleh masuk?" Tanyanya.
"Yaa.. masuklah.." jawabku, ia membuka gerbang dan menghampiri kamarku.
"Bii?" Ia menghampiriku, tatapannya berubah ketika ia melihatku murung, matanya tertuju pada diriku, ia mengelus rambutku dan bertanya "kenapa?"
Aku menatapnya dengan mata sembabku, aku memintanya masuk ke kamarku dan aku mulai menangis kembali, aku tak bisa menahannya.
Sebuah dekapan ia berikan padaku, tangan besarnya mengelus pundakku lembut "kenapa Bii?? Cerita ke aku"
Aku menggeleng, aku hanya ingin berada di pelukannya saat ini, aku tidak ingin bercerita apapun dulu.
"Nangisnya jangan keras-keras Bii.." bisiknya di telingaku "tenanglah tenanglah..."
Aku berusaha menenangkan diriku, kueratkan pelukanku pada tubuh Juna. Saat ini yang aku butuhkan adalah sandarannya.
"Mm.. ya udah.. tenang ya.." Juna mengelus rambutku dan nafasku mulai menenang, ia menengadahkan wajahku dan menyeka airmataku "pipimu kenapa Bii? Ini bengkak.." tanyanya.
Aku hanya menggeleng, "gapapa Candra.." aku mencoba tersenyum "maaf ya tiba-tiba seperti ini.."
Ia menggeleng, sebuah senyuman tertaut di bibir penuhnya "sepertinya jalan-jalannya di ganti jadi makan-makan deh.."
Aku tersenyum "maaf ya.. keadaanku sedang tidak enak.."
"Iya Bintangku.." Juna memainkan anak rambutku dan menautkannya ke daun telingaku.
"Mau makan apa?" Tanyaku.
"Terserah.. apapun yang kamu masak bakal aku makan kok Bii.." katanya.
Aku melepaskan pelukannya dan keluar kamar menuju dapur umum, tadi siang aku memang berencana untuk memasakkan sesuatu untuk Juna. Aku sudah belanja.
Aku mulai memotong beberapa bahan masakan dan memasaknya.
Tak sadar tangannya melingkar di pinggangku, membuatku merinding karena tiupan ringannya di bawah tengkukku.
ia berbisik seduktiv di telingaku "Masak apa Bi??"
"Coba tebak!" Jawabku, aku merasa tubuhku tak bisa bergerak dan jantungku berdebar-debar.
Selalu saja seperti ini.. ahh..
"Mm.. ada sosis, sayuran, paprika, dan... itu apa?" Ia menunjuk pada potongan-potongan kecil yang bercampur dengan yang lain itu "mm itu udang yaa?" Tebaknya.
Aku mengangguk, "menurut kamu nama masakannya apa?"
"Mm... belum ada namanya ya?" Tanyanya "itu rasanya bagaimana?"
Aku mengambil setetes kuah dari masakan itu dan memberikannya pada Juna "bagaimana??" Tanyaku.
"Mm.. namanya Udang ajaib bumbu cinta.." ia terkekeh, ia memberikannya padaku "cobain deh.."
Aku menerima sendok darinya dan mencicipinya, aku tersenyum malu, masakanku terasa aneh. Juna terkekeh, ia mengambil alih wajan dan memasukan beberapa bumbu dapur yang ada, ia kembali mencicipinya dan tersenyum.
"Sekarang cobalah.." ia memberikan sesendok padaku, aku mencicipinya dan benar saja rasanya sedikit lebih baik.
"Hahaa.. terima kasih Junaa.." aku mengambil nasi dari rice cooker dan Juna memindahkan masakannya ke dalam piring.
"Makan di kamar yaa.." pinta Juna.
"Ehh.. kenapa?" Tanyaku, aku menyiapkan beberapa piring dan gelas untuk dibawa.
"Yuk.." ia membawa masakannya menuju kamarku.
Aku menggeleng "hahaa dasar Candra-ku.." aku membawa yang lainnya ke kamar.
"Nah.. mari makan.." ajakku, nasi telah terhidang dengan sayur dan 'udang ajaib bumbu cinta'
Juna mengangguk, ia menunduk dan aku ikut menunduk, kami berdoa.
"Maaf yaa aku tak pandai memasak.." kataku.
Juna menggeleng "kamu bisa belajar nanti.. kalo perlu nanti aku minta mama untuk mengajarimu memasak..."
"Mmhh.. maluu.." aku melahap masakanku sendiri dengan susah payah.
"Ini enak kok.. lagian.. masakannya terlalu rumit, yang simple saja misalkan cah kangkung, kwetiau atau seafood sederhana yang di tumis atau di goreng.." komentarnya.
