Read More >>"> Katakan Sekarang! (Ni) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Katakan Sekarang!
MENU
About Us  

“Jadi, tempat duduk mana yang bisa kutempati?”

Mega menoleh pada Laras yang baru masuk ke kelas pagi ini. Ia yang sedang menyimpan beberapa buku ke dalam loker segera menunjuk pada kursi kosong di sebelah tas sekolahnya.

Gadis itu melangkah riang, sementara di tangan kanannya terdapat jinjingan yang mengeluarkan aroma lezat.

“Senangnya kita satu kelas lagi dan menjadi teman sebangku. Aku senang sekali.” Ucap Laras.

Mega hanya tersenyum dan mengangkat alis menanggapi ucapan Laras. Temannya ini aneh menurutnya. Ia tidak mengerti mengapa menjadi teman satu kelas bahkan teman sebangku untuk tahun kedua bisa sebegitu menyenangkannya.

Mega sendiri tak begitu peduli dengan tanggapan Laras. Namun, ia tak ingin ambil pusing, jadi lebih baik menyusun rencana untuk point selanjutnya.

“Mega...,” panggil Laras dari tempat duduknya.

Mega membalikkan posisinya pada Laras yang masih menjinjing sebuah kotak di tangan kanannya, “Aku membawa roti isi keju. Mau sarapan bersamaku?”

“Apa? Oh, tidak hari ini. Aku harus ke ruang guru sebelum kelas dimulai.”

Laras menggaruk-garuk kepala, sementara bibirnya juga menggerutu dengan suara yang sulit ditangkap oleh Mega.

“Hai, Meg,” Bujur menyahut dari pintu, “Kamu juga di kelas ini? Astagaa...”

“Oh, hai, Jur. Aku langsung ke sini begitu melihat namaku di tempel di jendela kelas. Kamu?”

“Namaku juga berada di dalam kertas itu, Bujur Bilqis. Ah, senangnya bisa sekelas denganmu.” Bujur memeluk Mega.

Mega membalas pelukan Bujur. “Eh, aku harus segera ke ruang guru.”

“Ngapain?” tanya Bujur.

“Mau laporan kegiatan MOS selama tiga hari. Mau ikut?”

“Tentu saja.” Balas bujur. “Aku juga akan bertanya mengenai program OSIS kita selanjutnya.”

“Oh, ya?”

“Nanti kujelaskan di kantor, santai saja,” balas Bujur tenang. Ia menyerngit, sementara kepalanya sibuk menilai gadis berkaca mata di depannya. Aneh sekali, hidupnya seperti hanya berkutat pada point saja.

Sementara, gadis yang sedari tadi memegang kotak bekal mendengus keras menyaksikan percakapan omong kosong di depannya. Ia membalikkan badan dan melahap roti isi keju ke dalam mulutnya hingga penuh. Berusaha keras untuk memendam emosi.

Kemudian matanya beralih pada Luluk dan tanpa sengaja mendengarkan obrolan gadis itu dengan teman sebangkunya.

“Jadi..., kamu daftar jadi panitia OSIS itu karena Kak Leon? Senior yang suka mondar-mandir gak jelas, yang kamu sukai itu?” Luluk menyimpulkan.

Senyum Raisa mengembang setiap kali otaknya mengingat Leon. Lalu ia menjawab, “Iya. Karena kupikir, tidak ada lagi cara lain untuk bisa di dekatnya selain ikut menjadi panitia OSIS.”

Laras pun mendatangi meja Luluk dan Raisa. Ia mengambil alih situasi.

“Menurutku, kita terlalu cepat untuk menggantikan pengurus lama. Sehingga waktu libur yang seharusnya panjang menjadi sedikit karena rapat. Ah, benar-benar menyebalkan. Gimana menurut kalian?”

Luluk dan Raisa saling pandang. Bingung.

Melihat respon yang kurang baik, membuatnya untuk berganti topik. “Anyway, tadi kamu bilang mau dekat-dekat Kak Leon, Sa?”

Raisa menatap Laras dengan alis yang terangkat. “Iya. Kenapa? Kamu juga ingin dekat-dekat Kak Leon? Kamu juga sainganku?”

Laras tersenyum bangga. “Tentu saja tidak. Aku punya standar yang tinggi untuk masalah cowok.”

Kening Luluk berkerut. “Kamu bisa memilih cowok mana pun. Karena kamu itu cantik, pinter, kaya,..”

Laras berdehem tidak terima. “Kamu salah, Luk. Meski begitu. Cowok itu harus hanya ada satu per sejuta manusia.”

“Satu per sejuta? Aku bahkan satu per seratus juta manusia.” Potong Raisa. “Dan Kak Leon itu salah satunya.” Tambah Raisa.

Luluk menatap Raisa dari atas sampai bawah, lalu menggeleng. Sementara, Laras sudah tertawa sejak tadi.

Raisa mengerutkan kening. Perasaan jahil menggodanya. “Jangan bilang, kamu juga menyukai Kak Leon, Luk?”

Luluk terlihat seperti dijerat. “Aku..apa?”

