Loading...
Logo TinLit
Read Story - DELUSI
MENU
About Us  

Namaku Aslesha Azka Afsheena. Aku seorang maniak novel. Aku bercita-cita suatu saat aku bisa menjadi penulis terkenal di negeri ini dan sekarang aku sedang berusaha mewujudkannya. Masih 68 halaman memang. Awal yang baik menurutku.

“Sha, udah deh ngetiknya, dari tadi mentok liatin laptop mulu. Mending juga udah banyak ceritanya, itu udah diketik, dihapus lagi.” Ujar Alya yang sedari tadi duduk disampingku.

“Ya, kan kamu tau aku lagi berusaha keras nih, Al.”,

“Iya, tapi ini perpustakaan udah mau tutup, Sha. Mau bobo disini kamu?” tanya Alya.

“Serius udah mau tutup? Kok kamu baru bilang sih.” Kataku sambil mengemasi barang-barang di atas meja.

“Giliran gini, aku yang disalahin. Cape deh.” Keluh Alya.

            Jam sudah menunjukkan pukul 16.00. Ya, sekolah ini memiliki jadwal yang sedikit ekstrem memang. Untungnya tak ada rapat osis tambahan seusai sekolah. Jadi, mending aku langsung nunggu di halte bus.

“Eh, Sha. Besok tolong buatin daftar calon ketua osis yang baru ya. Dari kemaren pengen bilang, Cuma lupa terus.” Anok muncul dengan motor ninjanya tiba-tiba.

“Oke.” Balasku singkat dengan wajah yang menghadap entah kemana.

“Nungguin siapa?” tanyanya.

“Nih nunggu delman. Yakali aku nungguin delman. Udah mending kamu pulang deh sana.” Kataku sedikit mengusir.

“Yakin?” tanyanya lagi.

“Belom pernah kena cium tapak sepatu?”,

“Yodah aku pergi ya.” Ujarnya sambil berlalu meninggalkanku di halte bus.

            Tak ada yang lebih menyenangkan di dunia ini dibanding harus menjadi bawahan si Anok. Saingan terberatku saat pemilihan ketua osis dan berkat popularitasnya ia menang, menyingkirkanku dengan halus sebagai wakil I nya. Ganteng memang, tapi mantannya nggak bisa dihitung lagi pakai jari. Mau jari tangan ditambah jari kaki pun udah nggak cukup.

            Bus yang kutunggu pun datang. Seperti biasa di jam pulang kantor seperti ini, sudah pasti tidak ada lagi bangku untuk duduk. Ya, beginilah akhirnya. Bergelayut manja sedangkan kaki udah capek buat berdiri. Beberapa menit setelah bus berjalan, aku merasa ada seseorang yang menurutku asing. Selama bertahun-tahun aku naik bus ini, tidak pernah aku melihatnya. Ah, mungkin dia orang baru. Pikirku.

            Perlahan semua penumpang mulai mengosongi bangku bus. Kulihat sekeliling dan kini bus semakin sepi, sekitar 5 orang kalau kuhitung sekilas. Dilihat dari gayanya, orang asing itu anak sekolahan. Ya, iya dia pakai seragam. Tetapi aku benar-benar tidak pernah melihat dia sebelumnya. Bodoh amat deh.

“Rumahmu dimana?” tanya orang asing itu tiba-tiba dan ia kini sudah duduk di sebelahku saja.

“Eh, mmm. Di simpang depan ada lorong Rajawali, entar masuk lorong. Lurus. Di sebelah kiri warna ijo.” Dengan bodohnya aku memberikan alamatku kepada orang yang bahkan aku tidak tahu siapa namanya.

“Anak SMA Pratama ya?” tanyanya lagi.

“Haha iya. Kok tau?”,

“Ya kan kamu pake seragam.” Ujarnya.

“Oh iya. Haha bego banget ya.” Benar-benar memalukan diri seorang Aslesha.

