#The Explanation
πππππππ
Untukmu yang pernah hadir..
πΉ
Dariku yang sempat memilikimu..
πΉ
Kamu adalah penenang dan pengacau hatiku..
πΉ
Kamu seperti langit tinggi yang tak mampu ku gapai meski aku menginginkannya..
πΉ
Kita seperti sepasang sepatu yang selalu berdampingan tapi tak bisa bersatu seutuhnya..
πΉ
Aku mencintaimu,
Sungguh..
πΉ
Apakah kita bisa bersama?
πΉ
Apakah kita bisa berjalan bergandengan dengan bebas?
πΉ
Apakah bisa?
Apakah mungkin?
π***********π
Rasa hangat menjalar ke sekujur tubuhku yang menegang karena ketakutan, napasku mulai teratur dan ototku mulai menenang.
"Aku rindu.." bisiknya,
Aku hanya terdiam mendengar bisikannya, menikmati hangat tubuhnya yang juga mulai menenang.
"Knapa kamu menghilang begitu saja Bii?" Tanyanya, aku mengerutkan dahiku.
Bukannya dia yang memintaku untuk pergi dari hidupnya?
Segera aku melepaskan pelukannya dengan paksa, aku menatapnya. Wajahnya yang kalem hanya tersinari remang-remang dan matanya terlihat sayu, ada apa sebenarnya ini??
"Kamu yang memintaku untuk putus denganmu kan?" Tanyaku.
Ia menunduk dalam, saat-saat hening seperti ini yang aku benci, saat-saat hening yang tanpa arah.
"Hikma yang memintaku Bii.." jawabnya, aku mengerenyitkan dahi semakin dalam.
"Maksudmu?" Kagetku,
bagaimana bisa?
"Ketika itu Hikma mengamuk di rumahnya dan orangtuanya memintaku untuk datang, Hikma yang memintanya. Dia marah dan ingin membunuhmu, dia akan membunuhmu jika aku tak bersamanya saat itu juga..." jelasnya.
"Aku pernah janji padamu untuk tetap bersama kan?" Tanyanya, aku mengangguk mengingatnya.
"Aku serius Bii.." ia menggenggam tanganku dan membawaku ke sebuah tempat, sebuah gubuk buatan yang temaram, kami duduk di balkon gubuk itu dan meneruskan penjelasan Juna.
"Lalu bagaimana dengan Hikma?" Tanyaku bersimpati.
"Ketika aku lulus SMA, aku sudah bertekad untuk meninggalkannya dan memulai hidupku yang baru, aku tak tahu lagi.. rasanya aku tak ingin berurusan lagi dengan Hikma, dia bukan Hikma yang dulu aku cintai, dia berubah.. dia menjadi posesif dan arogan.. aku tak paham.. atau entah aku yang tak mengenalnya dengan baik.." ia menggeleng dan mencoba menjelaskan "sejak aku masuk kuliah Hikma memang tak ada kabar, namun setahun kemudian ia kembali, ia masuk kampus yang sama denganku. namun sikapnya berubah baik dan ia seperti sosok Hikma yang dulu aku sayang Feb.. sayangnya aku telah memilikimu dan aku tak bisa kembali padanya, aku tak bisa.." setitik bening itu mencair melewati pipinya.
Aku menyekanya dan mencoba memeluknya, mengelus tengkuknya supaya ia bisa lebih tenang.
"Aku kira Hikma telah berubah menjadi lebih baik, tapi ternyata tidak, ia malah semakin menjadi dan membuatku takut.. aku takut Hikma melakukan sesuatu diluar batas pengawasanku padamu Bii.. aku tak ingin kehilanganmu.."
Untuk beberapa saat suasana hening menguasai kami, aku hanya bisa memeluknya dan menenangkannya yang kini masih terisak pilu. Ahhh... Juna ...
Andai saja aku mampu memutar kembali waktu, akan kuputar ketika kamu belum pernah bertemu dengan gadis bernama Hikma itu, akan kucegah dirimu untuk bertemu dengannya.
Ddddrrrttt ddddrrrttt
Sebuah nada panggil masuk di ponsel Juna, aku sangat yakin itu ponsel Juna karena itu nada panggil favoritku di ponsel Juna. Ia mengambil ponsel dan melihatnya beberapa saat, pandangannya datar dan seperti enggan untuk mengangkatnya, ia mencoba kembali dan mengatur nafasnya.
"Hallo Hikma? kenapa?" Tanyanya.
"Ahh Sudah kuduga..." gumamku
"Aku sedang cari angin, ngopi di warkop.." jawabnya, ia menatapku seolah berharap aku mengerti, dan aku mengangguk.
