Cast: Ahn Hyerin (OC) – Lee Taeyong
Disclaimer: FF ini sudah pernah aku publish di blog-ku dengan judul yang sama.
Hyerin sudah menampung kekesalan selama seharian ini. Sebenarnya sudah seminggu belakangan ini ia membawa rasa kesal itu kemanapun ia pergi. Ia menjadi mudah marah dan terus-terusan menghindari semua orang, menolak ajakan makan siang dengan beragam alasan tidak masuk akal. Ia bahkan jadi malas menatap dirinya sendiri di cermin. Ia seperti bisa menemukan banyak kekurangan di sana-sini dalam dirinya. Selalu saja ada yang kurang.
Itu membuatnya gila. Ia ingin berteriak mengeluarkan semua perasaan yang mengganjal itu. Ia ingin membebaskan dirinya.
Namun tidak semudah itu rupanya. Perasaan itu sudah menjadi gumpalan hitam besar yang bersarang di dalam hati dan otaknya. Ia menjadi sulit memberikan sugesti baik untuk menenangkan dirinya. Ia terus merasa dirinya kurang dan tidak ada bagus-bagusnya.
Sialan. Hyerin menatap pantulan wajahnya dengan geram. Ia bisa melihat seorang gadis berwajah tegang dan sorot mata yang putus asa. Ia kembali membasahi wajahnya, kemudian menarik napas panjang.
Ia mengembuskan napasnya perlahan, “Oke. Ini sudah keterlaluan. Aku tidak bisa begini terus.” Ia terus mengatakan hal yang kurang lebih sama sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari toilet.
Di luar ia dikejutkan oleh kehadiran Taeyong. Cowok itu muncul dengan perhitungan yang sangat tepat, seolah sudah menunggunya dari tadi. Atau memang begitu?
Cowok itu menatapnya dengan sabar, walaupun ia bisa melihat gurat lelah di wajah Taeyong.
“Langsung saja. Apa salahku?”
Hyerin terdiam, mempertimbangkan apa yang harus ia katakan. Haruskah ia katakan masalah sebenarnya atau ia buat alasan tidak masuk akal saja.
“Pasti ada yang salah, kan?” Taeyong menatapnya gusar.
Hyerin membuang muka, berusaha untuk tidak menghiraukan cowok itu. Ia terus berjalan dan Taeyong mengikutinya, tentu sambil menggerutu.
“Ada apa sih dengan para cewek dan sikap diam mereka saat ada masalah?”
Ia menuruni tangga selasar dengan cepat dan berjalan di area halaman dengan buru-buru. Ia berusaha meninggalkan Taeyong, tapi tentu saja sia-sia. Walaupun tidak tinggi-tinggi amat, kaki Taeyong sangat lincah.
“Aku tidak akan tahu apa-apa kalau kau terus menghindar.”
“Aku butuh waktu sendiri,” jawab Hyerin sambil mendengus.
“Kau sudah sendirian dari minggu lalu. Mau sampai kapan memangnya?”
“Aku perlu berpikir dan menenangkan diri.” Hyerin berhenti sejenak, menatap wajah Taeyong yang kebingungan bercampur kesal.
“Berpikir tentang apa?”
Hyerin mendenguskan napas, “Kau tidak akan mengerti. Cowok sepertimu tidak akan bisa mengerti masalahku.”
Taeyong terkekeh sinis lalu melontarkan kalimat yang jauh lebih sinis. “Memangnya aku cowok seperti apa? Cowok tolol yang tidak akan bisa memahami Ahn Hyerin yang jenius?”
“Kau katakan saja apa masalahmu, kita lihat apakah aku mengerti atau tidak.”
Hyerin menyugar rambutnya, kemudian kembali menatap Taeyong. Oke, baiklah mari dicoba.
“Aku merasa ada yang aneh..” Ia terdiam di tengah jalan, rasanya malu sekali mengungkapkan masalahnya selama ini.
“Aku merasa tidak percaya diri, tidak pantas, dan tidak ada bagus-bagusnya.” Setelah berhasil mengatakannya, Hyerin menjatuhkan pandangannya ke bawah. Ia menyembunyikan rasa malu dan setengah ingin menangis dari Taeyong.
“Aku masih belum mengerti.”
“Sudah kubilang kau tidak akan mengerti. Lupakan sajalah!” Hyerin melambaikan tangannya, menyuruh Taeyong untuk tidak memikirkan ucapannya lebih lanjut.
