Loading...
Logo TinLit
Read Story - Trapped In A Dream
MENU
About Us  

Mimpi kali ini adalah mimpi paling panjang yang pernah aku alami. Terlalu panjang sehingga aku tidak dapat membedakan antara dunia mimpi dan dunia nyata. Aku berusaha mengingat apa yang telah terjadi, namun kepalaku akan terasa luar biasa sakit jika aku terus memaksa mengingatnya.

Aku berteduh di bawah pohon rindang berlindung dari teriknya matahari. Lantas cuaca hari ini tidak menghalang para warga untuk beraktivitas. Dari sini aku dapat melihat para bapak sedang membajak sawah, para ibu sedang memanen padi, dan anak-anak sedang asyik berkejaran dengan teman-temannya.

Negeri yang tidak kuketahui namanya ini termasuk negeri yang kaya akan sumber daya alam. Memang bukan negeri yang besar, namun aku melihat kerukunan antar warga sangat terjalin di sini.

Ah, sampai kapan aku harus terus berada di sini? Aku mencubit pipiku. Sakit. Apakah ini nyata? Aku tidak dapat mengingat apapun. Kuputuskan untuk bertanya pada warga sekitar.

“Permisi, Pak.”

Bapak itu menoleh. Ekspresinya sangat di luar dugaanku. Matanya berbinar-binar seakan-akan bertemu dengan idolanya. “Hei! Apakah kamu pendatang baru?”

“Hah? Ngg.. Anu.. Pak, sayaa..”

Si Bapak buru-buru menarik tanganku dan membawaku berjalan menghampiri temannya yang lain.

“Pak Damanic! Lihat ini!”

Ekspresi Pak Damanic juga kurang lebih sama dengan ekspresi Bapak yang membawaku ini.

“Pendatang baru kah?”

“Eh, Pak Owen bawa pendatang baru? Dari mana?” tiba-tiba saja Bapak yang lain ikut menimbrung.

Ternyata Bapak ini bernama Pak Owen.

“Berasal dari mana kamu, Nak?”

“Ngg.. Begini, Pak. Entah Bapak-Bapak bisa percaya dengan penjelasan saya atau tidak,” aku bingung hendak menjelaskan mulai dari mana.

Ketiga Bapak itu saling memandang.

“Anu.. Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa berada di sini. Bisakah Bapak-Bapak beritahu saya di mana ini?”

Pak Owen angkat bicara, “Nak, sebaiknya kita segera pergi ke istana sang Ratu.”

Dengan sigap, mereka bertiga sudah menggandeng tanganku dan hendak membawaku ke tempat yang disebut Pak Owen tadi.

“Sebentar, Pak! Bapak belum menjelaskan di mana saya berada sekarang.”

“Nak, kami tidak berhak membeberkan informasi kepada orang lain,” jelas Pak Damanic. “Yuk, Pak Owen dan Pak Pedro. Kita bawa anak ini ke hadapan sang Ratu.”

Aku melawan. Curang. Tenaga satu orang tentu akan kalah telak dengan tiga orang sekaligus. Aku hanya bisa pasrah diseret ke istana. Sepanjang jalan aku hanya bisa menggerutu. Niat hati ingin balik ke dunia nyata, eh malah terseret semakin jauh. Huft.. Dasar Bapak-Bapak ini.

Rupanya perjalanan dari sawah ke istana Ratu tidaklah seberapa jauh. Wah, istana ini megah sekali! Seperti di dunia dongeng atau mimpi saja! Oh iya, aku kan sedang bermimpi. Aku menatap gedung di depanku ini tanpa berkedip. Ketiga Bapak itu pun sama takjubnya denganku. Padahal aku yakin sekali mereka sudah sering melihat istana ini, namun mengapa mereka seolah-olah baru pertama kali melihatnya?

“Kita sudah sampai, Nak,” Pak Owen bersuara.

“Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Pak?” aku bertanya.

“Kita akan menemui sang Ratu dan nanti beliau akan menjelaskan semuanya padamu.”

Di depan pintu sudah ada beberapa pengawal. Melihat diriku, mereka langsung membungkukkan badan dan membuka pintu mempersilakan kami masuk. Ah, aku diperlakukan spesial seperti orang penting saja.

Tidak hanya di depan pintu, di dalam gedung juga terdapat banyak pengawal. Istana dijaga dengan sangat ketat. Para pengawal membungkukkan badan dan memberikan hormat padaku. Aku hanya bisa terheran-heran akan sikap mereka.

“Nah, kita sudah sampai.”

Kami berhenti di depan sebuah pintu raksasa berlapis emas. Sang pengawal berkomat-kamit. Perlahan-lahan pintu tersebut terbuka. Silau sekali, apa itu?

“Silakan masuk,” sang pengawal mempersilakan kami masuk.

