#Bounce
Seseorang yang akan sangat sulit kamu lupakan dalam hidupmu adalah ia yang telah membuatmu jatuh bangun bertubi-tubi💞
*Author*
***********
Sebuah payung basah menggantung di samping pintu sebuah caffe yang berada di sekitar kampusku, itu payungku. Malam ini aku berjanji untuk bertemu dengan salah seorang teman lama yang katanya sedang ada di daerah kampusku dan ingin bertemu denganku, namanya Nayra. Teman lama ketika aku berada di SMP dulu, dia adalah satu-satunya teman yang aku sayangi waktu itu, dia yang paling nyaman berada disampingku meski dengan sifatku yang cuek.
Layar ponselku bergetar dan sebuah pesan dari Nayra muncul, ia menanyakan keberadaanku dan segera ku balas dengan letak dimana aku duduk saat ini.
Beberapa waktu berlalu dan seseorang datang dengan melambaikan tangannya, senyuman itu, senyuman yang aku sukai.
Aku bertanya-tanya dalam diriku, aku meyakinkan penglihatanku namun beberapa kali kucoba ternyata itu benar dia. Dia menghampiriku dan menyapaku ramah, segera setelah itu ia mengelus rambutku dan duduk di hadapanku.
"Juna.. ada apa kesini? Kau?" Kugantung pertanyaanku.
Ia tersenyum iseng "aku lihat PM bbm-mu.."
Aku menepuk jidatku dan tersenyum, aku memang menulis PM akan bertemu dengan seorang teman lama di akun bbm-ku.
Ku usap rambutnya yang klimis terkena air hujan dari luar itu dan ku rapikan, ia tersenyum padaku dan ikut merapikan rambutnya seperti anak kecil yang sedang menyisir. Mataku hanya tertuju padanya masih dengan senyuman.
Kamu adalah lelakiku yang tampan, Juna..
Tak pernah ku sangka akan bertemu dengan makhluk indah sepertimu dan menjadikanmu bagian dalam hidupku.
"Ck, ganteng yah??" Celetuknya, ia tersenyum dan memperlihatkan barisan giginya yang rapi.
Aku melepaskan tanganku dan kembali seperti biasa.
Duuh ini anak satu, ada-ada aja kelakuannya.
"Mana temanmu itu Bi?" Tanyanya sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling caffe itu.
"Hmm.. katanya udah di sekitar kampus, tapi aku udah kasih tau kok lokasinya.." jawabku, kulihat jam tanganku, ternyata sudah hampir sepuluh menit aku menunggunya.
"Ohh..oke.." ia tersenyum, segera ia memesan sebuah minuman hangat pada pelayan caffe itu.
"Oh ya, kamu gak sibuk di kampus?" Tanyaku heran, biasanya hari biasa ia sibuk di kampus melakukan tugasnya sebagai ketua departemen entah itu rapat atau semacamnya. Selama ini kami hanya bertemu di weekend dan menghabiskan waktu bersama untuk melepaskan penat, yaah sebenarnya lebih ke penatnya, karena aku tak banyak melakukan hal yang aneh-aneh di kampus.
Ia hanya menggeleng, aku tersenyum untuknya. Beberapa saat kemudian ponselku bergetar panggilan dari Nayra, segera saja aku menerimanya dan memberitahukan keberadaanku.
Seorang gadis berambut ikal panjang memakai kaos panjang polos berwarna biru navy dan jeans belel masuk ke caffe masih dengan basah di bajunya.
Itu Nayra??
Nayra temanku yang dulu berkaca mata tebal dan penuh jerawat di pipinya?
*upz aku tak bermaksud menjelek-jelekannya, sungguh.. karena dulu aku juga begitu, kuper dan kumal.
Sebuah senyuman tertaut pada bibir gadis itu, manis.
Aku melambai memastikan bahwa itu dirinya atau bukan, namun ia juga melambai dan langsung memberikanku jawaban.
"Hey Feb.." sapanya, ia menggenggam tanganku dan mencium pipi kiri dan pipi kananku. Kini ia berubah, dulu ia slalu bau keringat karena suka olahraga namun kini ia wangi, wangi parfum yang feminim, aku suka.
"Apa kabar Nay?" Tanyaku, aku mempersilahkannya duduk di sampingku dan mulai berbincang ringan seputar kehidupan kami masing-masing.
Aku terhanyut dan baru sadar jika Juna bersamaku, itupun karena Nayra beberapa kali mengalihkan matanya pada seseorang di depanku dengan sebuah senyuman.
Aku menoleh dan mendapati Juna sedang tersenyum memperhatikan kami yang tengah mengobrol.
"Mm... Juna.." aku terkekeh "kenalin ini Nayra.." kataku memperkenalkan sahabat SMP ku itu.