Masalahnya tidak benar-benar serius. Mungkin ia saja yang kelewat serius dan sensitif menanggapi obrolan cewek-cewek di toilet minggu lalu. Yah.. ia memalingkan wajah dan berbalik, ada baliknya ia segera pulang ke apartemennya.
Namun Taeyong yang terkenal gigih tak melepaskannya begitu saja. Dia menghadang jalannya. Cowok itu menatapnya lebih serius, kedua tangannya memegangi bahunya agar ia tidak kabur lagi.
“Kau sudah menghindariku selama seminggu ini, menolak panggilanku, dan tidak membalas pesanku. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi padamu, tapi tidak tahu apa. Dan aku tidak akan pernah mengerti kalau kau tidak mengatakannya.”
Beruntung halaman kampus sudah sepi, saat sore seperti ini tidak banyak orang yang melintas. Sehingga ia tidak perlu malu menjadi obyek pengamatan orang lain.
“Aku merasa tidak percaya diri,” kata Hyerin lebih pelan dari sebelumnya.
“Ya, kau sudah mengatakannya tadi. Tapi kau belum bilang apa penyebabnya.”
Hyerin menunduk, lalu menelan ludah dengan perlahan. “Kau.”
Ada keheningan sejenak setelah itu. Hyerin bisa merasakan Taeyong sedikit menjauh darinya dan cengkeraman di bahunya melonggar.
Pada mata Taeyong terpancar rasa tidak percaya. Cowok itu sampai tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Hyerin mengerti kalau Taeyong merasa ucapannya tidak masuk akal.
“Kau tahu sudah berapa kali aku mendengar orang-orang yang bilang kalau kau bisa dapat pacar yang jauh lebih baik dariku? Aku juga tidak menghitungnya, aku cuma mau bilang aku sudah mendengar hal seperti itu sejak awal kita pacaran,” Hyerin mulai memberikan penjelasan.
“Awalnya aku merasa tidak terlalu terganggu. Kupikir orang-orang hanya kaget saat tahu seorang Lee Taeyong si anggota dewan mahasiswa yang super keren pacaran dengan Ahn Hyerin yang hanya mahasiswi biasa. Tapi...”
“...orang-orang tidak berhenti bicara. Mereka masih penasaran kenapa kau mau denganku, apa bagusnya diriku, kapan kau mulai bosan denganku, dan putus dariku.”
Ya, memalukan sekali. Ia merasa kesal setiap hari karena terus percaya bahwa dirinya tidak sebagus itu dan tidak pantas bersama Taeyong. Padahal ia sudah pernah mendengar hal semacam itu sebelumnya, namun minggu lalu seperti puncaknya.
Hari itu ia sedang berada di dalam salah satu bilik kamar mandi ketika ada beberapa orang cewek yang sedang mengobrol seru tentang acara debat yang sebentar lagi diadakan. Obrolan cewek-cewek itu mengalir dan kemudian beralih membicarakan Taeyong yang hari itu kelihatan super tampan. Salah satu cewek itu menyayangkan status Taeyong yang sudah punya pacar, namun temannya bilang tidak perlu khawatir karena pacar Taeyong tidak bagus-bagus amat.
“Tenang saja. Pacarnya kelihatan membosankan dan agak kutu buku. Kurasa gak butuh waktu lama sampai Taeyong sunbae sadar dan memutuskan pacarnya itu.”
“Berarti aku masih punya kesempatan dong?”
“Tentu saja. Kudengar gadis itu mirip cinderella yang kehabisan bubuk peri. Aku pernah melihat dia memakai sepatu yang dekilnya minta ampun.”
Hyerin masih bisa mendengar tawa cewek-cewek itu di kepalanya. Itulah yang membuatnya malas menatap diri di kaca. Dan tentunya itulah yang membuatnya uring-uringan selama ini. obrolan di toilet minggu lalu hanya satu dari sekian banyak obrolan kurang menyenangkan tentang dirinya. Namun tepat setelah minggu itu ia sadar orang-orang tak akan pernah berhenti. Mereka semua menantikan waktu dimana Taeyong akan ‘sadar’.
Hyerin menjadi lebih lega setelah menceritakan semuanya pada Taeyong. Ia merasa dadanya jauh lebih ringan dan otot-otot wajahnya jadi lebih santai.
“Aku sadar kok. Kenapa sih orang-orang berpikir aku akan sadar suatu hari nanti?”