Aku tak percaya ada gadis senekat dia hadir diantara kisah kasihku bersama Juna, ia sangat menyulitkan hubungan kami dan itu menyebalkan.
Dddrrrttt ddddrrrttt
Ponsel bergetar di dalam celana jeansku, kulihat layarnya, sebuah pesan dari Hikma.
Aku tahu kau sedang bersama Juna, lihat saja hukumanmu nanti dasar p*rek!!
Dhegh!
Kenapa gadis itu bisa tahu? Darimana ia tahu.?
Aku mengitarkan pandanganku ke sekeliling area itu, namun hampir semuanya gelap dan aku tak dapat melihat apapun.
Damn! Kenapa aku harus diteror oleh gadis gila macam Hikma? Ya Tuhan.. bagaimana ini?
Segera aku mematikan ponselku ketakutan.
"Bii??" Juna memanggilku, aku menatapnya dan mencoba tenang.
"Kenapa?" Tanyanya, ada sebuah tatapan khawatir di mata Juna, ia mengelus rambutku. Aku menggeleng dan mencoba tersenyum.
Suasana hening, pikiranku melayang entah kemana, aku hanya menundukkan kepalaku dalam, sebenarnya aku ingin menangis, aku lelah diteror seperti ini, Juna milikku, namun gadis itu juga memilikinya, ini menakutkan.
Tapi... Juna memintaku untuk bertahan, dan aku juga ingin bersamanya. Kami ingin bertahan bersama-sama.
"Bii.. mulai hari ini, apapun yang Hikma lakukan tolong bertahanlah.." Juna mengenggam tanganku "untukku, untuk kita.."
"Aku takut Juna.." aku mulai terisak, Juna mendekapku hangat namun aku tolak.
"Kenapa Bii..?" Kagetnya.
"Hikma melihat kita, ia bilang aku sekarang sedang bersamamu.." jawabku jujur, angin dingin menyapa kulit leherku dan hembusannya membuat rambutku menari manja.
"Ia hanya sedang menggertak..." jawab Juna mantap.
"Tapi... " aku menengadah menatap Juna, cairan itu meleleh dari mata sipitku, rasanya menyebalkan.
"Tidak apa-apa.." Juna merangkulku dan mengecup keningku "tenanglah, aku dipihakmu.." bisiknya. Ia seperti berusaha untuk menenangkan diriku.
Hatiku menjadi hangat dan kubenamkan kepalaku di dadanya, kupeluk tubuh tegapnya itu, mencoba menikmati detak jantungnya yang tenang meski hatiku begitu kalang kabut dihantui gadis bernama Laras Hikma itu.
*********
Juna melambai dan aku segera masuk ke dalam villa, jam dinding di ruang resepsionis menunjuk angka 11 dan tak ada seorangpun yang menjaga meja itu.
Kuketuk pintu kamar bernomor 12 itu dan kudapati Nayra yang membukanya dengan setengah tertidur, ia menggisik matanya dan membiarkanku masuk. Kukunci kembali pintu itu dan segera ke kamar mandi.
Ahh.. maaf Nay.. aku mengganggumu malam-malam begini..
Kubersihkan diriku dan segera bergumul dengan selimut tebal dan tubuh Nayra yang meringkuk seperti kucing dengan dengkuran khasnya.
Goodnight Nay.. Thank you..
*****
Setelah kejadian itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tetap bersama Juna. Aku menjalin hubungan dengannya seperti biasa lagi, dan kami mulai menikmatinya kembali meski kami tak bertemu untuk waktu yang cukup lama.
Liburan semester telah selesai, Nayra kini kuliah di tempatku dan intensitas pertemuan kami bertambah, kami terkadang pulang bersama dan hang out melepas lelah awal perkuliahan.
Hari ini ia mengajakku ke rumahnya dan kami bercerita banyak tentang masalalu kami masing-masing, ia menceritakan tentang Juna dan Hikma. Entah mengapa aku sangat tertarik jika berbincang mengenai Juna dan Hikma.
"Dulu, Hikma dan Kak Juna adalah pasangan yang adem ayem Feb.. hampir selama 2 tahun gak ada orang ketiga sama sekali, keliatannya bahagia banget.." ujar Nayra.
"Mm.. kalo di lihat sih emang iya, mereka serasi.. Hikma manis dan Juna keren.. mereka terlihat cocok.." kataku membayangkan.
"Iyaa.. tapi dibalik itu semua, ada hal yang janggal dan membuatku penasaran.."
"Hmm?? Apa??" Tanyaku sambil mulai mendekat pada Nayra.