“Ga usah gerogi gitu, Emang aku orangnya bikin deg-degan ya? Aku duluan ya.” Timpalnya sambil melambaikan tangannya.

“Pak, bapak…” aku berniat menanyakan hal ini kepada Pak Supir.

“PAAAKK, WOI PAK!! NGOMONG NIH.” Tambahku dengan suara yang lebih keras karena ternyata bapak ini lagi dengerin lagu.

“Eh,neng Asel. Apa tuh?”,

“Asel, asel. Baru nyadar namaku jadi jelek gitu kalo bapak yang nyebut. ASLESHA, pak.”,

“Iya apa deh pokoknya itu, nama eneng susah. Ada apa manggil-manggil?” tanya sang bapak.

“Bapak kenal anak cowok yang  barusan keluar nggak?” aku balik bertanya.

“Hah? Anak cowok? Ga tau bapak neng. Yang bapak tau, sejauh ini penumpang bapak teh, Cuma eneng yang anak sekolahan. Kan eneng tau sendiri kalo bus jurusan sini paling banyak orang kantoran. Tapi, mungkin dia cuma kali ini aja kesini. Bapak juga nggak terlalu merhatiin.” Jelas sang bapak.

“Hmm..gitu ya. Okedeh. Makasih ya pak.” Ujarku.

                                                                                            ***

            Pagi yang cukup cerah untuk mengawali kegiatan. Aku sedikit santai, karena hari ini ada kampanye calon ketua osis di sekolah. Aku menaiki bus langgananku seperti biasanya. Tebak!! Anak itu kembali menaiki bus yang sama denganku. Sepertinya dia memang baru pindahan. Aku menerka dalam hati. Oh tidak, dia kini berdiri tepat disampingku.

“Pagi.” Sapanya.

“I-iya pagi juga.” Balasku kaku.

“Kenapa kaku gitu? Kamu sakit?” tanyanya sambil memegang keningku. Untung bukan hatiku.

“Mmm..enggak kok. Biasa aja.”,

“Kan kemarin kamu kehujanan pas pulang.”,

“Tau dari mana?”,

“Kan kemarin hujan dan kamu nggak bawa payung.” Katanya. Benar juga. Pikirku.

“Kamu sekolah dimana?” aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Ada deh.” Balasnya.

            Dih pelit amat. Keluhku dalam hati. “Aku nggak pelit kok, cuma nggak mau kamu banyak mikirin aku.” Ujarnya tiba-tiba seperti dapat membaca pikiranku.

“Kok kamu?? Kamu peramal ya? Sulap? Ilmu hitam dan sejenisnya kah?” tanyaku asal.

“Haha nggak. Cuma nebak aja. Keliatan dari mata kamu. Matamu berbicara.” Katanya lagi.

            Siapa makhluk ini? Bisa serangan jantung, kalo tiap hari aku ketemu dia. “Oh ya, namamu siapa?” aku bahkan sampai lupa menanyakan hal paling penting ini.

“Dimas.” Jawabnya.

“Oh, Dimas. Aku Aslesha.” Sambungku lagi sambil mengulurkan tangan kananku.

“Iya udah tau.” Katanya sambil membalas jabat tanganku.

“Tuh kan? Apa kubilang.”,

“Namamu jelas ada di seragam, Aslesha.”,

“Hehehe. Maafkan kebodohanku ini ya.”,

“Kamu nggak bodoh. Cuma lagi gerogi aja di deket aku.”,

“Terserah deh. Itu kenapa bawa payung? Nggak ada tanda-tanda hujan pun. Malah matahari makin terik.”,

“Emang matahari terik bisa ngejamin nggak bakalan hujan?” tanyanya.

“Iya nggak juga sih.”,

“Pak kiri pak.” Kata Dimas yang kutebak akan turun dan mengambil bus jurusan lain.

“Nih payungnya buat kamu aja, biar nggak kehujanan. Nanti bajumu basah, jadi pusat perhatian anak cowok di sekolahmu.” Katanya sambil memberikan payung biru itu ke tanganku.

