Read More >>"> IMPIANKU (Episode 4 Bagian 2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - IMPIANKU
MENU
About Us  

      Pertemuan dengan Pak Agus siang itu di perpustakaan. Membuatku semakin merasa ada hal yang tidak wajar, bahkan setelah kepergian dua petugas intel yang mengaku dari Badan Inteligen Negara—entah apa maksud kedatangan mereka tadi. Membuatku merasa berpikir bahwa, dalam dunia internet juga harus ada etika kode etik dalam bergaul. Bahkan sebenarnya, bukan hanya di dunia internet. Tapi dalam kehidupan nyata pun hal itu harus selalu dijaga, agar tidak terjadi kesenjangan yang malah memcahkan persatuan bangsa. Setidaknya itu yang kupahami—entah yang lain.

      Baru saja laptopku dibuka, dan bermaksud menyerahkan tugas yang selama ini diminta Pak Agus. Dari arah pintu masuk perpusatakaan, muncul Panji yang terlihat terengah. Sepertinya ia berlari dari laboratorium, setelah menemui Zul di sana.

      “Bu, lihat si Satria kagak? Sedari pagi dia ke mari, ada di sebelah mana dia, Bu? Hah ... hah—hah.” Napas Panji terdengar tersengal, di hadapan petugas wanita perpustakaan.

      “Ouh iya ... ada di sebelah sana tuh, sama Pak Agus. Kamu kenapa, Ji?” Petugas perpustakaan merasa terheran dengan kondisi Panji, yang memang sudah mengenalnya juga.

      “Ouh, baguslah Pak Agus sudah datang. Astaga! Kayaknya ane telat, nih! Biasa, Bu. Olahraga! Dah ane mau ke sana dulu, Bu!” seru Panji seraya bergegas meninggalkan petugas perpustakaan, begitu mengetahui keberadaanku.

      Setelah berada di hadapanku serta Pak Agus, Panji terlihat kikuk. Mungkin merasa dirinya telat datang, padahal kami pun baru saja mau memulai pembicaraan.

      “Waduh ... maaf Panji telat nih, Pak. Ada kepentingan dulu tadi ke lab. Sudah lama di sini, Pak?” tanya Panji, kikuk.

      “Ah, kamu ... keluyuran aja. Sudah duduk situ bareng Satria. Kita mulai diskusinya!” tegas Pak Agus dengan suara beratnya, seraya mempersiapkan laptop miliknya juga.

      “Hehehe ... iya, Pak. Sory, habis tadi ada temen pengen ketemu buat bahas program juga, Pak. Hehehe ....” Panji hanya bisa cengengesan tidak karuan di hadapan dosen pembimbing, yang terkenal dengan kedisiplinannya itu seraya duduk di sampingku.

      Mata Panji menunjukkan sebuah pertanyaan samar kepadaku, mungkin tentang hal yang ia dengar di laboratorium perihal dua petugas agen rahasia yang menemuiku tadi. Setidaknya, itu yang kudengar dari maksud bisikannya.

      “Sudah, mari kita mulai dengan hasil tugas kalian yang tempo hari kuberikan. Katanya sudah selesai, dan tinggal praktek uji jaringan saja. Mana?” tanya Pak Agus langsung ke inti pembicaraan.

      Karakter Pak Agus memang seperti itu, tegas, tidak pernah bertele-tele dan selalu menuntut kesempurnaan kepada setiap anak didiknya. Mungkin karena tanggung jawab yang ia emban di kampus, sebagai kepala dosen pembimbing semua bidang. Hal tersebut memang sudah menjadi tabiat beliau, mungkin karena merupakan salah satu lulusan dari dinas keamanan negara juga yang merangkap sebagai dosen. Meski usianya dibilang belum terlalu tua—mungkin berkisar kurang dari enam puluhan, tepatnya lima puluh lima tahun. Itu yang kuketahui dari data diri akun facebook milik beliau.

      “Ouh iya, sesuai dengan pembicaraan kita lewat ponsel kemarin, Satria. Kamu sama si Panji, udah siap untuk representasi programmu itu? Namun sebelum kalian wisuda nanti, saya ingin uji tesis program kalian ke salah satu rekan dosen di negara Malaysia. Sepertinya ada beberapa hal yang masih kurang dengan programnya. Di sana nanti, kalian sempurnakan dengan beliau, ya?” sambung Pak Agus, mengingat hal yang pernah beliau minta.

      “Malaysia. Sudah—sudah semua, Pak. Insya Allah dua hari lagi, dan semoga ini akan jadi hasil memuaskan yang Bapak minta, dan semalam juga sudah saya tes. Apa hal itu juga, ada hubungannya dengan maksud kedatangan dua agen tadi, Pak?”

