Loading...
Logo TinLit
Read Story - LABIL (Plin-plan)
MENU
About Us  

Tak terasa jam pulang sekolahpun berbunyi. Semua murid langsung berhamburan dan berlomba-lomba untuk segera pergi keluar kelas. Kebiasaan siswa-siswi di sana memang seperti itu, paling semangat jikalau ada jam istirahat, apalagi jam pulang sekolah.
"Akhirnya pulang juga."
"Paling enak emang hari sabtu nih."
"Iya, belajar sebentar. Kadang gurunya suka kabur atau ngasih tugas doang."
"Emang guru matematika itu paling enak. Kerja cuma ngasih tugas doang, tapi dapet gaji sama aja."
"Heem. Enaknya tuh, tugas dia yang beri. Eh, jawabannya dia jawab sendiri di papan tulis. Alhasil, rapot kita nilainya bagus dalam matetika."
Ghinta mendengar percakapan mereka. Ingin rasanya Ghinta ikut berbincang, namun ia menunggu saat perbincangan yang tepat, dan inilah waktunya.
"Tapi aslinya kalian semua bego," celetuk Ghinta tiba-tiba yang nimbrung dalam percakapam mereka.
"Hahahaha ... Bener banget tuh! Guru gokil itu."
Keramaian kembali terjadi dan terus terjadi disetiap harinya. Memang begitulah kehidupan di sekolah. Ghinta masih duduk di bangku kelasnya, ia masih tetap mendengarkan musik yang tengah ia dengarkan sampai akhirnya tak ada murid lagi di dalam kelasnya, karena semuanya sudah pergi pulang.
Tak lama kemudian, seseorang datang ke kelasnya. Ia berpostur tinggi dan ramping, berkacamata dan juga lumayan ganteng. Tapi lumayan ya! Nggak ganteng-ganteng amatlah. Hihihi...
"Ge, sekarang kita rapat lagi. Lo tunggu di ruang OSIS, sedangkan gue mau beritahu OSIS yang lain. Takut semuanya pada pulang," ujarnya. Sebut saja namanya Deri. Deri pun pergi dari sana dan memberitahuan OSIS-OSIS yang lain. Padahal ia tahu, bahwa di sekolah ada fasilitas microfon dan juga speaker aktif yang dapat terdengar disetiap kelas, bahkan dapat terdengar oleh seluruh sekolah.
"Si Deri bodoh banget ya?" tanya Ghinta terheran-heran.
Karena Ghinta tidak ingin membuatnya berkeliling terlalu lama untuk mecari pengurus OSIS yang lain, maka Ghinta terpaksa datang ke kantor dan pergi menuju ruang informasi.
Di sana, ia langsung mengaktifkan speaker dan microfonnya. Ia pun mengecek sound sejenak.
"Cek, cek. Cek satu dua tiga, mie tiga dua satu."
"Ekhem ...." Seseorang berdehem di belakang Ghinta. Ia adalah pengurus atau penjaga di ruang informasi.
Ghinta menengok, lalu  tersenyum cengengesan padanya.
"Hehe, maaf, pak!" ucap Ghinta tersenyum. Orang itupun melanjutkan pekerjaannya. "Perhatian! Kepada seluruh pengurus OSIS diharapkan jangan dulu pulang, karena hari ini diadakan rapat di ruang OSIS. Sekali lagi, bagi seluruh pengurus OSIS, diharapkan jangan dulu pulang. Ingat! Jangan pulang. Atau kalian kena azab. Terimakasih!" kata Ghinta panjang lebar.
Ia sangat inngat betul dengan ancaman dari bu Dina di kelasnya hari kemarin-kemarin. Ia pun memberlakukannya untuk anggota OSIS. Karena ruang informasi dan ruang guru sangat berdekatan, juga speaker aktif yang terdengar sampai seluruh sekolah, bu Dina mendengar tentang ancaman itu. Ia tahu bahwa ancaman itu pernah ia ucapkan kepada salah satu muridnya, yaitu Ghinta.
"Anak ini!" gumam bu Dina heran.
Deri sedang berjalan di koridor sekolah, mendengar pengumuman itu dari speaker. Rupanya ia baru menyadari, bahwa seharusnya sedari tadi ia memberikan pengumuman lewat ruang informasi.
"Kok nggak kepikiran ya?" tanyanya sendiri. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memberitahu satu persatu anggota OSIS yang tersisa.
Pengurus di ruang informasipun terdiam dan melihat ke arah Ghinta dengan tatapan yang sangat aneh. Spontan Ghinta terpelonjak melihat tatapan itu, ia berjalan ragu-ragu sambil tersenyum kepadanya. Lalu ia berhasil keluar dari ruang informasi dan segera berlari ke ruang OSIS.
