Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

Rhea tidak menjawab berhubung ia sedang sibuk dengan otaknya sendiri. Karena Rhea tidak menjawab, Kiran pun berkata lagi,” Racun tikus.”

Rupanya perkataan Kiran berhasil mengambil perhatian Rhea. Kini Rhea membelalakan matanya, memelototi Kiran tepat di manik matanya yang berwarna hitam pekat.

“Ap..Apa kata lo?” 

“Aku nggak tahu kenapa bisa, Rhe. Aku nggak kepikir sama sekali. Semua orang makan nastar bikinan Mama dan minum teh jahe bikinan Bibik. Tapi William dan Jaxon nggak apa-apa. Aku nggak ngerti.” Rentetan kata meluncur dari bibir Kiran yang bergetar.

Rhea sendiri baru terpikir bahwa memang benar William dan Jaxon memakan kue dan meminum minuman yang sama dengan dirinya. Namun hanya Rhea-lah yang terkena racun tikus nggak jelas itu. Nggak mungkin Mama ngeracunin kue nastar. Bibik sama sekali nggak berkemungkinan jadi Black Hummingbird. Kiran? Jelas-jelas Kiranlah korban dari surat kaleng kedua. Nggak mungkin Kiran adalah Black Hummingbird, pikir Rhea.

“Hape gue mana?” tanya Rhea.

“Ehm..Kayaknya ketinggalan di rumah deh, Rhe.”

“Ya udah. Hape lo!” 

Kiran pun menyerahkan hapenya kepada Rhea. Barulah setelah hape itu sampai di tangan Rhea ia menyadari bahwa di dalam hape itu masih terdapat email kiriman Black Hummingbird padanya. Kiran menatap hape itu dengan tatapan campur aduk. Takut!

“Lo ada nomer Clyde?” tanya Rhea.

“A..Ada,” jawab Kiran tergagap.

Tanpa curiga, Rhea mencari nama Clyde di hape Kiran dan segera menekan tombol ‘Call’. Hati Kiran mencelos karena lega ketika Rhea sama sekali tidak membuka tombol email di hapenya.

“Halo?” suara Clyde terdengar panik.

“Ini gue. Lo dimana?” tanya Rhea. Suaranya sudah kembali seperti normal, tidak lagi parau maupun terdengar lemah. Rhea pantang terlihat lemah di depan panglima SMAN 3 yang lain.

“Rhea? Lo dah sadar!” Seketika itu juga sepercik harapan mewarnai suara Clyde.

“Ya iyalah. Lo pikir gue bisa ngomong sambil koma?!” jawab Rhea asal-asalan.

“Aduh, Rhe. Lo tahu Kiran sama gue dah khawatir setengah mati!” kata Clyde lagi.

“Ya-ya. Nggak penting sekarang. Yang lain di mana? Lo di mana?” 

“Gue lagi di depan rumah William. Keadaan kacau banget, Rhe. Gue nggak tahu Black Hummingbird ngapain lagi. Tapi ini bener-bener parah.”

“Maksud lo?” Wajah Rhea berubah serius, begitupun Kiran yang baru saja mendengar perubahan aura wajah Rhea.

“William tadi nelepon gue. Katanya Jaxon ditawan. Bram juga. Bokap Jaxon baru aja sampai di lokasi.”

“Terus?”

“Bareng satu kompi pasukan, Rhe,” tambah Jaxon.

Rhea seketika itu juga lemas. Ia sadar bahwa keluarga Jaxon dan William adalah musuh bebuyutan. Bukan sekedar musuh bebuyutan ngerebutin harta. Mereka ngerebutin kekuasaan. Dan cara yang mereka pakai adalah dengan saling melukai, saling membunuh. Dunia mafia memang kejam. Rhea memejamkan matanya. Bayangan pertarungan, kebakaran dan kolam darah membuat Rhea merinding. Barulah Rhea membuka matanya ketika tangan Kiran yang dingin menyentuh punggung tangan Rhea yang tidak memegan hape.

“Rhe?”

“Clyde, sekarang keadannya seburuk apa? Kebakaran? Perang terbuka?” tanya Rhea. 

Ia boleh saja takut. Tapi kenyataan tidak akan berubah. Kenyataan harus dihadapi.

“Perang terbuka. Pedang, pisau, kunai, shuriken dan panah berterbangan dari segala arah. Ini Blood Bath, Rhe. Ini..Ini hal paling mengerikan yang pernah gue lihat.” Clyde menjawab dengan terbata-bata.

“Terus lo aman? Lo nyumput di mana? Udah nyelametin yang lain?” Rhea bertanya bertubi-tubi seperti tukang interogasi.