Nayra menyodorkan tangannya dan memperkenalkan dirinya "Nayra.." katanya ramah.
Nayra kini telah berubah, dia sangat cantik dan aku senang ia masih mengingatku, kebanyakan orang melupakanku dan menganggapku tak ada setelah perpisahan SMP waktu itu.
Juna menjabat tangan Nayra dan memeperkenalkan dirinya juga, kami bertiga mulai mengobrol dan terhanyut dalam nostalgia.
"Inget gak dulu kamu pernah jatuh di selokan gara-gara di kejar anjing komplek sebelah??" Tanya Nayra riang.
Aku mengangguk, aku tertawa dan menikmati kebersamaanku dengan Juna dan Nayra. Juna juga sedikit berbagi masalalunya bersama kami, banyak sekali yang hal yang sama-sama kami sukai ketika SMP terlebih lagi dulu aku dan Nayra sangat suka melakukan hal-hal yang sedikit tomboy, seperti bermain di lapangan komplek dan bermain layang-layang hingga senja, bahkan kami melakukan jurit malam ke rumah kosong di daerah sana dan saling menakut-nakuti satu sama lain. Semua itu sangat menyenangkan.
Minuman kami sudah habis dan beberapa camilanpun sudah tidak ada di atas piring, semuanya telah pindah ke perut kami.
Beberapa kali Juna sibuk dengan ponselnya, beberapa kali juga wajahnya terlihat tegang. Aku merasa ada sesuatu yang janggal dan aku ingin menanyakannya, namun kini aku sedang bersama temanku dan aku tak ingin merubah momen ini.
Pada akhirnya Juna menerima sebuah telpon, rautnya sedikit berbeda dan bicaranya juga sangat singkat.
Aku menatap Juna, Nayra juga. Kami menatap Juna dengan sebuah tanda tanya yang berbeda.
Entah Nayra berpikir apa, namun aku berpikir mungkin ini ada hubungannya dengan gadis itu.
"Bi.. Nay.. maaf ya aku ke kampus dulu.." Juna pamit setelah melihatku mengangguk, mataku menatapnya seakan bicara semoga tak ada hal yang tidak diinginkan terjadi.
Juna mengangguk dan senyumannya memberikanku sebuah kepercayaan, ia membayar makanannya dan segera pergi dari caffe meninggalkan kami yang masih bertanya-tanya.
"Kenapa dia Feb?" Tanya Nayra heran, mungkin ia juga merasakan bahwa Juna begitu tegang beberapa saat lalu.
"Biasa.. ada sesuatu di kampusnya, wajar laah.. aktivis mah emang gitu.." jawabku sembari menenangkan diriku sendiri, jujur saja aku merasa takut.
Bayangan Juna begitu cepat menghilang dan kami meneruskan perbincangan kami hingga waktu tak terasa, jam dinding di caffe itupun telah menunjuk angka sepuluh.
Nayra mengajakku pulang dan kami pulang bersama, Nayra pindah ke kampusku mulai semester depan, ia ikut kedua orangtuanya dan memutuskan untuk meneruskan kuliahnya bersamaku.
"Feb, kost kamu dimana? Aku anter ya.." ia menghampiriku dengan matic abunya.
Aku mengangguk dan ikut padanya, ku tunjukkan alamat kost ku.
Setelah kami sampai, aku pamit padanya dan mengucapkan terima kasih. Kami berjanji untuk bertemu kembali minggu depan untuk liburan bersama setelah UAS.
"Feb..." Nayra memanggilku setelah aku berada di gang menuju kost ku.
"Ya??" Aku menoleh.
"Kamu hati-hati ya.." ia menatapku serius.
"Kenapa Nay?" Aku mendekati Nayra memastikan apa yang aku dengar.
Ia menggeleng dan tersenyum, ia pamit dan berlalu dari jalanan lenggang itu.
Jelas aku mendengar Nayra berkata hati-hati padaku, apa maksudnya??
Aku masuk ke kamarku dan kulemparkan diriku ke atas kasur nyaman itu.
Ahh.. kenapa tadi Juna seperti itu?
Segera aku membuka ponselku,
Dhegh!
Beberapa notifikasi dari Juna muncul. Sepuluh pesan dan 16 panggilan tak terjawab, aku segera membuka pesan itu dan menenangkan hatiku. Pesan itu seperti sebuah spam karena isinya tak jelas maksud dan artinya, aku mengerutkan dahiku dan membaca pesan terakhir dari Juna.
Jauhi aku!! Mulai saat ini kita putus..
Kita gak bisa bareng lagi, aku udah milih Hikma..