Aku mengangguk sembari tersenyum "makasih ya chef Juna, hehee"
Setelah makan Juna meminta untuk menonton film yang ada di laptopku, kami menonton film yang aku download kemarin. Film bergenre horror berjudul "the haunting of connecticut", aku tak tahu ternyata film ini sangat menakutkan dan membuatku merinding, beberapa kali aku menutup wajahku karena takut dan tak mau melihat beberapa adegan di film itu.
"Heyy.." Juna berbisik.
"Hmm?" Aku menoleh padanya.
"takut?"
Aku mengangguk, seketika itu Juna membenamkan kepalaku dalam pelukannya.
"Jangan takut, ada aku.." bisiknya.
Spontan aku merasakan panas yang tak terkira di wajahku. Juna terdengar terkekeh.
"Terpesona yaa?" Celetuknya.
What the..? Aarrggh!
Aku melepaskan pelukannya dan tertawa kecil, kupukul lengan besarnya "rese yah.."
Ia beralih menghadapku dan tangan besarnya merengkuhku,
Jantungku? Mana jantungku??
Aku terdiam dan hanya bisa mengikuti gerakan Juna, ia mengecup bibirku bergantian dan menggigitinya pelan.
Uuhhhhh...
Deru nafasnya terasa jelas hingga aku merasa itu adalah nafasku. Nafas kita. Lidahnya menari lembut didalam mulutku, ada sebuah rasa unik darinya, rasanya seperti...
Udang....Udang ajaib bumbu cinta. Hmm.. aku suka!
Tangannya mengelus pundakku dan aku sedikit menggelinjang geli, aku selalu seperti ini ketika Juna melakukannya.
Pasti dia sengaja melakukan ini padaku, ahh usil sekali dia.
Juna mempererat pelukannya hingga aku merasa tak ada jarak diantara kami, ia membuatku duduk di lahunannya dan aku ikut memeluknya seperti anak kecil memeluk boneka.
Aku merasa tak berdaya. Aku tak tahu bagaimana jalannya cerita film itu, yang aku tahu Juna begitu hangat malam ini. Ia seakan tahu apa yang ku butuhkan, aku ingin ketenangan dan hiburan, aku ingin melupakan luka yang tadi ditorehkan oleh Hikma.
Aku ingin dia, aku ingin Juna.
Perlahan Juna melepaskan bibirku dan kami mengambil nafas bersama-sama, aku baru sadar bahwa aku kehabisan nafas dan membutuhkan oksigen. Kami terengah-engah bersama, ia melepaskan rengkuhannya, menggantinya dengan sebuah dekapan.
"Denger Bii.. apapun yang membuatmu sedih, tinggalkan.. ya?" bisiknya, aku mengangguk.
Tapi bagaimana aku meninggalkan Hikma? Sedang dia selalu mengawasiku seakan aku adalah binatang buruannya?
Kustabilkan nafasku dan ku buang jauh-jauh Hikma dari pikiranku. Kami duduk kembali dengan tertib, Film yang sempat kami tinggalkan itu pun kembali kami tonton. Dan aku lebih memilih tidur di dekapan Juna.
Film selesai dan Juna membangunkanku untuk pamit, jam di kamar menunjuk angka 11 dan itu artinya sudah malam dan beberapa saat lagi ibu kost akan mengunci gerbangnya. Aku bangun dan membiarkan Juna bangkit, ponselku berdering dan Juna mengambilkannya untukku,
"Dari siapa?" Tanyaku.
Ia melihat layar ponselku, mengerutkan keningnya dan air wajahnya tiba-tiba berubah, "Dari Adi.." jawabnya.
Dhegh!
Mataku yang tadinya mengantuk kini terbuka sempurna, aku menatap Juna yang juga menatapku.
"Selamat tidur, katanya.." sebuah tatapan yang tak kumengerti ia lemparkan padaku. Tak ada senyum juga tak ada delikan dari matanya, matanya terfokus pada layar ponselku.
"Juna?" aku menggenggam tangannya, berharap ia tak berpikir macam-macam tentang Adi.
"Aku pulang dulu Bii.." gumamnya, ia terlihat kehilangan semangatnya, ia mengecup keningku pamit, melepaskan genggamanku.
"Hati-hati Juna.." aku mengantarnya hingga keluar kamar dan melihatnya berlalu, tanpa lambaian.
Aku tak percaya ini!
Aku masuk kembali ke kamarku dan ku lihat ponsel yang teronggok di samping laptop yang menyala, aku melihatnya, pesan dari Adi..
Gimana janjinya? Semoga berjalan dengan lancar yaa.. selamat tidur Nas..
Segera saja aku hapus pesan itu, namun ketika aku hendak menghapus pesan itu sebuah pesan baru masuk, dari Juna
Janjinya berjalan lancar, Selamat tidur Nas..
Aku menelan ludahku, pahit.
Ya Tuhan.. Bagaimana ini??
π*********π
Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
Comment on chapter #PrologBerkunjung balik ke ceritaku juga ya.