      “Hahaha ... kau memang salah satu muridku yang sangat cerdik, Satria. Tidak salah aku memilihmu untuk tugas ini, dan aku pastikan kamu sudah siap dengan segala yang akan terjadi nanti. Sebab selain bertugas sebagai pertukaran mahasiswa di bidang teknologi, ada beberapa tugas yang sudah kuberi kepada pihak dosen sana yang nanti kalian lakukan.” Tiba-tiba Pak Agus tertawa terbahak, yang sempat membuatku dan Panji terkejut bahkan seisi perpusatakaan yang mendengar tawanya itu.

      “Maksud Bapak, misi apa? Bukankah kami ke sana, cuma tugas pertukaran mahasiswa aja? Ane masih kurang paham!” sergah Panji, sedikit terkejut.

      “Nanti juga kamu paham, setelah buka email yang baru saja kukirim ke Satria. Di situ ada daftar tugas yang harus dilakukan di Malaysia nanti.” Perkataan Pak Agus berhenti sejenak, seraya memeriksa kiriman email di laptopnya.

      “Dan saya harap, ini masih menjadi rahasia kalian. Sebab kalau pun bocor, resikonya akan banyak yang memburu nyawa kalian nanti. Jadi, pastikan program kalian aman saat digunakan di sana! Tugas sebagai pertukaran mahasiswa, hanya sebagai pelindung misi kalian ini,” jelas Pak Agus seraya membereskan laptop miliknya, bermaksud meninggalkan kami yang masih diliputi berbagai pertanyaan.

      “Hah?! Nya—nyawa ...?!” Aku dan Panji sempat terperangah dengan pernyataan Pak Agus tadi.

      “Ma—maksud, Bapak. Nya—nyawa siapa?”

      “Kalau kalian memang cerdik, kalian akan tahu sendiri jawabannya. Saya hanya berpesan, nikmatilah masa pertukaran mahasiswa kalian di sana. So ... enjoy it your’s holiday.

      Pak Agus kemudian berdiri dari bangkunya, sebentar kemudian beliau mendekatkan wajahnya ke hadapanku sambil berbisik, “berhati-hatilah dengan suatu kedekatan, Satria. Tidak semua yang dekat itu seperti yang dibayangkan. Hanya hati tulus yang mengerti pepatah ini. Kalian akan mendapatkan jawabannya nanti. Selamat menikmati kehidupan ....”

      Setelah berkata dengan ucapan yang masih membuatku dan Panji bertanya-tanya, di sela langkahnya Pak Agus menoleh sebentar dan berujar, “Ouh iya ... sampaikan salam saya ke dosen pembimbing kalian di Malaysia nanti, ya? Selamat berlibur ...!”

      Beliau pun berlalu dengan tas di tangan. Wajahnya hanya bisa menyunggingkan seutas senyum misterius, saat meninggalkan kami berdua. Sedangkan kami, masih terpaku dengan kata-kata terakhirnya tadi.

      Ah ... sepertinya akan menjadi hari-hari yang sangat memberatkan, bagiku dan Panji sebelum waktu keberangkatan tiba. Pertemuan dengan Pak Agus siang itu, hanya menyisakan berbagai pertanyaan yang sangat membingungkan bagi kami. Luar negeri, uang, data program, bahkan nyawa. Sementara, selama ini yang kami ketahui hanya mendapat tugas sebagai pertukaran mahasiswa di bidang teknologi. Ah ... sungguh membingungkan.

      Berbicara tentang nyawa, “Siapa yang akan kehilangan nyawa? Ada apa sebenarnya ini?” Hal itu yang selalu menjadi pertanyaan dalam benakku, entah Panji. Kulihat dirinya masih belum memahami juga, apa yang tadi sang dosen jelaskan. Termasuk diriku, yang sedang berkutat dengan isi email kiriman dari Pak Agus.

      “Kayaknya, kita harus bergegas sama rencana yang tadi pagi kita bicarakan, Ji. Pergi ke Malaysia, agar semuanya jadi jelas. Dari isi email yang Pak Agus kirim, sepertinya beliau memberikan tugas baru selain pertukaran mahasiswa dalam hal penggunaan program yang kita buat ini. Kamu siap lusa berangkat ke Malaysia, Ji?” ungkapku, setelah mencoba memahami isi email yang masuk.