Masih sambil menggandengku, Pak Owen, Pak Damanic, dan Pak Pedro membawaku masuk ke dalam ruangan tersebut. Aku terpukau melihat desain ruangan ini. Satu kata dariku. Sempurna. Aku mencari-cari sosok sang Ratu yang disebut Pak Owen tadi. Nihil.

“Selamat datang, para tamuku.”

Sontak aku terperanjat karena suara yang tiba-tiba terdengar. Aku mencari sumber suara itu. Tidak ada siapa pun. Aku menoleh ke arah Pak Owen untuk meminta penjelasan. Pak Owen, Pak Damanic, serta Pak Pedro sudah dalam posisi membungkukkan badan seperti sedang memberi hormat pada seseorang.

“Salam kenal, tamuku yang spesial.”

Sesuatu membelai pipiku pelan. Aku jatuh tersungkur.

“Ah, maaf,” seorang wanita mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Diakah sang Ratu itu? Aku meragukannya. Betapa tidak, sang Ratu terlihat masih sangat muda! Kuperkirakan seumuranku, sekitar 25 tahun.

“Bapak sekalian boleh pulang. Terima kasih sudah mengantar tamu spesial kita.”

Pak Owen dan yang lainnya pergi meninggalkan ruangan.

Gawat, apa yang akan terjadi nih?

“Perkenalkan, saya Ratu Laura. Siapa namamu?”

“Errr… A.. Nama.. Sayaaa.. Julio.”

“Sini duduk dulu, Julio.” Tiba-tiba sang Ratu sudah duduk di singgasananya.

Aku menuruti perintahnya. Duduk berhadapan dengan sang Ratu membuatku gugup.

“Bisa kamu ceritakan dari mana kamu berasal, Julio?”

“Ngg.. Maaf, Ratu. Sejujurnya saya sendiri juga kebingungan mengapa saya bisa tersesat ke sini. Saya sungguh tidak dapat mengingat apapun yang terjadi.”

“Begitu ya..” sang Ratu seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Baiklah, saya akan menjelaskan semuanya padamu,” lanjut sang Ratu.

“Julio, negeri ini adalah negeri Roxz yang telah dikutuk selama ratusan tahun. Selama itu pula kami harus menunggu seseorang untuk datang menghancurkan kutukan itu.”

Tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak. Sepertinya ada yang tidak beres..

“Tentu saja kedatanganmu hari ini merupakan berkat terbesar untuk negeri ini. Kamu adalah pahlawan kami.”

“Maaf, Ratu. Maksud Ratu bagaimana ya?”

“Julio, seluruh rakyat di sini telah dikutuk akan mengalami mimpi buruk setiap malam mereka tertidur. Begitu juga dengan saya. Selain mimpi buruk, saya juga dikutuk mengalami keabadian selamanya.”

Pantas saja Ratu kelihatan muda sekali.

“Anu.. Maaf, Ratu. Jika boleh tahu, apa penyebab kutukan tersebut?” aku penasaran sekali.

Ratu Laura menundukkan kepalanya, “Semua ini adalah kesalahan saya yang fatal.”

“Hah?”

“Julio, negeri ini dikutuk oleh Dewa karena saya telah melanggar aturan sebagai Ratu. Ratu adalah utusan suci  yang ditunjuk oleh Dewa untuk memimpin negeri ini. Namun, saya malah jatuh cinta kepada seorang manusia biasa. Hal itu sangat dilarang bagi seorang Ratu. Namun, saya tidak mengubrisnya.”

Aku masih diam menunggu kelanjutan cerita dari sang Ratu.

“Dewa murka sehingga mengutuk negeri ini. Kutukan ini akan berakhir dengan munculnya seorang penolong setelah ratusan tahun kami menantikannya.”

“Lalu, apa yang terjadi pada seseorang yang Ratu cintai tersebut?”

Ratu terdiam sebentar. “Orang yang saya cintai langsung diusir dari negeri ini oleh sang Dewa.”

“Apakah beliau juga dikutuk oleh sang Dewa?” aku bertanya.

“Ya tentu saja, Julio. Namun, saya tidak tahu kutukan apa yang dialaminya.”

Aku terdiam.

“Saya sudah menyadari kesalahan saya. Sekarang saya hanya ingin negeri ini terbebas dari kutukan tersebut. Saya harap kamu mampu membebaskan kami semua, Julio.”

“Hah? Saya, Ratu? Apa tidak salah, Ratu?”

“Iya, Julio. Kami telah menantikan kedatanganmu selama ratusan tahun. Saya, Ratu Laura dan mewakili seluruh rakyat memohon pertolonganmu. Kasihanilah kami.”

Sang Ratu hendak berlutut di hadapanku. Aku langsung mencegahnya.