"Ada temanku yang hampir meninggal karena sebuah kecelakaan.." katanya. Aku mengerutkan dahi mencoba memahami alur cerita selanjutnya.
"Hikma.." ucapnya tiba-tiba, aku hanya menatapnya.
"Pelakunya Hikma??" Tanyaku, ia menggeleng.
"Kak Juna.." tatapan Nayra menerawang , ia terlihat sedih.
"Juna pelakunya?" Kagetku tak percaya, ia hanya menggeleng.
Lalu?? Kemana arah cerita Nayra sebenarnya??
"dia adalah sahabatku, Julia.. dia mengatakan padaku bahwa kak Juna mendekatinya dan akhir-akhir ini mereka dekat, ketika kejadian itu terjadi kak Juna sedang bersama Julia dan mereka bertemu Hikma. Hikma marah dan ia mengancam akan bunuh diri dengan berdiam diri di tengah jalan raya, Julia yang merasa bersalah bermaksud meminta maaf pada Hikma, namun ketika ia hendak minta maaf Hikma mendorongnya dan membiarkan kak Juna berlari untuk menolongnya namun mobil dengan kecepatan tinggi di jalan raya itu tak terkendali hingga beberapa kali mengklakson. Julia berusaha bangkit dan berlari namun kakinya terkilir dan kak Juna segera meraihnya, namun Julia terserempet bersama kak Juna dan terpental hingga beberapa meter .. Julia koma dan kak Juna mengalami luka ringan.." jelasnya, ia menatapku nanar "Hikma pandai bermain drama Feb.. Julia mundur dan meninggalkan Kak Juna, ia tak tahan dengan teror Hikma dan lebih memilih untuk pindah SMA, sebelum ia pergi, ia menceritakan itu padaku.."
Aku hanya menatapnya tak percaya,
Bagaimana bisa Hikma melakukan itu pada Julia? Dia bisa saja melakukan hal yang sama padaku..
"Berhati-hatilah Feb.."
Aku mengangguk, aku mulai merasa insecure dengan keadaan ini.
******
Sinar mentari menyengat kulitku, bulir demi bulir keringat meluncur indah dari keningku. Aku berjalan di sekitar fakultas FPOK tempat Juna kuliah, aku berencana untuk menengok Candra-ku yang akhir-akhir ini aku rindukan.
Ahh, sebenarnya setiap hari aku memang merindukannya..
Ahh, panas sekali..
Ku kipas-kipas tanganku yang kecil itu, ahh.. tidak terasa.
Samar-samar aku seperti melihat sosok yang aku kenal, sosok tinggi dengan senyum ceria khas miliknya. Aku merasa aku melihat Adi dari kejauhan, ia menyiramkan air dari botol tempat minumnya ke wajahnya yang memerah kepanasan, ia mengibas-ngibaskan rambutnya yang tidak terlalu panjang. Ia terlihat begitu menikmati guyuran itu dan meminum air sebagiannya lagi.
Aku menelan ludahku untuk membasahi tenggorokanku yang kering.
Apa ini fatamorgana?? Adi kuliah di sini??
"Bii.." seseorang memanggilku, aku menoleh ke belakang dan mendapati Juna melambai sembari memberikan senyumannya, kubalas senyumannya. Sekelebat ingatanku pada Adi buyar digantikan Juna.
"Hey.." segera kuraih tangannya dan berbisik di telinganya "Hati-hati, jika ada Hikma bagaimana??" Khawatirku.
Juna tersenyum dan mengacak rambutku dengan gemas, aku hanya celingak-celinguk takut Hikma melihat kami.
"Tenang saja.. Hikma hari ini keluar kota urusan keluarga.."
Aku menatap sosok Juna, ada raut bahagia di wajahnya.
Kenapa?
"Ikut ke sekre yuk.." ajaknya.
What?
Juna menggenggam tanganku dan membawaku ke sekre, dia memintaku duduk di depan sekre dan kami berbincang.
"Ada apa ini Juna??" Aku merasa heran.
"Ngga.." dia menggeleng dan tersenyum "yaa ini sekre aku Feb.." katanya.
Aku tahu Candra-kuu..
Beberapa orang berlalu lalang di sekre, seorang gadis menyapa Juna.
"Kak Juna, siapa nih?" Tanyanya ramah.
"Febri, pacar kakak.." katanya tanpa beban, ia menggenggam tanganku. Aku tersenyum seadanya.
"Ohh.. hehhe.." gadis itu hanya tersenyum, entah senyuman apa.
"Ini Santika, Bii.." Juna memperkenalkan gadis itu "tingkat dua anak departemen aku.."