“Semua orang menyukainya. Aku pun juga suka.” Laras langsung memotong ucapan Luluk. “Kalau kamu, Luk?” senyuman di bibir Laras merekah lebar. “Ayo mengaku saja! Aku tahu dari caramu melihatnya.” Laras mendesak tubuh Luluk dengan sikunya.

Bel berbunyi sebagai jawaban.

Pembicaraan mereka berhenti dan ketiganya kembali ke tempat duduk masing-masing.

Pada saat itu, Mega sudah kembali ke dalam kelas sambil membaca beberapa helai kertas di tangannya. Gadis berkaca mata itu langsung menghempaskan diri pada kursi, seakan mengabaikan Laras yang sedang menatapnya dengan aura membunuh.

Sejurus kemudian, Rayyan berlari tergopoh-gopoh menuju kelas dan tanpa sengaja menyenggol bahu Fathur yang juga baru tiba.

“Astaghfirullah..” seru Fathur, panik.

“Sorry, Thur.”

Fathur melotot. “Beruntung kamu itu laki-laki. Kalau sudah perempuan, wudhu-ku akan batal saat ini juga.”

Rayyan pun menghentikan langkahnya dan menoleh. “Kamu masih saja begitu, Thur.” Ucapnya sambil menyentuh bahu Fathur dan menyenggolnya, sekali lagi.

“HEIII!!”

Dan tepat saat guru masuk.

Kelas langsung hening. Semuanya bergerak merogoh tas dan mengambil buku.

***

“Luluk, itu ada yang jatuh!” Andri buru-buru mengamankan tiga buku tulis yang jatuh terungkap, lalu memberikannya pada Luluk.

“Mau kubantu?” tanyanya begitu Luluk menerima buku tulis yang jatuh dari tangan Andri.

Gadis itu mengangguk cepat dan memberikan setengah buku tulis yang ia bawa kepada Andri. “Terima kasih,” balas Luluk. “Seharusnya bukan kamu yang melakukan ini.”

“Maksudmu, Rayyan?”

Luluk mengangguk sebagai jawaban. “Seharusnya sebagai ketua kelas, dia yang melakukan tugas ini. Tapi, bagaimana bisa dia di pilih jadi ketua kelas. Kenapa bukan kamu dan Mega?”

“Kenapa aku?” Andri menghentikan langkah kakinya.

“Yaahh, setidaknya lebih pantas gitu. Selain menjadi Ketua dan Wakil Ketua OSIS, kalian juga bisa jadi Ketua dan Wakil Ketua Kelas. Dan bedanya kali ini, kamu yang jadi Ketua, bukan Wakil Ketua.”

Andri tersenyum kecil dipaksakan. “Tidak. Itu terlalu menguras tenaga.”

“Hmm....iya sih.” Luluk pun mengangguk, sejurus kemudian ia menatap tajam teman sekelasnya itu. “Jadi, kamu sengaja ingin menguras tenagaku? Apa karena itu kamu memilihku saat voting di kelas?”

Andri tersenyum lebar, dan tidak dipaksakan. “Sedikit, sih.” godanya seraya mengedipkan mata.

Sebelum Luluk sempat menimpuk temannya dengan buku yang ia bawa, Kak Leon mengunci gerakannya.

“Luk?”

Luluk mendongak dengan kedua mata membulat begitu menatap laki-laki di hadapannya. Jelas sekali, ia tak bisa menghindari kekagetannya, sehingga berbalik bertanya, “Eh.., Kak, ada apa?”

Leon merogoh saku seragam sekolahnya dan mengeluarkan sebuah kertas berlipat dan memberikannya pada Luluk.

“Baca di rumah, ya,” ucapnya sebelum meninggalkan tempat.

Luluk menatap bingung kertas di tangannya.

***

“Kenapa menyuruhku ke sini?”

Rayyan melihat Leon yang menyandarkan tubuhnya ke pintu markas ekskul teater. Tangannya terlipat di depan dada. Ia menutup mata dan tersenyum. sesekali bahkan tertawa.

Rayyan mengamatinya lebih dekat. Ia takut seniornya ini mulai gila.

Leon menoleh. “Aku mencarimu. Darimana saja?”

“Kantin. Kenapa?”

“Oh.” Leon menjawab singkat.

“Ada apa sih, Le?”

Leon melotot, tapi ia mengabaikan panggilan yang dilontarkan Rayyan padanya. “Aku mau berbicara denganmu di sini.”

“Di sini?” ulang Rayyan. Ia pun melihat kondisi di sekitar sejenak. Sepi. Sepertinya Leon ingin berbicara serius sehingga memilih markas ekskul teater yang terletak di pojok sekolah.

“Kenapa gak Whats app aja? Aku gak mau menghabiskan waktu istarahat cuma buat ginian, ya,” Rayyan pun hendak berbalik badan tapi langkahnya tertahan.

“Sini, Ray!” Leon mendorong Rayyan.

“Apa, sih?” balas Rayyan, tidak terima.

“Kamu itu, harus..”