Bagaimana aku bisa tega menolak permintaan sang Ratu? Sepertinya maksud aku terjebak dalam mimpiku sendiri adalah membebaskan negeri ini dari kutukan. Mungkin hanya dengan cara ini, aku dapat kembali ke dunia nyata. Jika benar perkiraanku, aku akan menyanggupi permintaan Ratu.

“Baiklah, Ratu. Saya bersedia.”

“Terima kasih karena kamu telah membuka hatimu untuk menolong kami, Julio! Saya akan membalas budimu. Sungguh!”

“Ratu tidak perlu sungkan begitu. Saya ikut prihatin dengan kondisi negeri ini. Semoga saya dapat menolong Ratu dan seluruh rakyat di sini.”

Sang Ratu tersenyum

“Ratu, apa yang harus saya lakukan untuk membebaskan negeri ini dari kutukan?”

 “Yang harus kamu lakukan adalah mencari seekor angsa biru bertanduk dalam waktu sebulan, Julio.”

Hah? Hewan apakah itu?

“Angsa ini adalah hewan langka sehingga sangat sulit ditemukan.”

“Di mana saya harus mencarinya, Ratu?”

“Tidak ada yang pernah tahu di manakah angsa tersebut dapat ditemukan, Julio. Yang jelas, angsa itu tidak dapat ditemukan di negeri ini.”

Aku mulai kebingungan. Bagaimana aku bisa mencarinya? Sedangkan aku tidak tahu menahu mengenai dunia mimpiku sendiri?!

Melihatku tidak meresponnya, sang Ratu berkata, “Maafkan saya, Julio.”

“Ah! Ratu tidak perlu meminta maaf. Tidak apa-apa. Saya akan berusaha mencarinya.”

Terpaksa aku harus mencari angsa tersebut bagaimana pun caranya. Aku harus menemukannya.

“Oh iya, Ratu. Bagaimana jika saya gagal menemukan angsa tersebut?”

Ratu menggeleng, “Pokoknya kamu tidak boleh gagal, Julio.”

Ratu melanjutkan sebelum aku sempat berbicara. “Jika kamu tidak ingin berada dalam bahaya, sebaiknya kamu jangan gagal, Julio,” nada suara Ratu seketika berubah.

“Hah? Apa yang akan terjadi jika saya gagal, Ratu? Mohon penjelasannya, Ratu.”

“Sebaiknya kamu fokus saja pada misi ini. Ingat pesan saya, jangan gagal.”

Mengapa semua dibebankan kepadaku? Apa hubunganku dengan negeri ini??

“Baiklah, Ratu,” aku tidak punya pilihan lain selain mengiyakan perintah Ratu.

Ratu Laura tersenyum dan memberi aba-aba pada pengawalnya untuk mengantarku keluar.

Saat itulah tugasku dimulai..

***

Berjalan mengitari sawah bukanlah hal yang terlalu menyenangkan bagiku, apalagi di tengah teriknya siang hari. Beberapa hari ini aku sudah bertanya pada beberapa warga mengenai keberadaan angsa biru bertanduk. Namun, tidak ada satupun warga yang dapat membantuku.

Frustrasi. Aku menghembuskan napas panjang. Ke mana aku harus mencari angsa tersebut?

“Nak Julio!”

Seorang Ibu berteriak memanggil namaku. Semua warga di sini bahkan sudah mengenaliku. Betapa cepat informasi itu beredar.

Aku menghentikan langkahku, “Ya ada apa, Bu?”

Si Ibu meletakkan keranjang di tanah. “Ibu ada sedikit informasi untukmu, Nak.”

Aku merasakan adanya secercah harapan, “Informasi apa ya, Bu?”

“Begini, Nak. Beberapa tahun belakangan, Ibu pernah mendengar bahwa di negeri Misch ada seekor angsa biru bertanduk.”

“Benarkah, Bu?” aku merasa senang bukan main.

“Iya, Nak. Ibu berharap Nak Julio dapat menemukannya sesegera mungkin.”

“Apakah Ibu bisa memberitahuku di mana negeri itu berada, Bu?”

“Negeri Misch berada di seberang negeri ini, Nak. Butuh waktu seminggu untuk tiba di sana.”

Aku terdiam sambil menghitung-hitung waktu apakah aku sanggup menjalani misi ini.

“Begini saja, Nak. Ibu akan minta tolong suami Ibu untuk menemanimu ke negeri Misch. Bagaimana?”

“Wah ide bagus, Bu! Terima kasih ya, Bu!”

“Terima kasih kembali, Nak. Ibu harap negeri ini cepat terbebas dari kutukan.”

“Ngg.. Bu, apakah saya boleh bertanya beberapa hal?”

“Ya, Nak?”

“Jika Ibu tahu mengenai keberadaan angsa tersebut, mengapa para warga tidak mencarinya agar negeri ini terbebas dari kutukan?”

“Kutukan akan hancur apabila yang menyerahkan angsa tersebut adalah orang asing, Nak. Bukan warga dari negeri ini.”