“Karena menurut mereka hubungan kita ini gak masuk akal,” jawab Hyerin dengan enteng.
Taeyong mendecih.
“Hanya karena kau pakai sepatu dekil? Atau karena kau lebih suka baca buku sendirian daripada nongkrong dengan orang-orang yang tidak begitu kau kenal?”
“Atau..karena kau tidak memedulikan orang-orang yang sok kenal denganmu?”
Taeyong menggelengkan kepala.
“Sudahlah. Aku saja yang terlalu memikirkan omongan mereka. Lupakan saja.”
“Tidak bisa. Ini serius. Jelas-jelas ini mengganggumu dan aku tahu persis bagaimana rasanya.”
Hyerin menatap Taeyong dengan meremehkan, “Memangnya kau tahu apa?”
“Aku tahu persis karena aku merasakannya setiap kali mendengarmu bicara dengan sangat cerdas. Aku bahkan minder karena pacarku punya IPK yang nyaris sempurna sementara nilaiku babak belur.”
“Aku sering berpikir mungkin pacaran denganku adalah satu-satunya hal tidak logis yang terjadi padai dirimu. Kau bisa saja kencan dengan cowok lain yang punya IQ di atas rata-rata atau setidaknya cowok yang tidak mengulang matakuliah statistik sampai tiga kali.”
Hyerin tercenung mendengar ucapan Taeyong. Ia tidak menyangka Taeyong memiliki pemikiran seperti itu. Selama ini Taeyong terlihat baik-baik saja. Dia tidak menunjukkan sikap aneh apapun.
“Selama beberapa waktu aku berusaha untuk meyakinkan diriku kalau aku pantas bersamamu. Aku berusaha untuk lebih percaya diri. Itu sulit.”
Taeyong menatapnya penuh pengertian, “Tapi kemudian aku sadar kalau aku terus berpikir seperti itu aku hanya merusak apa yang kita miliki. Aku memang punya kekurangan tapi bukan berarti aku gak punya kelebihan, kan?”
“Dan kuharap kau juga menyadari hal itu. Dan.. please, berhenti menghindariku.”
Ada saat-saat tertentu Taeyong terlihat begitu dingin dan tidak tergapai, tapi ada saatnya Taeyong tampak sangat menggemaskan. Seperti saat ini contohnya, Taeyong terlihat menggemaskan dan tentunya berhasil membuat dirinya semakin menyukai cowok itu. Apalagi saat Taeyong tersenyum dan mengusap pipinya.
“Aku tahu tidak mudah mengabaikan omongan orang-orang itu, tapi kau harus ingat kalau mereka tidak penting dalam hubungan kita. Jadi jangan biarkan mereka mempengaruhimu. Kau hanya perlu percaya padaku.”
Hyerin tersenyum kemudian mendorong Taeyong menjauh. “Bicaramu seperti orang tua, tahu!”
Taeyong mengangkat bahunya sambil merentangkan keduanya. “Mau bagaimana lagi? Habisnya pacarku menghindariku selama seminggu gara-gara mendengar omongan cewek-cewek aneh di toilet.”
Hyerin meninju pelan bahu Taeyong membuat cowok itu mengaduh sambil terkekeh. Cowok itu meraih tangannya kemudian menggenggamnya.
“Sepertinya kita harus bicara lebih banyak sambil makan malam.”
“Aku masih belum ingin pergi denganmu. Aku ingin sendirian dan berpikir.”
“Berpikir sendirian pada saat seperti ini bukan hal yang baik, kecuali kau bijak seperti aku.”
Hyerin mendecih kemudian membentur bahu Taeyong dengan bahunya.
“Aku tidak akan membiarkanmu memikirkan hal-hal aneh lagi. Kita harus segera membuang jauh semua itu dari kepalamu,” kata Taeyong dengan mantap.
Dan...yah... Hyerin harus membuang pikiran dan perasaan buruk itu dari dalam dirinya. Tidak ada gunanya menyimpan semua itu lebih lama. Taeyong benar, itu hanya akan merenggut kebahagiaan dalam hubungan mereka. Ia memang tidak sempurna dan memiliki banyak kekurangan, tapi bukan berarti ia tidak punya kelebihan, kan?
Ia akan mencoba menanamkan pikiran itu di kepalanya supaya ia bisa merasa lebih percaya diri menjadi dirinya sendiri. Dengan begitu ia akan mampu mencintai dirinya sendiri dan memiliki daya untuk mencintai orang lain.
END