"Akhirnya bisa keluar dari ketegangan ini." Ghinta terengah-engah.
Tanpa disadari, tepat dihadapannya ada bu Dina yang sedang berdiri sambil melipatkan kedua tangannya di dada. Mungkin itu bisa disebut dengan ancaman ringan juga bagi Ghinta.
"Eh, bu. Apa kabar?" sapa Ghinta 
"Baik. Apa kamu sudah kena azab dari ibu?" tanya bu Dina.
"Ya Allah, bu. Orangtua saya juga nggak pernah bilang itu, masa ibu yang oranglain malah mendo'akannya. Mana mungkin terkabul dong, bu!"
"Kamu ini murid wanita paling nakal dan terempong."
"Bu, jangan ajak debar saya sekarang, karena saya akan ada rapat. Ini demi memperjuangakan sekolah kita, saya akan rapat dulu sebelum berjihad, bu. Kalau begitu, saya permisi. Do'akan saya agar saat jihad nanti masuk syurga, aamiin," ujar Ghinta. Lalu ia pergi meninggalkan bu Dina di sana. Bu Dina sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Ghinta seperti itu.
Kemudian, ia berjalan dengan santai menuju ruang OSIS. Setelah sampai di sana, semua anggota OSIS berkumpul dan di sana pula terdapat guru kesiswaan dan pembina juga untuk melihat rapat mereka.
"Jadi, sebentar lagi kita menuju acara pensi di sekolah. Kita harus benar-benar menyiapkan segalanya. Karena pensi ini merupakan ajang yang ditunggu-tunggu para siswa-siswi di sini untuk mengekspresikan diri. Rasanya belum lengkap kalau belum unjuk gigi lewat pensi. Nggak jarang juga pensi ini menampilkan karya yang menakjubkan, dengan tema khusus dan spektakuler," jelas Deri, sebagai Ketua OSIS.
"Apa kita akan mengadakan kreatifitas para murid di sekolah ini? Untuk menunjukkan bakat-bakat mereka?" tanya Ghinta.
Semua orang terheran-heran dengan pertanyaan dari Ghinta yang seperti itu. Karena sebelum Ghinta bertanya, Deri telah menjelaskan apa yang akan mereka rencanakan.
"Ge, tadi udah gue jelasin barusan."
"Tadi atau barusan?"
"Barusan. Sebelum lo nanya," jawab Deri.
"Benarkah?" tanya Ghinta secara perlahan seraya berpikir, mengingat-ingat tentang penjelasan dari Deri barusan.
"Hadeuh!" Deri menepuk keningnya. Lalu ia kembali menjelaskan tentang konsep pensi tersebut.
Beberapa saat kemudian, akhirnya rapat telah usai. Semua anggota OSIS mulai berhamburan untuk pulang, seperti biasanya Ghinta berjalan kaki untuk menuju ke rumahnya. Memang ia tidak pernah diberi kendaraan oleh kedua orangtuanya, bahkan Ghinta lebih menyukai jalan kaki ketimbang menaiki kendaraan.
Lalu ditengah-tengah perjalanan, terdengar suara klakson motor dari arah belakangnya. Namun Ghinta tak menoleh dan terus melanjutkan jalannya. Sampai kendaraan itu sampai melewatinya dan berhenti tepat di depannya. Sontak Ghinta terkejut dan menatap wajah seseorang yang mengendarai motor tersebut.
"Hai, neng! Kenalan dong!" kata pria itu.
"Sialan! Gue kira siapa," ujar Ghinta. Ternyata eh ternyata, itu adalah Adit.
"Ayo pulang bareng!" ajaknya.
"Tunggu! Kok Adit bisa barengan ya, pulangnya sama gue? Apa jangan-jangan dia emang sengaja nungguin gue?" pikirnya dalam batin.
"Ayo cepetan! Jangan banyak mikir."
"Kok lo bisa tahu gue pulang jam segini? Apa jangan-jangan hati kita saling mengkode?" goda Ghinta.
"Ok, nggak jadi. Selamat tinggal!" sahut Adit. Adit memang kurang suka ketika Ghinta selalu menghodanya, karena ia selalu merasa geli saat mendengarnya.
"Jiiiaah... Emang dasar lo! Kalau nggak niat, nggak usah ngajak," sindir Ghinta.
"Yaudah, naik nggak nih?" tawar Adit.
"Gue naik." Ghinta langsung menaiki motor Adit, dan Adit pun mengantarkan Ghinta sampai ke rumahnya dengan selamat.
*****

