Read More >>"> MALAM TANPA PAGI
Loading...
Logo TinLit
Read Story - MALAM TANPA PAGI
MENU
About Us  

Hari demi hari perutnya semakin membesar, tulang punggungnya semakin terasa sakit jika terlalu lama berjalan. Sekarang dia hanya tidur di sebelah temannya yang selalu mengusap kepalanya. Nyaman. Itu yang bisa dia rasakan.


"Kak besok buang kucing sialan itu!" Teriak seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kardus.


"Tapi bu beberapa hari lagi dia akan melahirkan!" Bantah Rina.


"Ibu tidak peduli! Ibu sudah terlalu muak mengurusi kamu dan ayah. Sekarang di tambah istri mudanya yang hamil, tinggal bersama kita. Melihat kucing sialan itu hanya akan membuat ibu mengingat wanita yg di nikahi ayahmu tahun lalu. Wanita itu kaya tapi, kenapa enggak tidur di rumahnya sendiri?! Kenapa malah manambah beban di rumah ini?!" Jelasnya sambil berjalan meninggalka mereka.

Entalah, situasi apa ini. Dia hanya bisa menatap temannya dan me-ngeong tidak berdaya seakan berkata..

Maafkan aku, tolong jangan buang aku.

"Tenanglah Manis aku tidak akan membuangmu, jangan dipikirkan perkataan ibu barusan ya." Ujar Rina seakan mengerti apa yang kucingnya ucapkan.

Manis merasa lebih tenang dengan perkataan teman terbaiknya tadi. Manis sangat menyayangi Rina sejak awal pertama kali mereka bertemu, tepat 8 bulan yang lalu. Saat itu adalah salah satu hari besar Islam yaitu Idul Fitri. Semalaman dia bersembunyi di dalam rumah kosong dan menahan rasa sakit di telinganya akibat suara petasan yang tak ujung henti hingga akhirnya dia tertidur. Dia terbangun karena kelaparan mungkin, dua hari yang lalu terakhir kali dia makan. Dia keluar dari rumah kosong dan berjalan sambil mencari makanan. Dia melihat segerombolan orang yang keluar dari masjid. Takut dan panik. Lalu, dia bersembunyi di balik semak-semak. Namun, tetap berharap ada seseorang yang memberinya makanan. Dia me-ngeong setiap kali ada orang yang melintas di hadapannya. Semua orang acuh, berpura pura tak mendengar apapun. Hingga akhirnya dia menyerah lalu, berjalan meninggalkan semak-semak sambil menahan rasa laparnya yang menyakitkan.

"Lucu banget! bu lihat ada anak kucing semua bulunya berwarna hitam." Ujar seseorang.

Dia terkejut dan berbalik ke arah suara tersebut. 

"Halo kucing lucu kamu kurus banget. Apa kamu lapar? Ayo ikut pulang bersamaku!" Ujar anak itu senang.

"Bolehkan bu?" Lanjutnya yang meminta ijin kepada ibunya yang terus berjalan meninggalkan mereka.

"Diam artinya boleh hehe.. Ayo manis!"

Dia berjalan di samping anak itu dan mengikutinya sampai ke sebuah rumah yang berdindingkan anyaman bambu lusuh. Anak tersebut bukan hanya memberinya makan namun juga kasih sayang. Dia merasa lega dan senang karena ada seseorang yang memperdulikannya. Di hari itu dia juga mendapatkan nama panggilan, Manis. Manis tak peduli dengan sikap ibu temannya yang acuh terhadap mereka. Karena tak semua kasih sayang harus di tunjukkan. Ya begitulah, sama persis seperti kata Rina teman barunya. Rina percaya walau pun sikap ibunya terkadang menjengkelkan Rina selalu percaya bahwa ibunya adalah ibu yang baik dan sangat sayang kepadanya. Karena sikap ibu jauh lebih baik dari pada Ayahnya yang sering memukul Rina dan Ibunya. Ayahnya hanya membangga-banggakan istri mudanya yang kaya.