“Oh begitu..”

Ibu terdiam menunggu pertanyaanku selanjutnya.

“Bu, apakah kutukan tersebut masih berlaku apabila warga pindah ke negeri lain?”

“Ya tentu saja, Nak. Malah kutukan yang dialami akan semakin parah apabila warga dengan sengaja pindah ke negeri lain.”

Aku bergidik membayangkannya.

“Satu hal lagi, Bu. Apa yang akan terjadi apabila saya gagal membebaskan negeri ini dari kutukan? Ratu Laura bahkan menolak untuk memberitahuku.”

“Masalah itu Ibu juga kurang tahu, Nak. Maaf ya.”

“Oh ya tidak apa-apa, Bu.”

“Baiklah, Ibu akan pulang meminta suami Ibu untuk menemanimu pergi ke negeri Misch.”

Aku mengangguk. Perjalanan yang sebenarnya baru saja dimulai.

Hari itu juga aku dan Pak Davis berangkat ke negeri Misch. Kami telah menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan selama seminggu. Dikarenakan tidak ada transportasi di negeri ini, kami harus berjalan kaki. Benar-benar butuh perjuangan ekstra.

Setiap malam hari tiba, kami menumpang untuk bermalam di rumah warga asing. Beruntungnya para warga yang kami temui sangat baik hati mengizinkan kami untuk menginap di rumah mereka. Syukur juga Pak Davis menemani perjalananku sehingga aku tidak merasa kesepian dan waktu jadi terasa berlalu dengan cepat. Aku harus berusaha. Aku tidak boleh mengecewakan Ratu Laura dan para warga negeri Roxz yang telah mempercayakan semua padaku.

Sepanjang perjalanan, aku dan Pak Davis mengobrol banyak hal sesekali diselingi candaan.

“Pak, jika boleh tahu siapa nama seseorang yang dulunya dicintai oleh Ratu Laura?”

“Namanya Julius, Nak. Bapak penasaran apakah sekarang beliau masih hidup seperti Ratu Laura yang dikutuk abadi selamanya atau bahkan sudah bereinkarnasi? Atau kutukan apa yang diterimanya dari sang Dewa?”

“Saya juga tidak tahu, Pak. Ratu Laura tidak memberitahunya padaku.”

“Hmm..” Pak Davis masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Pak, kutukan ini sudah berlangsung selama ratusan tahun. Apakah kutukan ini juga dialami oleh keturunan para warga Roxz?”

“Iya, Nak. Semua warga dikutuk tanpa terkecuali.”

“Benar-benar hidup yang sulit dijalani ya, Pak.”

“Ya begitulah, Nak Julio. Kami hanya bisa pasrah saja.”

Aku menepuk pundak Pak Davis, “Bapak yang sabar ya. Semoga saya bisa berhasil membebaskan negeri Roxz dari kutukan sang Dewa.”

“Terima kasih, Nak Julio.”

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Perjalanan selama seminggu berjalan dengan lancar. Aku merasa sangat lega. Sekarang saatnya aku fokus dengan misiku karena waktuku hanya tersisa 2 minggu lebih.

Seorang Bapak sedang memberi makan ternaknya. Aku dan Pak Davis putuskan untuk menghampirinya.

“Permisi, Pak. Apakah Anda tahu di mana kami dapat menemukan seekor angsa biru bertanduk?”

Bapak itu malah mengernyitkan dahinya dan membenarkan letak kacamatanya. Beliau memperhatikanku dan Pak Davis bergantian.

“Permisi, Pak. Apakah Bapak tahu a..”

Bapak tersebut langsung memotong pertanyaan Pak Davis, “Maaf, saya tidak tahu.”

Aku dan Pak Davis berpandangan seolah-olah memberi isyarat agar pergi bertanya pada warga lain saja.

“Baiklah, Pak. Terima kasih, Pak. Permisi.”

Aku dan Pak Davis sudah berjalan sekitar 20 menit, namun belum menemukan seorang warga pun di sini.

“Nak Julio, bagaimana jika kita istirahat sebentar di sana?” Pak Davis menunjuk ke arah sebuah kursi di taman depan sana.

“Boleh, Pak. Yuk kita istirahat sebentar.”

Kami mengeluarkan kotak bekal dan minuman kemudian menyantapnya bersama sambil mengobrol. Selesai makan dan beristirahat sebentar, aku dan Pak Davis kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini kami menelusuri jalan setapak melewati hutan.

Tiba-tiba Pak Davis menghentikan langkahnya.

“Ada apa, Pak?”

“Lihat ini, Nak Julio,” Pak Davis menunjuk sesuatu di pohon.

Aku mengikuti arah pandangan Pak Davis.

Apa-apaan ini??! Mengapa…

“Kenapa ada foto kita di sini? Siapa yang mengambil foto kita diam-diam begini?”