How do you feel about this chapter?

2 3 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Lucu n seru bangett prolognya🤣. Bikin semangat bacanyaa OMG.

    Comment on chapter PROLOG
  • GNR

    👍👍👍

    Comment on chapter Bab Enam
  • Bulan_Lani

    Semoga merasa terhibur ya! 😊

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
Game Z
6104      1743     8     
Science Fiction
Ia datang ke ibukota untuk menuntut ilmu. Tapi, anehnya, ia dikejar dengan sekolompok zombie. Bersama dengan temannya. Arya dan Denayla. Dan teman barunya, yang bertemu di stasiun.
Ellipsis
2285      958     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Bus dan Bekal
3041      1419     6     
Romance
Posisi Satria sebagai seorang siswa sudah berkali-kali berada di ambang batas. Cowok itu sudah hampir dikeluarkan beberapa kali karena sering bolos kelas dan lain-lain. Mentari selalu mencegah hal itu terjadi. Berusaha untuk membuat Satria tetap berada di kelas, mendorongnya untuk tetap belajar, dan melakukan hal lain yang sudah sepatutnya seorang siswa lakukan. Namun, Mentari lebih sering ga...
Bimasakti dan Antariksa
203      157     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...
Hidup Lurus dengan Tulus
189      168     4     
Non Fiction
Kisah epik tentang penaklukan Gunung Everest, tertinggi di dunia, menjadi latar belakang untuk mengeksplorasi makna kepemimpinan yang tulus dan pengorbanan. Edmund Hillary dan Tenzing Norgay, dalam ekspedisi tahun 1953, berhasil mencapai puncak setelah banyak kegagalan sebelumnya. Meskipun Hillary mencatatkan dirinya sebagai orang pertama yang mencapai puncak, peran Tenzing sebagai pemandu dan pe...
Bintang Sang Penjaga Cahaya
59      55     2     
Inspirational
Orang bilang, dia si penopang kehidupan. Orang bilang, dia si bahu yang kuat. Orang bilang, dialah pilar kokoh untuk rumah kecilnya. Bukan kah itu terdengar berlebihan walau nyatanya dia memanglah simbol kekuatan?
Kita
681      445     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Bifurkasi Rasa
126      107     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Bajak Darat
687      470     0     
Humor
Setelah mengalami kecelakaan laut hingga kehilangan sebelah tangan dan kakinya, seorang bajak laut pulang kampung demi mendengar kampung halamannya akan dibuat menjadi kota mandiri dengan konsep terakota. Ia mencuri peta kuno, satu-satunya yang dapat menyelesaikan perdebatan batas wilayah antara Pemda Jakarata dengan Pemda Jataraka, dan bernilai fantastis yang cukup untuk membeli sawah dan trakto...
Istri Siaga Vs Suami Siaga
331      199     1     
Short Story
Kala itu sedang musim panas. Ketika pak su tiba-tiba berkeinginan untuk mengajak istri dan anaknya ke Waterpark. Biasanya boro-boro mau ke Waterpark. “Enakan ke sungai ajalah, Bun! Lebih alami, dan renang pun bisa banyak gaya, mau gaya batu sampai gaya katak, bisa langsung ada contoh bendanya! Hehe!” timpal pak su sembari tersenyum nakal ketika aku yang minta berenang.