***

Sekarang mereka terbangun di kamar yang asing. Dinding batu bata bukan anyaman bambu lagi. Namun terdapat banyak anak yang terlelap di kamar yang luasnya seperti kelas Rina di salah satu SMP di Semarang.

"Kamu udah bangun?"

Muncul suara di sudut kamar itu. Rina langsung mendekap kuat si Manis.

"Ah maaf, apa aku mengagetkanmu dan kucingmu? Aku Maria." Ujar Maria yang berjalan mendekat lalu menjulurkan tangannya.

"Aku Rina dan ini Manis. Ini di mana ya?" Tanya Rina.

"Ini di panti asuhan Kasih. Tadi malam ada seorang ibu yang membawa kamu dan kucingmu. Apa kamu enggak tahu?" 

"Aku enggak tahu. Mungkin ibuku yang membawaku kemari." Jawab Rina tenang.

Rina sama sekali tak terkejut. Dia tahu bahwa akhirnya bukan hanya Manis yang akan di buang tetapi, dirinya pun pasti juga akan di buang. Namun, Rina bersyukur karena Manis tak di pisahkan dari dirinya dan mereka hanya dipindahkan ke panti asuhan bukan dibuang di pinggir jalan atau pun dijual seperti yang sering di katakan ayahnya.

Sungguh baiknya ibuku. Batin Rina.

Mereka menghabiskan hari-hari yang cukup menyenangkan di tempat itu. Banyak juga anak-anak yang merawat si Manis hingga saat yang dinanti-nantikan pun tiba. Manis sedang berusaha mengeluarkan bayi dari dalam perutnya dengan sepenuh tenaga. Selama 3 jam Manis terus berjuang, satu persatu bayi mulai keluar. Dia melahirkan 4 bayi kucing yang lucu-lucu dan semuanya hitam legam seperti ibunya. Namun, Manis yang menjilati anak-anaknya mulai panik. Rina, Maria dan yang lain pun mulai menyadari ada yang aneh, tak satupun dari anak kucing itu yang menangis.

Ke-empat anak kucing itu tetap diam hingga semuanya di timbun dengan tanah tetapi, tetap tak ada suara sedikitpun yang muncul. Manis hanya bisa diam di tempatnya, lemas dan depresi. Rina yang sedari tadi menahan air yang terus menerus mendobrak kelopak matanya namun, dia tak sanggup lagi. Semuanya tumpah. Rina menangis sekeras kerasnya dan berlari keluar panti asuhan. Rina tak tau mana arah yang dia tuju. Rina sering kehilangan sesuatu, saat ayahnya menikah lagi, saat dia dan Manis dipindahkan di panti asuhan dia tak pernah sedih tetapi, itu karena dia tak pernah bener-benar merasakan kehilangan yang sesungguhnya dan kali ini dia merasakannya. Rina terus berlari dengan sebagian pengelihatannya yang tertutup air mata. Hingga berhenti di depan pintu rumah yang tak asing baginya. Tanpa mengetuk dia langsung menerobos masuk dan mencari ibunya. Namun sebegitu kagetnya dia dengan apa yang dia lihat. Rina melihat ibunya tergantung kaku di dalam kamarnya dulu. Rina memeluk kaki ibunya dan menangis, dia meronta-ronta seperti kehilangan akal sehatnya. Tiba-tiba Rina diam sesaat dan menghapus air matanya.Tak habis di situ, Rina berjalan menuju dapur dan mengambil sesuatu. Lalu, berkeliling di dalam rumah dan tak menemukan apa yang dia cari. Rina tak berhenti mencari. Semua tempat yang tak asing baginya dia datangi untuk mencari sesuatu atau bahkan seseorang. Akhirnya Rina masuk ke sebuah rumah dan ya! Dia menemukannya dua, ah tidak, tepatnya tiga orang tak tau diri di rumah istri muda ayahnya. Mereka sedang tertidur pulas termasuk calon bayi di perut istri muda ayah Rina. Mereka semua tidur di ranjang yang terlihat nyaman dan empuk bukan seperti lantai di rumahnya atau kasur yang keras di panti asuhan. Rina merencanakan sesuatu yang jahat kemudian dia berteriak.

"Bangun!!!"