Aku terdiam memandang fotoku dan Pak Davis yang sedang menikmati bekal kami di kursi taman tadi. Di kertas ini tertulis peringatan bahwa barangsiapa yang menemukan kami berdua agar segera diserahkan kepada sang Raja negeri ini.

Belum sejam di negeri ini sudah jadi buronan saja kami..

Aku menghembuskan napas panjang. Entah apa lagi yang akan terjadi.

“Kita harus hati-hati, Nak. Sepertinya kita selalu diawasi di negeri ini.”

“Iya, Pak.”

Kami sama-sama terdiam.

“Apa yang harus kita lakukan, Pak?”

“Sebaiknya kita lanjutkan saja perjalanan kita. Jangan sampai kita tertangkap, Nak.”

Aku mengangguk.

Bagaimana kami bisa bertanya pada warga di sini mengenai keberadaan angsa tersebut jika kami sudah jadi buronan sekarang? Huft..

“Ahhh!! Itu dia dua orang buronan yang dicari oleh Raja Almand!!”

“Kejar!!”

Pak Davis langsung menarik tanganku dan kami berlari secepat mungkin untuk menghindari segerombolan warga tersebut. Tidak kusangka bahwa mereka begitu cepat menemukan kami di sini.

“Nak Julio! Ayo lompat!”

Pak Davis sudah melompat duluan dari bukit tempat kami berdiri saat ini. Aku menoleh ke belakang, para warga semakin dekat. Aku berusaha melawan rasa takutku terhadap ketinggian dan segera melompat. Huppp!! Aku berlari menyusul Pak Davis. Kami bersembunyi di balik semak-semak.

Pak Davis mengintip sebentar, “Syukurlah, Nak. Mereka kehilangan jejak kita.”

“Iya, Pak. Entah apa yang akan terjadi jika kita tertangkap oleh mereka,” aku tidak berani membayangkannya.

“Sebaiknya kita tunggu sekitar setengah jam baru keluar dari sini ya, Nak.”

“Baik, Pak. Kita tunggu saja sampai keadaan sudah benar-benar aman.”

Aku dan Pak Davis hanya bisa diam dan sesekali berbisik. Kami tidak berani menimbulkan suara karena akan memancing kecurigaan para warga.

Aku berharap aku segera terbangun dari mimpiku ini. Tapi aku ragu, apakah mimpi memang terasa senyata ini?

Pak Davis menepuk pundakku pelan sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya, “Ssttt..”

“Ke mana perginya dua orang itu?”

Sial.. Para warga sudah di sini. Kami tidak boleh ketahuan oleh mereka!

“Cepat juga larinya,” warga yang lain menimpali.

“Harusnya sih tidak jauh dari sini.”

“Ngomong-ngomong, kenapa Raja Almand mencari mereka?”

“Berdasarkan informasi dari Pak Willy, saat beliau sedang memberi makan ternaknya, datanglah dua orang asing bertanya padanya mengenai keberadaan angsa biru bertanduk.”

“Wah.. Berani sekali orang-orang asing itu. Apa mereka tidak tahu bahwa angsa biru bertanduk itu adalah satu-satunya aset berharga milik Raja Almand?”

Apa? Angsa itu adalah milik Raja?

Pak Davis menatapku terkejut setelah mendengar pembicaraan para warga itu. Aku mengangkat bahu, tidak mengerti dengan ini semua.

Srakk.. Srakk..

Pak Davis tidak sengaja menginjak setumpuk dedaunan. Para warga langsung terdiam dan berusaha mendengar dari mana suara itu berasal. Pak Davis menepuk jidat.

Seorang anak muda hendak masuk ke dalam semak-semak tempat kami berada. Aku dan Pak Davis berancang-ancang untuk kabur. Namun, terdengar teriakan dari seseorang di luar sana.

“Perhatian untuk para warga! Segera menuju ke istana karena Raja Almand akan menyelenggarakan sayembara!”

Aku mengintip dengan hati-hati. Para warga sudah pergi menuju istana Raja.

“Pak Davis, apa sebaiknya kita ikuti saja mereka ke istana?”

“Setuju, Nak Julio. Kita harus mencari tahu sayembara apa yang sedang Raja adakan.”

“Benar, Pak. Barangkali kita bisa mendapatkan informasi mengenai keberadaan angsa biru bertanduk tersebut.”

Pak Davis mengangguk, “Asalkan kita ekstra hati-hati, saya yakin kita akan berhasil.”

Perlahan-lahan kami keluar dari semak-semak dan mengikuti para warga dari belakang.

Rupanya istana Raja tidaklah jauh dari tempat kami bersembunyi tadi. Istana Raja Almand tidak jauh beda dengan istana Ratu Laura, mewah dan elegan. Para warga sudah memenuhi istana sang Raja saat ini.

“Baiklah! Saya akan menyelenggarakan suatu sayembara bagi kalian semua!”