      “Gila Lu, Sat. Kalau mesti ninggalin rumah dan pergi ke Malaysia, kasihan emak ane, Sat! Ya ... emang ada abang, sama adek yang bisa bantuin, tapi ane dapat duit dari mana buat ongkos ke sana? Okelah buat ongkos ada, nah buat hidup selama di sana. Ane kagak punya tabungan sama sekali, Sat?!” sergah Panji kebingungan.

     “Entar ane coba cari cara buat nambahin modal kita ke Malaysia, Sat. Ada yang mesti ane lakuin buat kita entar, hehehe ...,” sambung Panji, seraya senyum misterius.

     “Masalah uang, sepertinya bukan jadi persoalan kita, Ji. Coba kamu lihat isi email Pak Agus ini. Di sana dicantumkan, kalau beliau sudah kirim dana untuk modal awal kita ke Malaysia. Dan lihat, salah satu tugas kita?” ungkapku seraya menunjukkan isi email, berharap Panji mengerti.

      “Mana, Sat?” Panji pun melihat isi email yang dikirim Pak Agus. Di sana tertera nominal uang yang ditengarai sebagai biaya kami dalam membuat berbagai program selama ini di kampus. “Gila, Sat! Gede bener duitnya. Itu buat kita berdua, Sat?!”

      “Iya, sepertinya begitu, Ji. Kayaknya sebagai bayaran awal untuk tugas kita ini. Gimana, kamu siap berangkat?” ujarku kemudian, seraya menutup laptop dan mengambil ponsel di saku bermaksud mengecek transferan melalui jaringan mobile banking. Aku pun terperangah melihat nominal yang tertera di layar ponsel. “Ji, lihat nih, udah masuk! Tiga ratus juta!”

      “Busyet! Beneran, nih? Bayaran awalnya aja segitu, apa lagi kalau tugas selesai ya, Sat? Artinya kita jadi liburan?! Hahaha ... nyok kita balik, bilang dulu sama emak ane. Tapi sekalian kita belanja dulu buat keperluan di sana, gimana menurut lu, Sat?” Panji tampak semringah dengan apa yang terjadi, tetapi tidak denganku. Masih terganjal dengan kata-kata terakhir dari Pak Agus tadi.

     “Kita belanja seperlunya dulu, Ji. Kebutuhan lainnya bisa dibeli di sana nanti, sekarang sih yang kita butuhkan istirahat buat perjalanan ke Malaysia,” saranku sambil memasukkan laptop ke dalam tas, dan berbenah untuk pulang. “Ouh iya, Ji. Pak Agus bilang kan, kita mesti merahasiakan hal ini dari siapa pun. Kalau sampai bocor, resikonya nyawa kan, Ji?”

     “Waduh! I—iya tuh, Sat. Berarti semua orang cuma tau, kalau kita ke sana dalam tugas pertukaran mahasiswa doang. Ane masih kagak ngarti ama pemikiran dosen kita ntu, Sat. Dia nyuruh kita liburan, tapi kagak boleh ada yang tau tugas kita ntu.”

     “Itu namanya tugas, Ji. Kalau tugas, ya harus dikerjakan. Apa pun resikonya, kita mesti ikutin maunya beliau. Yuk, keburu sore ...! Kita ambil transferan separuhnya dulu, buat modal keberangkatan nanti,” ajakku seraya beranjak dari tempat kami berdiskusi tadi, diikuti Panji yang masih terbengong memahami perkataanku.

      “Tapi kan, tujuan kita ini cari tambahan ilmu buat skripsi entar, Sat. Dalam program pertukaran mahasiswa antar negara. Masa dapat tugas kayak seorang detektif gini, sih? Heran ane ama sikap Pak Agus ini.” Panji sepertinya masih belum memahami tujuan dari keinginan Pak Agus. Raut mukanya terlihat memikirkan sesuatu.

      “Entahlah, Ji. Nanti juga setelah bertemu dosen pengganti di Malaysia, akan terjawab mengenai tugas ini. Makanya, aku pengen segera ke sana. Bukan hanya karena pengen ketemu sama temen di sana, tapi ada apa di balik tugas kita yang aneh ini.”

      “Eh ... iya, Sat. Program ntu, lu kasih nama apa?” tanya Panji, perihal program yang kubuat itu.

      “Aku namain ... My Bank.” Aku membalas singkat.

      “Waw, keren! Artinya?” tanya Panji lagi, masih penasaran.

      “Sebuah program perbankan.” Aku hanya membalas acuh.

      “Yey ... kalau itu, aku juga tahulah, Sat.”

      “Lha ... terus apaan?”