Ayah dan ibu tirinya pun terkujut dan bangun. Mereka melihatnya dan menyadari jika Rina menggenggam sesuatu.

"Apa yang kamu lakukan di sini anak bodoh dan apa yang mau kamu lakukan dengan pisau itu?!"

Tanpa berkata apapun Rina langsung menancapkan sebilah pisau yang selama ini di genggamnya keperut ayahnya. Ah tidak, Rina menancapkan keperunya sendiri berkali-kali sambil tersenyum hingga akhirnya lemas dan terjatuh. Mereka yang melihatnya hanya kabur entah kemana. 

"Benar-benar orang yang tak punya hati." Ujar Rina sambil merintih kesakitan hingga akhirnya tak sadarkan diri dan tak pernah bangun lagi.

Manis yang menunggu Rina di panti asuhan pun malah diabaikan oleh anak-anak lainnya. Manis tak diberi makan bahkan kasih sayang. Sudah berhari-hari Manis hanya makan dari tempat sampah. Manis menunggu di kasur Rina sambil me-ngeong setiap malamnya. Namun kali ini kasur itu di tempati oleh Maria yang cukup akrab dengan Rina. Manis mencoba naik ke kasur itu namun dia ditendang oleh Maria yang hanya diam dan pura-pura sudah tidur. Namun, manis mendengar tawa mereka. Tawa jahat mereka semua. 

"Pergi kau kucing sial, pemilikmu sudah tak ada di sini lagi. Jangan ganggu kami." Teriak salah satu anak dari sudut kamar itu. Manis acuh dengan perkataan yang tidak dia mengerti itu.

Mereka pura-pura peduli padaku karena Rina atau mereka dari awal memang pura-pura peduli denganku dan Rina. Batin Manis.

Manis pun mencoba untuk mencari Rina di luar panti asuhan. Kemana pun Manis berjalan tetap saja tidak menemukan Rina. Bahkan di rumah Rina pun Manis hanya menemukan segerombolan orang yang memakai baju serba hitam dan terpasang bendera kuning di depan rumah Rina. Manis mencari ketempat lain. Kelaparan. Setiap kali Manis mendekati orang-orang, penolakan dan cacian yang dia dapatkan. Lagi dan lagi. Manis seperti kembali ke masalalunya namun sekarang hidup jauh lebih seperti terapung di tengah laut. Dia terombang-ambing kesana-kemari. Bukan makanan atau orang-orang jahat yang Manis pikirkan sekarang tetapi, Rina. Manis hanya mencari dan terus menerus merindukan teman baiknya hingga kemudian terlelap di malam hari tanpa pagi yang menyapa. Akhirnya, sekarang Manis bahagia. Sekarang manis bisa bertemu dengan Rina dan ibunya di tempat yang menerima mereka. Hal itu jauh lebih melegakan bukan?

 

 

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
19961      1971     10     
Mystery
Rhea tidal tahu siapa orang yang menerornya. Tapi semakin lama orang itu semakin berani. Satu persatu teman Rhea berjatuhan. Siapa dia sebenarnya? Apa yang mereka inginkan darinya?
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Sosok Ayah
873      476     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Hidup Lurus dengan Tulus
129      119     4     
Non Fiction
Kisah epik tentang penaklukan Gunung Everest, tertinggi di dunia, menjadi latar belakang untuk mengeksplorasi makna kepemimpinan yang tulus dan pengorbanan. Edmund Hillary dan Tenzing Norgay, dalam ekspedisi tahun 1953, berhasil mencapai puncak setelah banyak kegagalan sebelumnya. Meskipun Hillary mencatatkan dirinya sebagai orang pertama yang mencapai puncak, peran Tenzing sebagai pemandu dan pe...
Babak-Babak Drama
434      296     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Seiko
440      331     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Last October
1716      650     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
Surat untuk Tahun 2001
3251      1762     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Seloyang kecil kue coklat
497      353     5     
Short Story
karena wanita bewrpikir atas perasaan dan pria berpikir atas logika.
ANSWER
667      405     6     
Short Story
Ketika rasa itu tak lagi ada....