Semua hening saat Raja Almand mulai berbicara.

Aku dan Pak Davis bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari istana. Aku berjinjit untuk melihat rupa sang Raja Almand. Seperti di dongeng atau film, seorang Raja akan digambarkan memiliki tubuh tegap dan kekar. Begitulah sosok Raja Almand.

 “Barangsiapa yang dapat menemukan dan membawa dua orang asing ini hidup-hidup ke hadapan saya, akan saya berikan penghargaan!”

Fotoku dan Pak Davis terpampang dengan jelas di layar besar istana.

“Seperti yang kalian tahu, angsa biru bertanduk ini adalah satu-satunya aset berharga yang saya miliki. Tidak boleh ada seorang pun yang boleh merebutnya dari saya!”

“Itu dia angsa biru bertanduknya, Pak!” aku menggoyang-goyangkan pundak Pak Davis dengan heboh.

“Ssttt!!” Pak Davis mengisyaratku untuk tidak terlalu menimbulkan kecurigaan.

Raja Almand melanjutkan, “Apabila angsa ini sampai hilang dari sisi saya, kalian akan merasakan akibatnya.”

“Sebenarnya ada apa dengan angsa itu, Pak? Sebegitu pentingnya kah angsa tersebut bagi sang Raja?”

“Saya juga tidak tahu, Nak,” bisik Pak Davis sambil sesekali menengok kiri kanan, memastikan keadaan masih aman.

Tak lama kemudian, para warga sudah bubar dari istana Raja. Aku dan Pak Davis segera berlari dan bersembunyi sebelum para warga menyadari keberadaan kami.

“Pak, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?”

“Hmm..” Pak Davis terdiam sejenak memikirkan jalan keluar yang tepat bagi kami.

“Sepertinya kita harus merebut dengan paksa atau bahkan mencuri angsa tersebut dari sang Raja.”

“Itu terlalu bahaya, Nak Julio.”

“Tapi kita tidak bisa memintanya secara baik-baik lagi, Pak. Sekarang kita adalah buronan di negeri ini.”

“Iya sih.. Tapi, istana Raja tentu saja dijaga dengan ketat oleh para pengawal. Bagaimana kita bisa masuk ke dalam tanpa ketahuan, Nak?”

“Bagaimana jika kita menyamar saja, Pak?”

“Menyamar? Apa tidak ketahuan, Nak? Lagipula, alasan apa yang harus kita sampaikan agar kita diizinkan masuk ke dalam istana?”

Pak Davis kelihatan kurang yakin dengan ideku. Sebenarnya aku juga kurang yakin dengan ideku sendiri. Namun, apa lagi yang dapat kami lakukan sekarang? Pikiranku sungguh sudah buntu, apalagi mengingat tidak banyak waktu yang kumiliki.

“Begini saja, Pak. Kita pantau saja rutinitas Raja setiap harinya. Bagaimana?”

“Baiklah. Sebaiknya kita pantau saja dulu beberapa hari ini. Nanti akan kita rencanakan lagi bagaimana selanjutnya.”

***

Beberapa hari ini suasana aman terkendali. Kami berusaha tidak meninggalkan jejak agar tidak ketahuan para warga. Aku dan Pak Davis sudah mencatat beberapa poin penting dari rutinitas sang Raja setiap harinya.

Walaupun merupakan seorang Raja, Raja Almand tetap turun tangan sendiri dalam mengurus dan merawat angsa biru bertanduk miliknya. Tidak boleh ada seorang pun yang sembarangan menyentuhnya.

Pagi hari sekitar pukul 9 hingga 10, Raja Almand akan menjemur angsanya di bawah matahari. Beliau akan meninggalkan angsa tersebut dalam kandang selama sejam. Tentu saja angsa tersebut tidak dibiarkan sendiri begitu saja. Banyak pengawal yang mengawasi angsa tersebut.

Lalu pada siang hari, Raja Almand akan memandikan angsa tersebut. Benar-benar angsa yang paling beruntung di dunia. Sore hari adalah waktunya Raja Almand bermain dengan angsa tersebut. Pokoknya tidak ada celah sedikit pun untuk kami mencuri angsa tersebut.

“Jadi bagaimana, Pak Davis?”

“Kita akan membawa minuman kesukaan Raja terlebih dahulu. Nah, jus seledri ini akan saya campurkan dengan ramuan anti sembelit. Setelah meminumnya, Raja Almand akan merasa mules dan diare selama berjam-jam.”

Aku berusaha menyimak rencana Pak Davis.

“Selama Raja Almand berada di kamar mandi, kita akan menyerang para pengawal dengan cabe ini. Oleskan saja cabe ini ke mata para pengawal.”

Aku mengangguk.

“Setelah berhasil membuat keributan dan mereka panik, kita segera bawa angsa tersebut pergi.”

