“Mimpi aja!” William berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Papanya yang murka dan adiknya yang berusaha menenangkan Papanya.
Ketika ia sudah meninggalkan ruang makan, William pun berlari menuju kamarnya. Tidak peduli lagi bahwa seluruh bala tentara yang bekerja untuk Klan Yakuza Nakamura kini sudah menjadikannya bahan tontonan gratis. Pintu kamar dibuka dengan sekali gebrakan.
“Kita ketahuan,” kata William tanpa basa-basi.
Jaxon keluar dari lemari dengan wajah pasrah. Tidak ada lagi ketenangan dan composuredi sana. Bram menatap William dengan tatapan nanar. Ketiga cowok itu tahu, tamatlah riwayat mereka.
“Mana surat sialan itu?!” seru William kepada Bram.
Dengan patuh Bram mengeluarkan surat itu dari balik buku yang sedari tadi pura-pura ia baca. William merebut surat itu dan merobek amplopnya dengan geram.
‘Melawan api dengan api. Perang ini akan menjadi tontonan yang menarik.’
“Brengsek!!” William merobek-robek kertas itu menjadi serpihan kecil.
“Apa isinya?” Jaxon bertanya dengan lemah kepada William.
“Peneror nggak tahu diri itu yang ngelaporin ke bokap gue kalo lo ada di sini!” seru William murka.
Hape Jaxon bergetar di dalam sakunya. Walaupun tidak mau mengakui, Jaxon sudah menduga bahwa penelepon itu tidak lain pasti dari Papanya. Benar saja! ‘Abeoji’ tertera di layar.
“Nggak usah diangkat. Kita cabut sekarang!” kata William. Rupanya ia melirik hape Jaxon saat Jaxon mengeluarkan hape itu dari saku celananya.
“Gimana caranya, Will? Pikirin dulu bener-bener deh! Lo sendiri yang bilang rumah ini penjagaannya udah kayak White House. Mana bisa kita terobos gitu aja?” jawab Jaxon.
“Gue yang pasang badan! Udah jalan lo pada!” William memang tidak main-main.
Ia tahu benar bahwa Papanya sedang dalam perjalanan menuju kamarnya, siap menyeret Jaxon untuk dijadikan tawanan. Kalau sudah sampai begitu, perang pasti akan meledak. William membuka pintu kamarnya dan mendapati sang pemimpin klan Nakamura sudah berdiri tegap di sana. Wajahnya tersenyum. Senyum paling mengerikan yang pernah William lihat. Di belakang Papanya terdapat Clayton yang menghindari tatapan William.
“Minggir kamu!” kata Papanya kepada William.
“Coba aja bikin aku minggir!” tantang William lagi.
“Dasar anak nggak tahu diri!” Tangan bos Yakuza itu melayang ke arah putera sulungnya, siap menempeleng pewarisnya sendiri.
Tapi keledai tidak jatuh ke lubang yang sama dua kali. William menangkis tangan Papanya sebelum tangan itu sempat mendarat di pipi William. Tapi William lengah, Clayton bergerak dengan lincah ke belakang tubuh William di mana Bram dan Jaxon sedari tadi mematung. Jaxon memang jago berkelahi. Clayton tahu itu. Tapi sebagai second in line to the throne ofNakamura Clan, Clayton pun sama jagonya. Jaxon yang masih belum siap dapat diringkus Clayton dengan mudah. Bram? Dia sudah dipiting di lantai oleh salah seorang penjaga yang setengah wajahnya ditutup kain seperti ninja.
Penjaga itu menatap Jaxon lekat-lekat. Kemudian ia membuka kain yang menutupi separuh wajahnya. Mata Jaxon melotot ketika menyadari siapa penjaga itu sebenarnya.
“Lo.. Pengkhianat!” Bisik Jaxon dengan nada mengecam pada penjaga itu.
@Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!
Comment on chapter Prolog