"Febri.." aku menyodorkan tanganku padanya, ia menyambutku ramah.
"kakak, aku masuk dulu ya.." pamitnya.
Juna mengangguk, ia kembali fokus padaku, ia tersenyum memandangku, yang dipandang hanya terkekeh.
"Mm.. bisa ga kamu gak gitu banget? Hehhe" aku menutup matanya dengan tanganku, ia tersenyum.
"Iyaa.." jawabnya, "pinjem hp dong Bii.." pintanya.
"Buat apa ahh??" Tanyaku investigativ.
"Pinjem ajaa.." Juna menatapku manja,
Iiihh.. jangan gitu dong, nanti aku ga bisa nolak..
Kurogoh ponselku dan memberikannya. Dia memberikan ponselnya juga padaku "nih punya aku.." katanya.
Aku menerimanya, sebuah ponsel sederhana dengan merk yang tak terkenal. Kubuka ponsel yang kuncinya masih manual itu, wallpapernya seorang wanita paruh baya bersama dirinya, ahh ibunya mungkin, lagipula wajahnya ada sedikit mirip.
Aku mulai masuk ke kehidupannya, aku klik galerinya. Ada beberapa photo dirinya dan banyak photonya bersama mahasiswa lainnya, ahh.. anak BEM yang lain mungkin, ada Santika juga disana.
Aku tersenyum melihat photo-photo konyolnya. Juna sedang tidur, mengobrol, dan Aku tertegun, ada beberapa photo selfie Hikma.
Apakah selama ini Hikma selalu memegang ponsel Juna? Apakah Hikma tahu tentangku dari ponsel Juna?
Segera aku melihat kontaknya, tak ada namaku. Aku terdiam, tidak mungkin!
Semakin penasaran aku melihat kotak pesannya, aku hendak meng-klik kotak pesannya tapi..
"Mm.. Juna, boleh buka inbox??" Pintaku.
Ia menatapku beberapa detik, ia mengangguk. Aku menelan ludahku, aku berdebar-debar.
Dhegh!
20 pesan dari Hikma belum ia buka, aku ingin membukanya tapi.. haruskah?
Aku mencoba mengabaikan pesan itu, dan mencari nomorku namun aku tak menemukannya, ada isi pesan yang mirip dengan pesan terakhirku dengan nama kontak 'Bintang'
Ahh.. ternyata kontakku bernama Bintang
Aku tersenyum, tapi disitu hanya ada satu pesan. Mungkin Juna menghapus semuannya.
"Bii.." panggilnya, aku mengalihkan pandanganku pada Juna, dia memotretku beberapa kali.
"Ahh.. Junaa.." aku memukul pahanya kesal, ia malah tertawa.
"Sini deh.." Juna menggeserku dan aku duduk di sampingnya, ia mengarahkan ponselku standby untuk selfie
"senyum Bii.." pintanya. Aku spontan memberikan senyuman terbaikku di depan kamera, dia memotret kami hingga beberapa kali.
Ahh.. berdebar-debar, apalagi ini di depan sekre dan di dalam ada beberapa anak BEM yang notabene juga teman-teman Hikma sedang berbincang.
Dddrrtt dddrrrttt
Ponsel Juna berdering, sebuah panggilan masuk, ku lihat nama pemanggilnya "Hikma.." aku memberikannya pada Juna, ia menerima panggilan itu dan memintaku untuk diam. Aku mengangguk.
"Iya, besok? Mm.. oke.. besok jam 8, oke.." ia menutup panggilannya.
Aku mengerutkan keningku, ia bangkit dan masuk ke sekre berbincang dengan beberapa orang disana. Sepertinya aku harus segera pergi, suasananya sedikit berbeda dan Juna mengembalikan ponselku.
"Juna, sepertinya aku harus pergi.." pamitku.
Ia mengangguk, aku memberikan senyumanku, berharap Juna bisa menerima energi positiv-ku, ia membalas senyumanku dan mengelus rambutku.
Seorang lelaki lewat di hadapanku, menoleh menatapku dengan tanda tanya, aku terdiam menatapnya tak percaya. Lelaki itu membereskan rambutnya yang masih basah, senyumannya hilang, Aku menelan ludahku.
Adi.
Adi?
Adi!?
Kejutan untuk ke sekian kalinya dalam hari ini..
Ya Tuhan..
Ia masuk ke dalam sekre itu dan bergabung dengan lainnya.
Adi juga anak BEM??
Aku segera meninggalkan sekre setelah mendapat lambaian dan senyuman Juna.
Adi?
Aku tak percaya!!
π**************π
Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
Comment on chapter #PrologBerkunjung balik ke ceritaku juga ya.