“Baik, Pak. Kita harus melebihkan stok senjata kita, Pak.”

“Iya, Nak. Kita harus tetap waspada ya.”

Hari itu juga kami berangkat ke istana Raja Almand. Berbekal jus seledri dan cabe, aku dan Pak Davis siap ‘menyerang’ seisi istana Raja Almand. Demi angsa biru bertanduk. Demi Ratu Laura. Demi negeri Roxz.

“Permisi, Pak.”

Sang pengawal tampak sangat waspada. Beliau melihat aku dan Pak Davis secara saksama. Bersyukur aku dan Pak Davis sudah berdandan dan menyamar. Aku yakin kami tidak akan dikenali sama sekali.

“Ada apa, Bapak-Bapak?” sang pengawal bertanya.

“Begini, Pak. Kami hanya ingin menitipkan jus seledri kesukaan Raja ini,” aku menyerahkan sebotol jus padanya.

“Benar, Pak. Kami sangat peduli pada kesehatan Raja Almand,” Pak Davis ikut menimpali.

Sang pengawal menerimanya, “Baik. Terima kasih atas perhatiannya. Raja Almand tentu akan senang sekali menerima jus seledri kesukaannya.”

Berhasil! Semoga Raja Almand segera meminumnya.

“Baik, Pak. Kami permisi dulu.”

Aku dan Pak Davis bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari istana. Dari balik teropong, aku memantau situasi di istana. Sang pengawal sudah menyerahkan jus dari kami kepada Raja Almand. Beliau tampak kegirangan dan tanpa banyak bicara langsung meneguknya.

“Tunggu 5 menit dan lihatlah hasilnya,” Pak Davis berbisik padaku.

Aku tersenyum.

Benar saja. Setelah 5 menit, Raja Almand tampak mules dan segera masuk ke kamar mandi. Sedangkan, angsa miliknya dijaga ketat oleh beberapa pengawal.

“Baiklah. Sekarang waktunya kita beraksi, Pak.”

Tanpa banyak bicara, aku dan Pak Davis langsung menyerang para pengawal dengan mengoles cabe di mata mereka. Sesuai perkiraan kami, istana ini memiliki sangat banyak pengawal. Aku dan Pak Davis nyaris kewalahan melawan mereka.

Setelah keadaan sudah lumayan aman dan memungkinkan, aku segera membawa angsa biru bertanduk tersebut pergi. Pak Davis berusaha menangkis serangan para pengawal, sedangkan aku fokus membawa angsa tersebut.

“Cepat, Pak! Sebentar lagi kita sudah keluar dari istana!”

Aku yang sibuk menoleh ke belakang untuk melihat Pak Davis, tidak menyadari bahwa seseorang telah menghalangi pintu depan istana.

“Ahh!!” aku terpental jauh setelah menabrak seseorang di depanku.

“Kamu tidak apa-apa, Nak?” Pak Davis membantuku berdiri.

Saat itu juga, aku merasa suara jantungku dapat terdengar dengan jelas oleh semua orang di situ. Betapa tidak, seseorang yang sedang berdiri di depanku saat ini adalah Raja Almand! Bagaimana bisa?? Bukannya Raja…

“Jadi, kalian yang sengaja membuat saya diare?”

Aku dan Pak Davis hendak kabur, namun kami ditahan oleh beberapa pengawal yang sudah pulih dari serangan kami tadi.

“Siapa kalian?”

Raja Almand menatap kami bergantian.

“Apa yang kalian lakukan terhadap angsa saya yang berharga ini?!” Raja Almand langsung merebut angsanya dariku.

“Berani-beraninya kalian orang asing menyentuh angsa saya!”

O..ow… Sang Raja murka..

“Raja, maafkan kami. Setidaknya dengarkan dahulu penjelasan kami,” aku berusaha memohon ampun.

“Apa lagi yang perlu kalian jelaskan?!”

“Maaf, Raja Almand. Saya yang bersalah. Pak Davis hanya menemani saya mencari angsa tersebut. Raja boleh menghukum saya, tapi saya mohon Raja membebaskan Pak Davis dan bisa memberikan angsa tersebut pada kami.”

“Apaaa??! Memberikan angsa saya pada kalian? Lancang sekali kalian!”

“Raja, saya sungguh memohon padamu. Kami sangat membutuhkan angsa itu sekarang, Raja,” aku memohon sekali lagi.

“Benar, Raja. Negeri kami negeri Roxz sangat membutuhkan angsa tersebut untuk mematahkan kutukan sang Dewa yang telah dialami selama ratusan tahun, Raja. Kasihanilah kami, Raja,” mohon Pak Davis.

“Tidak ada ampun lagi bagi kalian. Saya tidak peduli negeri kalian dikutuk atau apa, saya tidak sudi menyerahkan angsa ini! Pengawal! Urus orang-orang ini!”