Aku melihat pesan itu hingga berkali-kali, rasanya tak percaya jika Juna memutuskan hubungan kami begitu tiba-tiba, kami baru saja berbincang dan bercanda bersama, bahkan tidak ada pertengkaran diantara kami, kami saling menguatkan seminggu kemarin dan Juna memintaku untuk menemaninya apapun yang terjadi.
Aku tak percaya akan pesan itu, aku segera menghubungi Juna dan mengirimkan pesan padanya. Tak ada balasan dari Juna, bahkan ia menolak panggilanku. Aku merasa ini semua adalah mimpi, ini tak nyata, ini sebuah kebohongan.
Tidak!!! Tidak! Ini tidak benar!! Juna tak mungkin melakukan itu!!
Juna tak mungkin begitu saja memutuskan hubungan kami.
Pasti ada yang tidak beres dengan semua ini!!
Aku terus menghubungi Juna, namun panggilanku tak pernah ia terima, ia menolak dan tidak mengangkat telponnya sama sekali.
Tubuhku rasanya sangat panas, semuanya terasa sangat konyol, aku tak percaya akan apa yang aku pikirkan saat ini.
Juna bersama Laras Hikma?? Bagaimana bisa??!
Aku masih tak percaya, pada akhirnya kubiarkan saja semua ini, ini mungkin hanya kekonyolan Juna untuk membuatku kesal padanya.
Ahh.. tapi dia tak pernah melakukan ini.. melakukan hal konyol seperti ini.
Kubuang napasku pelan, aku merapikan diriku untuk segera tidur.
Aku harap besok kembali seperti biasa. Hari ini aku lelah, aku ingin istirahat.
Kupejamkan mataku dan kurelaxkan semua tubuhku yang sempat menegang karena seharian ini melakukan banyak hal, termasuk mendapatkan pesan aneh dari Juna yang membuatku berpikir extra mencerna semua kata-katanya.
Jam menunjuk angka sebelas, aku berbaring dan merasakan semuanya mulai relax, dan aku tak tahan lagi ingin tidur.
*****
Dddrrttt dddrrrttt
Alunan musik nada panggil berbunyi nyaring di kamarku, aku tersadar dan mengambil ponsel yang ada di atas meja belajar dengan malas. Kulihat layarnya, ternyata Juna.
Segera aku menerimanya dan memberondonngnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik hatiku sedari tadi. Tak ada jawaban dari seberang, suara detik jam terdengar samar, kulihat jam sudah menunjuk angka tiga.
Juna menelponku pukul tiga pagi.
"Juna?" Kupanggil namanya memastikan.
"Ada apa sebenarnya ini?" Aku mencoba setenang mungkin, meski hatiku penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran.
"Feb.." panggilnya pada akhirnya, ia memecah keheningan diantara kami.
Feb? Biasanya ia memanggilku Bintang
"Iya, kenapa?" tanyaku
"Kita putus ya.." suara dari seberang terdengar pelan, bahkan seperti berbisik.
Dhegh!!
Deg - deg - deg- deg - deg
Butiran bening itu meluncur tanpa kuingini, mengalir melewati wajah yang merasakan sebuah kehancuran. Kantukku hilang, Napasku terasa tersekat, rasanya seperti tertindih batu besar dan tak berdaya.
Aku berharap itu adalah bohong, semua yang ku dengar adalah bohong, Juna tak mengatakan yang sebenarnya, Juna hanya bercanda, dan semua sedang baik-baik saja.
"Febri Anastasya, bisakah kau menjauhiku?" Suara di seberang terdengar datar, suara Juna yang berbeda dari biasanya.
Aku menggeleng.. tak percaya,
Aku menggeleng .. aku tak mau menjauhi Juna,
Dan aku menggeleng.. tak mau putus darinya.
"Kenapa Ju..."
Tuuuuuutttttttt
Panggilan diputus dari Juna.
Amarah dan kekesalan bercampur menjadi satu dan bergejolak membara di hatiku. Aku tak mendapatkan sebuah penjelasan barang sedikitpun, bahkan aku tak sempat menyelesaikan pertanyaanku.
Itu suara Juna, tapi kenapa? Kenapa Juna melakukan ini padaku?
Aku terdiam menatap layar ponsel yang telah berganti menjadi wallpaper photo Juna yang selama ini menghiasi ponselku. Airmata yang tadi sempat tertahan saat perbincangan itu membuncah begitu saja, aku menangis, aku ingin berteriak dan mengatakan bahwa Juna jahat, betapa dia dengan mudahnya mengucap kata 'putus' dan memintaku untuk menjauhinya.
Rasanya sesak, seperti ada ribuan batu menumpuk di dadaku.
Bagaimana ini bisa terjadi??
Juna, kenapa kamu lakukan ini?!!!
Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
Comment on chapter #PrologBerkunjung balik ke ceritaku juga ya.