Pintu markas ekskul teater tiba-tiba dibuka dari dalam.

Rayyan tersentak dan tidak bisa mempertahankan keseimbangannya. Ia limbung dan akhirnya jatuh ke belakang. Menabrak Luluk yang memekik keras.

Dan mata mereka bertemu.

Leon terkejut saat melihat Luluk di sana. Tangannya terulur.

Rayyan menerima tangan Leon lebih dulu, tapi Leon hanya menggulingkan tubuh Rayyan ke samping.

“Sialan!” umpat Rayyan.

Leon mengulurkan tangan lagi membantu Luluk.

“Kamu baik-baik saja?”

Luluk menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit kotor. “Iya,” jawabnya pendek.

Gadis itu tidak mendongak. Ia enggan untuk melihat kejadian yang baru saja ia alami. Luluk berlalu begitu saja melewati Rayyan yang baru bangkit dan Leon yang menatapnya cemas.

Baru beberapa langkah, Luluk kembali terjatuh karena kakinya sempat terluka karena jatuh sebelumnya. Beruntung, kali ini tubuhnya lebih cepat di tolong oleh Leon.

“Kakimu terluka, Luk.” Ucap Leon cemas, lalu memberikan punggungnya. “Naiklah.”

“Tapi, Kak..”

“Kamu masih ingin di sana atau aku yang menggendongmu?” kali ini Rayyan yang bersuara.

Luluk pun menurut dengan kikuk. Daripada di gendong Rayyan, ia lebih memilih Leon.

Leon pun menepuk pundak Rayyan dan pergi.

Rayyan menggertakkan giginya.

Sementara Raisa yang melihat kejadian dari jendela markas ekskul teater menelan ludah. Ia belum keluar menyusul Luluk.  Ia masih sulit mempercayai apa yang kini dilihatnya. Karena pada akhirnya, Luluk yang sulit menjawab pertanyaannya dan Laras tadi pagi, terjawab dengan pilihan yang diberikan Rayyan pada Luluk. Ia mengingat percakapan mereka tadi pagi.

Raisa mengerutkan kening. Perasaan jahil menggodanya. “Jangan bilang, kamu juga menyukai Kak Leon, Luk?”

Luluk terlihat seperti dijerat. “Aku..apa?”

“Semua orang menyukainya. Aku pun juga suka.” Laras langsung memotong ucapan Luluk. “Kalau kamu, Luk?” senyuman di bibir Laras merekah lebar. “Ayo mengaku saja! Aku tahu dari caramu melihatnya.”

“Kenapa aku harus memaksa Luluk membuka pintu untuk memergoki Rayyan dan Kak Leon. Astaga...” ucapnya dalam hati.

Akankah persahabatan mereka masih terjalin?

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Penuliskecil

    @yurriansan Terima kasihh. Semangat juga buat kamu yaa :)

    Comment on chapter Prolog
  • yurriansan

    prrolognya penuh misteri, dan suka dengan filosofimu soal waktu.
    belum nemu inti cerita, lanjutin dulu ya :D, semangat!
    kalau boleh saran, paragrafnya jangan kepanjangan ya. dulu juga aku gitu, panjang. tapi ternyata pembaca jadi ngsos2an bacanya.

    kamu jga boleh krisan ke cerita terbruku,
    sukses terus, ya...

    Comment on chapter Ichi
Similar Tags
Ketos in Love
852      505     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...
Kena Kau
413      264     1     
Short Story
Rachel and The Witches
600      321     1     
Short Story
A poor girl's journey that will change your point of view.
Persapa : Antara Cinta dan Janji
7022      1676     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
The Dark Side of Kramati Memory
440      293     1     
Horror
Kira menatap nanar ketika pijakannya bergetar. Di detik berikutnya, gelegar auman singa bergetar kuat di telinga. Ia terperanjat hebat. Perempuan itu mundur perlahan hingga terperosok sendiri di atas tanah. Kini, ia berhadapan langsung dengan bulu-bulu lebat singa yang terus mendekat, seolah menikmati ekspresi ketakutan buruannya. Dalam waktu singkat, ia mengaum tepat di atas wajahnya. Embusan...
Aku benci kehidupanku
336      218     1     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
BANADIS
6519      1538     5     
Fantasy
Banadis, sebuah kerajaan imajiner yang berdiri pada abad pertengahan di Nusantara. Kerajaan Banadis begitu melegenda, merupakan pusat perdagangan yang maju, Dengan kemampuan militer yang tiada tandingannya. Orang - orang Banadis hidup sejahtera, aman dan penuh rasa cinta. Sungguh kerajaan Banadis menjadi sebuah kerajaan yang sangat ideal pada masa itu, Hingga ketidakberuntungan dialami kerajaan ...
AUNTUMN GARDENIA
113      97     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
Rhythm of My Life
500      346     1     
Romance
Semua ini hanya permulaan Akhir yang bahkan tak akan pernah ku ketahui kapan akan menjumpaiku Kapan merestuiku Kapan mengiringku Menuju ketenteraman #twm18
#SedikitCemasBanyakRindunya
2946      1063     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.