            Aku merasa apa mungkin aku menyukainya. Perasaan itu selalu datang saat aku bertemu dengannya. Mungkin benar apa yang dia bilang. Perasaan gerogi. Gerogi saat di dekatnya.

            Aku baru saja turun dari bus. Memasuki gerbang sekolah. Menyapa Pak Karman, satpam satu-satunya di sekolah ini. Benar saja, beberapa saat setelah itu hujan deras turun dengan hebatnya. Benar-benar tidak ada gerimis. Aku langsung mengembangkan payung biru milik Dimas. Anak itu indigo mungkin. Aku tak bisa berhenti memikirkannya. Dia bak peramal professional.

                                                                                             ***

            Kampanye baru saja dimulai sekitar 10 menit yang lalu di auditorium. Aku hanya mampir untuk memberikan daftar nama calon Ketua Osis sesuai permintaan Anok kemarin. Seusai itu, aku lebih memilih kembali ke kelas.

            Aku kembali ke kelas dan mendapati Alya, Bagus dan Tian juga ada di dalamnya.

“Loh, kok waketos nggak ikut ke auditorium?” goda Bagus.

“Waketos dari jonggol. Apa guna waketos nggak dianggap kayak aku.” Kataku.

            Saat kami sedang sibuk membahas perihal seputar ujian masuk perguruan tinggi, tiba-tiba Dani datang dan duduk tepat di depanku, menggeser Alya dari hadapanku. Dani, anak olim fisika yang namanya sudah membumi di sekolah ini. Pintar dan juga tampan.

“Sha, aku mau ngomong.” Katanya.

“Yaudah tinggal ngomong.”,

“Aku udah lama suka sama kamu. Mau nggak jadi pacar aku?” lanjutnya sambil berlutut di samping bangku yang kududuki.

“CIEEEE” ujar teman-temanku serentak.

“Aduh, Dan. Aku lagi nggak mau pacaran. Sorry ya.”,

“oke. Kalo perasaan kamu sendiri ke aku gimana?” tanyanya lagi.

“Mmm.. biasa aja sih.” Kataku jujur. Daripada nanti aku bohong terus malah nyakitin dia.

“Sha, masa nggak ada sedikit pun rasa buat aku? Aku butuh usaha yang besar  loh Sha buat dateng ke kelas kamu doang. Aku ngeluarin gaya yang besar dan menempuh jarak yang jauh, Sha. Kamu tau sendiri kan kelas aku jauh.”,

“Kamu mau nembak aku atau jadi guru privat fisika aku sih?”,

“Kamu tau kan berat sama dengan massa dikali gravitasi?” aku bertanya balik dengan gaya sok ahli fisika.

“Gimana berat cinta aku ke kamu ada, Dan. Gaya gravitasinya aja nggak ada. Aku nggak tertarik sama kamu.”,

“Jago juga kamu, Sha.” Puji Bagus.

“Nggak tau. Tiba-tiba muncul aja. Cuma rumus itu yang aku ingat.” ,

“Oke kalau gitu. Aku nggak bisa paksain hati kamu buat aku. Tapi, itu tadi jadi guru privat juga boleh.” Kata Dani.

“Nggak deh makasih. Mending buat makan di kantin uangnya.” .

            Malam harinya, aku tak bisa tenang memikirkan sosok Dimas. Dia unik. Aku bahkan merasa mulai menyukainya. Secepat itukah? Dalam 2 hari saja aku bisa langsung jatuh hati padanya.

                                                                                            ***

            Hari ini, aku berharap akan berjumpa dengan Dimas lagi. Namun kurasa tebakanku kali ini salah. Ia tidak menaiki bus ini. Apa mungkin ia sakit? Atau hari ini ia diantar orang tuanya? Aku berusaha berpikir positif saja.

 

082356xxxxxx :

Aku depan rumahmu.

Dimas.

            Whatsapp yang mengejutkanku di malam hari. Dari Dimas. Tau dari mana dia? Bisikku dalam hati. Aku segera keluar dan memastikan apa benar ia ada di luar.