      “Ya ... dikira ada arti khusus gitu.” Panji hanya menggerutu tidak jelas dengan jawaban singkatku tadi, kemudian diam seraya mengambil motor di parkiran.

      Dalam perjalanan pulang, hatiku masih diselimuti berbagai pertanyaan yang harus dipahami secara nalar dan logika. Program yang dibuat khusus untuk tugas terakhir sebelum wisuda, mesti menempuh uji coba di luar negeri sebagai tes uji kelayakan yang diminta Pak Agus sang dosen pembimbing.

      Entah jika ada campur tangan dari pihak berwajib. Setidaknya dengan kedatangan dua agen rahasia tadi, sedikit menguak betapa besar arti sebuah karya ilmiah yang kutemukan ini. Apa lagi mendapat bayaran yang dihitung cukup besar bagi kami, layaknya seorang pembunuh bayaran yang mendapat tugas melenyapkan seseorang.

      “Ada misi apa Pak Agus ini? Apa karyaku akan digunakan oleh negara, sehingga harus mendapatkan bayaran sebesar itu? Sedangkan posisiku, sebagai mahasiswa dalam tahap skripsi akhir, sebelum wisuda nanti. Bingung!” gumamku setelah merebahkan diri di rumah kontrakan sepulang dari kampus, sebelum mandi sore itu.

                                                                                                               *****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (7)
  • Kang_Isa

    @Ardhio_Prantoko Wih ... terima kasih, Mas Dhim. Alhamdulillah karya ini sudah terbit, tinggal nunggu lounching saja, nih. Hehehe

    Comment on chapter Info Novel IMPIANKU
  • Ardhio_Prantoko

    Bahasanya ringan. Bobot ceritanya saya dapat. Suka sama yang ini.

    Comment on chapter Info Novel IMPIANKU
  • Kang_Isa

    @SusanSwansh Iya, aku ubah sedikit di bagian prolog sama epilognya, biar beda dikit hehehehe :D

    Comment on chapter Sinopsis
  • SusanSwansh

    Kak ini yg my dream kan ya Kak? Apa baru lagi?

    Comment on chapter Sinopsis
  • Kang_Isa

    @Neofelisdiardi Terima kasih ulasannya, Kak. Semoga suka, dan terima kasih sudah mampir, ya. Selamat mengikuti ceritanya, dan sukses selalu. :)

    Comment on chapter Sinopsis
  • Kang_Isa

    @Neofelisdiardi Terima kasih ulasannya, Kak. Semoga suka, dan terima kasih sudah mampir, ya. Selamat mengikuti ceritanya, dan sukses selalu. :)

    Comment on chapter Sinopsis
  • Neofelisdiardi

    Konsepnya bagus dan serius. Penulisnya paham tentang dunia siber dan Malaysia

    Comment on chapter Sinopsis
Similar Tags
Unforgettable
501      346     0     
Short Story
Do you believe in love destiny? That separates yet unites. Though it is reunited in the different conditions, which is not same as before. However, they finally meet.
L.o.L : Lab of Love
2677      857     10     
Fan Fiction
Kim Ji Yeon, seorang mahasiswi semester empat jurusan film dan animasi, disibukan dengan tugas perkuliahan yang tak ada habisnya. Terlebih dengan statusnya sebagai penerima beasiswa, Ji Yeon harus berusaha mempertahankan prestasi akademisnya. Hingga suatu hari, sebuah coretan iseng yang dibuatnya saat jenuh ketika mengerjakan tugas di lab film, menjadi awal dari sebuah kisah baru yang tidak pe...
Shymphony Of Secret
237      188     0     
Romance
Niken Graviola Bramasta “Aku tidak pernah menginginkan akan dapat merasakan cinta.Bagiku hidupku hanyalah untuk membalaskan dendam kematian seluruh keluargaku.Hingga akhirnya seseorang itu, seseorang yang pernah teramat dicintai adikku.Seseorang yang awalnya ku benci karena penghinaan yang diberikannya bertubi-tubi.Namun kemudian dia datang dengan cinta yang murni padaku.Lantas haruskah aku m...
Iblis Merah
8040      2211     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1762      707     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Teacher's Love Story
2740      930     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Flower With(out) Butterfly
388      265     2     
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri. Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati
Give Up? No!
404      264     0     
Short Story
you were given this life because you were strong enough to live it.
Janji
421      290     0     
Short Story
Dia sesalu ada, dan akan tetap ada.
Love in the Past
471      349     4     
Short Story
Ketika perasaan itu muncul kembali, ketika aku bertemu dengannya lagi, ketika aku harus kembali menyesali kisah itu kesekian kali.