“Baik, Raja!”

Aku dan Pak Davis ditangkap. Seorang pengawal mengambil pedang panjang dan berjalan ke arah kami. Tamat sudah..

“Raja! Ampuni kami, Raja! Tolong bebaskan Pak Davis! Hukum saja saya, Raja!”

Teriakanku tidak digubris sama sekali. Tanpa rasa kasihan sedikit pun, pengawal itu menebas aku dan Pak Davis dengan pedang besarnya itu.

Setelah itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Kupikir mungkin kami sudah mati..

***

“Hah.. Hah.. Hah..” aku terbangun dan bernapas dengan terengah-engah.

Tuh kan benar, aku cuma mimpi.

Aku merasa sangat lega bisa terbangun di dunia nyata lagi. Kupikir setelah gagal menjalani misi itu, aku bakal terjebak selamanya di dalam mimpiku.

Dengan semangat, aku bersiap-siap dan pergi keluar membeli sarapan. Di tengah-tengah padatnya warga, aku tidak sengaja menabrak seseorang hingga belanjaannya jatuh berserakan. Aku segera jongkok membantu membereskan belanjaannya.

“Maafkan aku. Aku tidak sengaja.”

“Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf, aku tidak melihat..”

Mata kami saling bertemu. Kurasakan jantungku berhenti berdetak.

“Ratu.. Laura..??!”

Wanita itu sama terkejutnya denganku. “Jul.. Juliuss??!”

Tags: tlwc19

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Yang Terlupa
449      255     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.
PETRICHOR
2460      1047     1     
Romance
Ingin tahu rasanya jungkir balik karena jatuh cinta? Novel ini menyuguhkan cerita cinta dengan cara yang berbeda. Membacanya membuatmu tahu cara memandang cinta dari 4 sudut pandang yang berbeda. "Bagi Anna, Harrys adalah kekasih yang hidup di langit. Di antara semua kekuasaan yang dimilikinya, dia tidak memiliki kekuasaan untuk menjadikan Anna miliknya." "Bagi Harrys, Ann...
Cinta Dendam dan Air mata
499      289     3     
Short Story
Kisah cinta dan dendam seorang pria bernama Aldrich Dirgantara. Pria tampan mapan, baik hati. Di usia nya 32 tahun sukses memimpin perusahaan peninggalan keluarga nya Dirgantara Group. Hidup nya penuh dendam ketika di malam pernikahan nya. Tanpa sengaja melihat kekasih nya yang ber nama Sandra prabowo umur 27 tahun,bercinta dengan Sean Abraham yang sudah di anggap saudara nya di apartemen milik...
Abimanyu
351      237     2     
Short Story
Snow White Reborn
614      357     6     
Short Story
Cover By : Suputri21 *** Konyol tapi nyata. Hanya karena tertimpa sebuah apel, Faylen Fanitama Dirga mengalami amnesia. Anehnya, hanya memori tentang Rafaza Putra Adam—lelaki yang mengaku sebagai tunangannya yang Faylen lupakan. Tak hanya itu, keanehan lainnya juga Faylen alami. Sosok wanita misterius dengan wajah mengerikan selalu menghantuinya terutama ketika dia melihat pantulannya di ce...
The Story of Fairro
2734      1130     3     
Horror
Ini kisah tentang Fairro, seorang pemuda yang putus asa mencari jati dirinya, siapa atau apa sebenarnya dirinya? Dengan segala kekuatan supranaturalnya, kertergantungannya pada darah yang membuatnya menjadi seperti vampire dan dengan segala kematian - kematian yang disebabkan oleh dirinya, dan Anggra saudara kembar gaibnya...Ya gaib...Karena Anggra hanya bisa berwujud nyata pada setiap pukul dua ...
The Secret
411      282     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
The Last Guardian
723      401     2     
Short Story
Cahaya telah lama kehilangan jati dirinya. Ia tinggal jauh dari tanah kelahirannya. Namun janji masa lalu itu perlahan menghampirinya, membuatnya untuk menerima kenyataan bahwa dirinya berbeda. Masa lalu itu datang dengan nyata, senyata dirinya yang bisa berbicara dengan alam. Siapakah Cahaya sebenarnya? Siapa laki-laki yang datang menjemput janjinya itu? Mungkin kisah ini merupakan pertarungan t...
SAMIRA
317      197     3     
Short Story
Pernikahan Samira tidak berjalan harmonis. Dia selalu disiksa dan disakiti oleh suaminya. Namun, dia berusaha sabar menjalaninya. Setiap hari, dia bertemu dengan Fahri. Saat dia sakit dan berada di klinik, Fahri yang selalu menemaninya. Bahkan, Fahri juga yang membawanya pergi dari suaminya. Samira dan Fahri menikah dua bulan kemudian dan tinggal bersama. Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan...
Segaris Cerita
527      290     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...