“William dikerem di kamer. Menurut William, Jaxon dan Bram pasti ada di penjara bawah tanah. Tapi untung sementara, Jaxon dan Bram nggak akan diapa-apain. Kalau sampe ada apa-apa sama Jaxon, bokap Jaxon pasti nggak akan tanggung-tanggung ngebakar rumah itu bersama semua penghuninya hidup-hidup.” Suara Clyde terdengar jauh lebih mencekam dibanding dengan kata-kata horror yang baru saja meluncur dari bibirnya.

“Sialan..”bisik Rhea.

“Gue bisa bantu apa?” tanya Rhea lagi.

“Lo tetep deket-deket Kiran dan orang tua lo, Rhe. Seengganya Black Hummingbird mungkin masih ngira lo udah berhasil dibungkam.” 

“Clyde..”

“Ya?”

“Jangan mati.”

“Clyde..”

“Ya?”

“Jangan mati.”

 Perkataan Rhea mungkin memang terdengar konyol tapi dia serius. Dia sangat serius. Rhea berharap mati-matian bahwa Clyde tidak akan bertindak bodoh seperti menerjang hujan panah. Tanpa disadari Rhea, Kiran pun mengucapkan hal yang sama. Di dalam hatinya.

“Rhea?” Suara Mama membangunkan Rhea dan Kiran dari pikiran melantur yang menyiksa mereka dalam hening.

“Ma,” jawab Rhea.

“Kamu udah sadar, Nak?” Mama segera menyerbu dan memeluk Rhea erat-erat.

Air matanya berlinang kembali. Rhea shock karena tiba-tiba dipeluk Mamanya. Betapa Rhea merindukan pelukan Mama dan Papa. Sejak ia mengetahui bahwa ia bukan anak asli Mama dan Papanya, ia tidak sanggup bermanja-manja lagi. Tanpa disangka, belasan tahun sudah berlalu. Mata Rhea terasa panas dan geli. Air mata mulai terbentuk di sana, menyusup dan mengaliri pelupuk mata Rhea. Papa yang terbangun karena suara Mama pun bergabung dan memeluk Rhea. Betapa bahagianya hati Rhea. Ternyata keracunan tidak buruk-buruk amat, pikir Rhea. Setidaknya itulah pikiran Rhea untuk saat ini. 

Kiran tidak bergabung dalam haru-biru keluarga kecil mereka. Kiran baru saja menyadari apa arti dari surat yang ditulis Black Hummingbird.

‘Melawan api dengan api. Perang ini akan menjadi tontonan yang menarik.’

Api dengan api melambangkan keluarga Jaxon dan keluarga William. Black Hummingbird mengadu domba kedua keluarga itu supaya berperang dan ia menjadi penontonnya yang menikmati pembantaian itu. Sekarang semuanya sudah jelas. Sandi dipecahkan. Namun apa gunanya jika sandi itu dipecahkan ketika nyawa sudah melayang dan darah sudah tumpah. Kiran merasa kotor. Ia takut dan merasa berdosa. Kiran memang tidak menyulut perang itu. Tapi ia merasa tidak berguna karena tidak menyadari arti surat itu sebelumnya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa mengatakan yang sebenarnya dan menggagalkan perang itu.

Sebuah email anonym masuk ke hape Kiran saat reuni kecil keluarga mereka terjadi. Dengan hati-hati ia membuka email itu.

‘Hati-hati dengan mulut lo. Atau Clyde yang akan membayar kesalahan lo!’

Wajah Kiran memucat seketika. Kiran mengurungkan segala niat untuk menceritakan yang sebenarnya pada Rhea. Ia tidak mungkin menjadikan nyawa Rhea, terlebih lagi Clyde, sebagai taruhannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • TamagoTan

    @Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!

    Comment on chapter Prolog
  • Kang_Isa

    Keren. Ceritanya mistis banget, ikutan merinding juga. Salam kenal, Kak. Jika berkenan, mampir juga di ceritaku, ya.
    Salam semangat selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Bullying
574      353     4     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
Kasih yang Tak Sampai
658      442     0     
Short Story
Terkadang cinta itu tak harus memiliki. Karena cinta sejati adalah ketika kita melihat orang kita cintai bahagia. Walaupun dia bahagia bukan bersama kita.
Mendadak Halal
8243      2249     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Tyaz Gamma
1538      951     1     
Fantasy
"Sekadar informasi untukmu. Kau ... tidak berada di duniamu," gadis itu berkata datar. Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya. "Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang nampak di manik kelabunya...
Peri Untuk Ale
5686      2329     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
Simbiosis Mutualisme
312      205     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
Rain Murder
2559      678     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Under The Moonlight
2270      1111     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Sekotor itukah Aku
22446      3855     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Cinta Sebatas Doa
612      429     0     
Short Story
Fero sakit. Dia meminta Jeannita untuk tidak menemuinya lagi sejak itu. Sementara Jeannita justru menjadi pengecut untuk menemui laki-laki itu dan membiarkan seluruh sekolah mengisukan hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Padahal tidak. Cukup tunggu saja apa yang mungkin dilakukan Jeannita untuk membuktikannya.