HANIFA
Bagian I
Keikhlasan Cinta
Apa yang dapat kulakukan untuk membuatmu merasakan hadirku? Apa yang dapat ku lakukan untuk membuat mu peduli? Apa yang bisa ku katakan untuk membuat mu merasakan hati ini? Apa yang dapat ku lakukan untuk mu di sana? Mungkin karena aku berbeda dari makhluk bernyawa ciptaan tuhan yang ada di muka bumi ini sehingga aku tak dapat melakukan apa yang aku inginkan? Bahkan aku tak dapat menyentuh dan memeluk anak yang telah aku lahirkan.
Beberapa pertanyaan itu pernah mengisi kesedihanku dikala aku menyadari bahwa aku bukanlah lagi makhluk yang bernyawa. Pada awal aku kembali berada di dunia ini aku merasa terbangun dari tidur yang sangat lama dan terakhir aku merasa sangat kesakitan di beberapa bagian tubuhku sebelum tertidur namun disaat terbangun aku tidak lagi merasakan kesakitan aku hanya merasa sedikit aneh karena tiba-tiba saja berada di rumah berdiri tepat di depan bayi perempuan yang cantik. Bayi itu adalah anak yang telah aku lahirkan, rasa bahagia dan sedih terasa saat itu. Aku tak kuasa ingin memeluknya namun aku menyadari bahwa aku bukanlah manusia yang seutuhnya lagi dan mustahil bagiku untuk bisa menyentuhnya secara langsung. Disaat melihatnya menangis tak jarang aku ikut menangis aku bahkan dapat merasakan kesedihannya seolah aku dapat berkomunikasi dengannya. Anakku cantik jangan bersedih..
Sebelum melahirkan anakku dulu aku pernah berdoa dan bermohon kepada tuhan agar diselamatkan namun jika takdir berkata lain maka aku ingin tetap dapat melihat anakku meskipun itu hanya beberapa saat dan ternyata tuhan mengabulkan doaku. Aku dapat bertemu dengan anakku lagi meskipun itu hanya dua bulan pada bulan kelahirannya saja di tiap tahun. Walaupun waktuku hanya terbatas dua bulan namun aku sangat bahagia dapat berkumpul bersama keluarga kecilku.
Kini sudah tujuh tahun berlalu sejak kepergianku tahun demi tahun aku lalui bersama putri semata wayangku. Namanya Armina Purnama biasa dipanggil Nana dan satu-satunya manusia yang dapat melihat dan berkomunikasi denganku hanya Nana. Dia anak yang sangat pintar entah bagaimana dia bisa merahasiakan semua ini. Kami semua merasa sangat bahagia walau Ayahnya masih sering meneteskan air mata hanya karena mengingatku.
Teringat disaat pertama kali Ayahnya Nana sebut saja namanya Firman memberi nama kepada putrinya. Saat itu dia menyebut kata Armina entah darimana dia mendapatkan nama itu bagiku tidak ada masalah kemudian tambahan Purnama itu berkat bisikanku yang juga entah bagaimana bisa terdengar oleh Firman dan akhirnya nama anak kami Armina Purnama. Panggilan nama Nana juga pertama aku yang menyebutnya dikala dia bisa menatapku dan tersenyum dikala semua orang terlelap di malam hari. Aku sering menghibur dan memanggil namanya dengan kata Nana dikala dia menangis dan tak lama kemudian Ayahnya juga ikut memanggilnya Nana disaat bermain dengannya.
Disaat Nana berusia satu tahun aku kembali hadir menemaninya saat itu dia mulai bisa berjalan meskipun masih sering terjatuh. Pertama kali Nana melihatku dia berlalri menghampiriku dengan sangat senang seolah dia sudah mengetahui rasa rindu kepada Ibunya saat itu aku sangat terharu dia menghampiriku. Sesaat sebelum sampai kepadaku dia terjatuh dan secara tak sadar aku menangkap serta memeluknya dan untuk pertama kalinya aku dapat menyentuh Nana. Aku sangat terharu saat itu ingin rasanya selamanya memeluk dan menciumnya. Kebetulan saat itu Firman tidak menatap ke arah kami yang lagi saling berpelukan. Cukup lama aku memeluk Nana hingga akhirnya dia tertidur di pelukanku tanpa berpikir panjang dan tanpa berpikir resiko aku memindahkan Nana di sebuah sofa panjang berwarna putih untuk membuatnya merasa nyaman tertidur. Tak henti-hentinya aku menatap, mengusap rambut dan mencium wajahnya yang lagi tertidur. Karena merasa tak ada suara Firman mulai menatap dan mencari Nana kemudian menghampiri Nana dengan wajah terkejut ketika melihat putrinya tertidur di sofa yang jika seukuran anak belajar jalan mustahil dapat naik tanpa bantuan benda atau bantuan orang. Saat itu aku hanya bisa tersenyum dan meminta maaf kepada Firman walaupun dia tak dapat melihat dan mendengarku.
