Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
MENU
About Us  

“Sialan!” William menonjok tembok kamar Rhea.

Tidak ada yang berusaha menahan maupun menenangkan William. Bram yang biasanya selalu bisa mengambil sisi positif dari segala masalah dengan lelucon konyolnya kini terdiam seribu bahasa. Jaxon menjelaskan perkaranya kepada Papa Kiran dan Rhea di luar kamar. Mama? Ia sudah tertidur di sofa karena kelelahan menangis.

Pintu terbuka perlahan, diiringi dengan Papa dan Jaxon yang melangkah masuk dengan langkah-langkah yang hampir tidak menimbulkan suara sedikit pun. Papa Rhea tidak menangis. Meskipun begitu, wajahnya terlihat kusut. Ia menderita. Mungkin juga trauma.

“Kalian pulang aja. Om yang jagain Rhea,” kata Papa.

“Nggak, Om. Kita mau nungguin Rhea,” kata Bram dengan tegas, tidak berusaha terdengar sopan. Bram memang tidak mengerti sama sekali tentang kasih sayang sebuah keluarga. Ia tidak percaya pada Papa dan Mama Rhea. Ia bahkan tidak percaya pada Kiran. Menurut Bram, hanya mereka berempatlah yang bisa menjaga Rhea. Hanya merekalah yang bisa menjaga satu sama lain dengan sepenuhnya.

“Om mohon, Nak. Om butuh memikirkan dan mencerna perkataan Nak Jaxon,” kata Papa Rhea lagi.

Bram tidak bergeming. Ia tetap bersikukuh pada pendiriannya. Barulah ia menurut ketika tangan Jaxon menepuk pundaknya dan mengisyaratkan padanya bahwa Bram lebih baik menuruti permintaan Papa Rhea. Dengan setengah hati, Bram dan William mengikuti Jaxon keluar dari kamar tempat Rhea dirawat.

“Lo kenapa sih?!” seru Bram.

“Papanya minta kita pulang. Mau gimana lagi, Bram?” tanya Jaxon dengan tenang.

“Terus lo percaya? Cuma kita yang bisa jagain Rhea, xon! Jelas-jelas ini tingkah si burung bangke itu!” seru Bram lagi.

“Iya. Tapi orang tuanya udah ada di sana,” kata Jaxon, berusaha membuat Bram mengerti.

“Orang tua emang bisa apa sih!?” Bram setengah berteriak, membuat suster-suster rumah sakit berhenti bekerja dan berpaling menatap mereka.

“Bram!” seru William.

Rupanya ia sadar, Bram sudah terlalu lepas kendali. Rupanya bukan hanya kejadian yang menimpa Rhea yang membuat Bram kalap. Tapi kenyataan bahwa orang tua Rhea meminta mereka untuk pergi.

“Mending sekarang kita pulang. Tenangin diri kita,” kata Jaxon.

“Bram, lo ikut kita!” William bukan lagi bertanya. Ia memerintah dengan nada diktatornya, tak terbantahkan dan tak bisa diganggu gugat.

Maka Bram, Jaxon dan William pun meninggalkan rumah sakit setelah sebelumnya meninggalkan pesan kepada suster rumah sakit atas permintaan Bram. Bram meminta pihak rumah sakit untuk segera mengabarkan mereka jika ada perubahan pada kondisi Rhea. Bram sama sekali tidak percaya pada satu orang pun anggota keluarga Rhea.

“Racun itu dari nastar kan?” tanya William begitu mereka sudah tiba di mobil dan sedang dalam perjalanan menuju rumah William.

“Ya,” jawab Jaxon.

“Nastar apa?” Bram yang memang tidak berada di TKP tidak tahu menahu tentang nastar dan teh jahe yang dihidangkan Kiran siang itu.

“Kiran membawakan nampan dengan toples berisi nastar dan cangkir-cangkir berisi teh jahe.” Lagi-lagi hanya Jaxon yang cukup menguasai keadaan hingga mampu menjelaskan kronologi kejadian kepada Bram yang emosinya meletup-letup seperti gunung berapi.

“Jadi Kiran ngeracunin Rhea?!” Bram pun langsut melompat pada kesimpulan tanpa berpikir dua kali.

“Belum tentu. Kue-kue itu ada di toples. Dan lagi gue dan William juga makan kue nastar dan kita masih nggak apa-apa,” kata Jaxon.

Bram pun terdiam. Begitu juga Jaxon dan William. Mereka semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Terus Rhea makan racun di mana?!” Bram berseru dan memaki.

“Bram! Tenang! Lo marah-marah nggak akan bantu siapa pun,” kata Jaxon seraya sibuk memperhatikan jalan. 

Bram masih terus memaki entah siapa dari kursi belakang mobil Jaxon. Sedangkan William sibuk dengan pikirannya. Ia menatap jendela di sebelah kirinya dengan tatapan kosong. Entah rencana balas dendam apa yang sekarang sedang diasah dan diputar di dalam otaknya.

“Sampe, Will.” Suara Jaxon membuyarkan pikiran William, terbukti dengan kepala William yang menengok ke kanan dan ke kiri dengan bingung.

“Mobil lo..” William baru sadar bahwa mobil yang kini ia tumpangi adalah mobil Jaxon. Tidak mungkin mobil asing tersebut akan diijinkan masuk tanpa ditanya-tanya oleh para penjaga.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • TamagoTan

    @Kang_Isa Thank you so much! Salam kenal juga, Kak! Nanti aku mampir yah ke cerita Kakak!

    Comment on chapter Prolog
  • Kang_Isa

    Keren. Ceritanya mistis banget, ikutan merinding juga. Salam kenal, Kak. Jika berkenan, mampir juga di ceritaku, ya.
    Salam semangat selalu. :)

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Thantophobia
1434      801     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.
Guguran Daun di atas Pusara
510      351     1     
Short Story
Antara Tol dan Nasi Bebek
33      31     0     
Romance
Sebuah kisah romantis yang ringan, lucu, namun tetap menyisakan luka dalam diam.
Tic Tac Toe
471      374     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Di Bawah Langit Bumi
2676      1073     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Never Let Me Down
504      383     2     
Short Story
Bisakah kita memutar waktu? Bisakah kita mengulang semua kenangan kita? Aku rindu dengan KITA
Angel in Hell
536      405     0     
Short Story
Dia memutar-mutar pena di genggaman tangan kanannya. Hampir enam puluh detik berlalu dan kolom satu itu masih saja kosong. Kegiatan apa yang paling Anda senang lakukan? Keningnya berkerut, menandakan otaknya sedang berpikir keras. Sesaat kemudian, ia tersenyum lebar seperti sudah mendapatkan jawaban. Dengan cepat, ia menggoreskan tinta ke atas kertas; tepat di kolom kosong itu. Mengha...
Seperti Cinta Zulaikha
1818      1186     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
A & O
1680      800     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
SIBLINGS
6528      1152     8     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?