“Jangan kelamaan bengong. Nanti aku diambil cewek lain yang lewat loh.”,

“Eh iya. Tunggu aku bukain gerbangnya.” Aku tersadar dari lamunanku akan dirinya.

“Mama papamu mana?” tanya Dimas.

“Oh, mereka lagi di luar kota. Aku sama adik aku, sama mbok juga. Kamu tau nomorku darimana?”,

“Kamu sendiri yang nyantumin di bio instagram.” Katanya.

“Tapi seingat aku, bionya udah diganti 4 hari yang lalu deh.” Aku mengingat-ingat.

“Mungkin kamu lupa.”,

“Oh iya ngapain malem-malem ke rumah?”,

“Nggak ada, aku yakin aja kamu kangen sama aku. Kan hari ini kita nggak ketemu.”,

            Tolong kasih aku oksigen lebih banyak di saat-saat seperti ini. Sesak banget. Serius. Aduh, cobaan macam apalagi ini.

“Kalo nggak kangen, aku pulang aja sih. Kalo kangen, besok kita jalan bareng.”,

            Kalimat terakhir yang ia ucapkan, begitu membahagiakan rasanya. Semenjak hari dimana kami jalan bersama, semuanya terasa berubah. Begitu juga dengan perasaanku yang semakin hari semakin tumbuh.

           Hari itu, tepat 2 minggu lamanya kami menghabiskan waktu bersama-sama. Tak ada status memang. Entahlah. Aku hanya nyaman menjalani ini semua. Kami bertemu di alun-alun kota. Entah kenapa ia ingin melihat cerita novel yang kubuat. Kini cerita di novelku sudah berangsur selesai dan hari ini adalah halaman terakhirnya.

“Hai” sapa Dimas yang baru saja datang. “Hai.” Kataku sambil menyuruhnya duduk di sampingku. “Itu ya ceritanya?” tanya Dimas sambil menunjuk ke arah layar laptopku.

“Iya nih.”,

“Namanya, Dimas?”,

“Haha iya nih, nggak tau kok bisa sama dengan nama kamu.”,

“Berarti kamu mikirin aku terus.” Katanya.

“Orang aku buat ini cerita tuh sebelum ketemu kamu kali.”,

“Endingnya gimana?”,

“Dimasnya pergi ninggalin si cewe, karena harus pindah ke Amerika.”,

“Kenapa nggak si Dimas jadian sama si cewe terus mereka hidup bahagia?”,

“Yah, aku udah ngerancang ceritanya bakalan sad ending gitu.”,

“Ikutin aja apa yang aku minta.” Katanya sedikit memaksa menurutku.

“Kok kamu agak maksa sih. Kan aku penulisnya.”,

“Justru karena kamu penulisnya, kamu harus ngelakuin itu, Sha. Atau kita nggak bakal ketemu lagi kayak di ceritamu itu.”,

“Apa hubungannya sih? Aku nggak paham deh maksud kamu.”,

“Aku nggak nyata, Sha. Aku cuma delusi yang kamu percaya. Karena kamu selalu membayangkan bagaimana cerita itu terjadi. Coba kamu ingat-ingat kejadian yang kita lalui. Semuanya ada karena kamu udah nulis itu disini, Sha. Payung biru itu? Ingat? Aku bukan peramal. Tapi karena kamu udah nulis kejadian itu, Sha. Aku cuma ngejalanin apa yang kamu tulis. Memang nggak masuk akal dan nggak bisa dibetulin dengan nalar. Peristiwa ini cuma kamu yang ngalamin, Sha. Orang lain nggak bisa lihat aku, karena mereka nggak percaya aku ada. Padahal berkali-kali udah Alya liat cerita ini kan?”,

“Aku bener-bener nggak paham.”