Di tahun-tahun berikutnya juga tak kalah mengharukan disaat aku kembali nampak kala itu Nana sedang makan bersama Ayah dan Neneknya saat itu kami berada di rumah Ibuku. Tampak sesekali Nana hanya melirikku kemudian melanjutkan makan dan bercakap dengan Ibuku yang lagi menyuapnya. Tiba-tiba saja Nana berlari ke arah tembok sebelah lemari cokelat yang berada dekat dapur.
“Nana.. Makanannya di habisi dulu nak…” Teriak Neneknya.
Firman hanya tersenyum tidak mempermasalahkan itu baginya itu hal biasa bagi anak seumuran Nana apalagi saat itu yang menangani Nana adalah Ibuku.
“Nana ini mirip ibunya dulu kalau disuap harus kejar-kejaran dulu makanan di mulutnya juga lama dikunyah.” Kata Ibu ke Firman dengan senyum terharu.
Disaat yang sama aku menatap Nana yang juga menatapku saat itu Nana menyimpan jari telunjuk di bibirnya yang pertanda jangan ribut kemudian tangannya melambai pelan memanggilku. Dengan senyum aku menghampirinya setelah berada di hadapannya aku merendahkan badanku kemudian dia berbisik.
“Ssst… Jangan ribut nanti dilihat nenek.”
“Nana makan apa nak?” Aku juga berbisik padanya.
“Aaaaa….” Saat itu dia hanya membuka mulut untuk memperlihatkan makanan yang ada di mulutnya.
“Makan lagi nak yang banyak, ayo ke Nenek dulu nanti kalau tidak ada orang Ibu ajak jalan-jalan yah nak.”
Tanpa membalas bisikanku dia langsung berlari menghampiri Neneknya seolah ingin cepat menghabiskan makanannya. Saat itu aku berada tidak jauh dari mereka jadi aku bisa mendengar semua percakapan mereka.
Seusai makan mereka kembali ke kesibukan masing-masing dimana Ibu membersihkan rumah dan tak lama kemudian Firman pamit ke Ibu karena ingin bertemu teman kantornya kemudian Nana dititip di rumah Ibu.
Kala itu usia Nana sudah tiga tahun menjelang empat tahun. Kecerdasan dan pengetahuannya berkembang sangat cepat juga tingkahnya membuatku selalu merindukannya. Entah bagaimana aku pun tak mengerti bagaimana bisa Nana mengerti dan bisa menyimpan rahasia bahwa aku tak Nampak di mata siapapun kecuali dia dan aku juga heran ketika dia mengerti bahwa aku adalah Ibu nya. Setiap aku datang seolah dia sangat rindu hingga selalu ingin bersamaku setiap tak ada orang yang melihat kami meskipun Ayah nya terkadang melihat Nana bagaikan berbicara sendiri namun Firman menganggap jika itu hanya tingkah seorangi anak kecil yang lagi bermain.
Sore itu dikala aku dan Nana berada di dalam kamar Nana memelukku dengan nada manja memanggil namaku nada yang seolah meminta sesuatu namun sebenarnya hanya ingin dimanja.
“Ibuuu….” Dengan suara yang pelan.
“Iya nak”
“Aaaa… Ibuu..” Nada yang mulai manja.
“Iya anak cantik.”
Kemudian… menangis…
Aku mengerti apa yang dirasakan Nana. Dia hanya rindu dan tak ingin ditinggal olehku. Aku merasa kasihan padanya yang sangat jarang mendapat kasih sayang dari seorang Ibu. Saat aku memeluk dan membelai rambutnya aku mencium dan menghapus air matanya sambil bercerita dengannya.
“Nana tidak boleh menangis nak, kalau Nana menangis Ibu juga sedih kalau Ibu sedih Ibu bisa pergi dan menghilang, Nana mau kalau Ibu pergi?”
Nana hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya kemudian tak lama dia bertanya.
“Ibu boleh gak tinggal disini tidak pergi-pergi lagi?”
“Iya boleh tapi bukan sekarang nak, Ibu harus menyelesaikan kerjaan Ibu dulu baru bisa kesini menemani kamu.”
“Tapi Ibu selalu lama.” Katanya dengan sedikit ngambek.
“Nana harus bersabar dan selalu berdoa, anak yang rajin berdoa pasti akan diberi apa yang dia inginkan oleh yang maha kuasa.”
“Ibuu… Nana mau ikut sama Ibu..” Kemudian kembali menangis.
“Iya nak Ibu juga mau kalau Nana ikut sama Ibu tapi Nana harus jadi anak pintar dulu supaya kalau sudah besar nanti bisa ikut sama Ibu, kan kata Ayah tidak lama lagi Nana sudah mau masuk sekolah?”
Sambil menghapus air matanya sendiri Nana kemudian berkata,
“Kalau Nana sudah besar nanti Nana mau ikut sama ibu..”
Akhir dari percakapan kami saat itu diakhiri dengan pelukan erat Nana.
@Rifad ohh, oke...oke
Comment on chapter FINA [DUA]sama ya, dengan ceritaku yang Rahasia Toni, tokokhku juga terserang leukimia.
mampir2 juga ya, ke cerita terbaruku :D