“Aku mohon, perbaiki ending ceritamu, Sha.”,

“Lantas kalau aku perbaiki, apa kamu jadi nyata seutuhnya? Nggak kan? Karena orang-orang nggak bakal bisa mempercayai kamu ada di kehidupan nyata. Kamu cuma cerita, Dimas.”,

“Mungkin ada, saat kamu telah menyelesaikan seutuhnya dan buku ini diperjualbelikan. Membuat semua orang membaca ceritanya dan membayangkan wujud seorang Dimas. Aku akan nyata selamanya, Sha.” Kata Dimas penuh harap. Air matanya terlihat berlinang.

“Mungkin ini hanya akan menyakitiku semata, Dimas. Aku menyiksa diriku sendiri. Untuk apa aku mempertahankan perasaanku pada sosok yang nggak nyata? Yang hanya ada dalam anganku. Mungkin sebaiknya aku menyelesaikan novel ini dengan rancangan yang sudah kususun sejak lama.” Aku mengetik sisa cerita yang belum disempurnakan itu.

“Satu hal yang kamu harus tau, Sha. Kamu berhasil buat aku jatuh cinta, meski aku hanya sekedar delusi semata bagimu.”,

Aku terus mengetik tanpa menghiraukan Dimas. Beberapa kali aku menyeka air mataku yang jatuh di pipi.

“Makasih udah percaya padaku, Sha. Semoga menjadi cerita yang tak terlupakan bagimu.” Tepat saat aku mengetik kata terakhir, juga kata terakhir yang diucapkan Dimas. Dimas pergi meninggalkanku. Entahlah, ini terlalu menyakitkan untuk dipertahankan. Payung biru itu, masih ada di sampingku. Tak ikut menghilang. Mungkin perasaan itu memang benar adanya. Perasaan Dimas terhadapku.

            Kamu delusi terindah yang pernah aku ciptain dan aku percaya, Dimas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dunia Saga
5836      1506     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Vandersil : Pembalasan Yang Tertunda
393      289     1     
Short Story
Ketika cinta telah membutakan seseorang hingga hatinya telah tertutup oleh kegelapan dan kebencian. Hanya karena ia tidak bisa mengikhlaskan seseorang yang amat ia sayangi, tetapi orang itu tidak membalas seperti yang diharapkannya, dan menganggapnya sebatas sahabat. Kehadiran orang baru di pertemanan mereka membuat dirinya berubah. Hingga mautlah yang memutuskan, akan seperti apa akhirnya. Ap...
Harsa untuk Amerta
231      191     0     
Fantasy
Sepenggal kisah tak biasa berlatar waktu tahun 2056 dari pemuda bernama Harsa sang kebahagiaan dan gadis bernama Amerta sang keabadian. Kisah yang membawamu untuk menyelam lebih dalam saat dunia telah dikuasai oleh robot manusia, keserakahan manusia, dan peristiwa lain yang perlahan melenyapkan manusia dari muka bumi. Sang keabadian yang menginginkan kebahagiaan, yang memeluk kesedihan, yan...
SERENA (Terbit)
18224      3302     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2271      700     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
SIBLINGS
6528      1152     8     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
The genius hunter S class
80      70     1     
Fantasy
Dunia telah berubah, sudah tak asing lagi dengan lingkaran hitam yang tersebar di berbagai belahan dunia. Semenjak 10 tahun yang lalu, yang dikenal sebagai mimpi buruk muncul sebuah lingkaran hitam, awalnya tidak terjadi apa pun namun seiring berjalannya waktu, sesuatu keluar dari lingkaran hitam tersebut yang menyebabkan begitu banyak kematian. Tepat pada saat itu kebangkitan manusia dimulai han...
AUNTUMN GARDENIA
157      136     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
Aria's Faraway Neverland
3736      1237     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...
Strange Boyfriend
300      240     0     
Romance
Pertemuanku dengan Yuki selalu jadi pertemuan pertama baginya. Bukan karena ia begitu mencintaiku. Ataupun karena ia punya perasaan yang membara setiap harinya. Tapi karena pacarku itu tidak bisa mengingat wajahku.