Read More >>"> Perihal Waktu
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perihal Waktu
MENU 0
About Us  

Bayangmu hingga kini selalu menyelimuti pikiranku, mengapa aku tidak pernah bosan untuk hal semacam itu. Terkadang aku suka membayangkan bagaimana matamu yang selalu terlihat bersinar, rambutmu yang tergerai indah, senyummu yang terlampau manis, bahkan sikapmu yang membuat hari-hariku semakin ceria dan bermakna. Namun aku hanya bisa mendeskripsikan sesuatu yang ada pada dirimu tanpa aku melihatmu langsung seperti dahulu. Bahkan aku suka berpikir apakah kau masih mengingatku atau tidak. Terkadang aku benar-benar ingin mengetahui bagaimana kabarmu. Apa kau baik? Semoga saja iya, tetapi apa kau tau aku disini tidak begitu baik. Memang fisikku terlihat masih sangat baik, namun tidak dengan hatiku yang benar-benar hancur. Dan akupun menutupi semua itu dengan topeng yang aku miliki.

"Hey Rick apa yang sedang kau lakukan?", ucap salah satu teman erick bernama Arini yang tiba-tiba datang dan membuat erick terlonjak kaget.

"Ah tidak", sahut Erick cepat dan langsung membereskan buku-buku yang berada diatas meja termasuk buku yang salama ini ia simpan baik-baik dan ia gunakan ketika ingin menulis apa yang ingin ia tulis mengenai wanita tersebut ketika rindu yang sudah tidak bisa ia bendung.

"Sepertinya tadi kau menulis sangat serius ketika ku perhatikan dari belakang", jawab Arini merasa aneh terhadap Erick, tidak biasanya ia bersikap seperti itu.

"Sudahlah, jangan terlalu mencampuri urusanku. Yang ada kau hanya membuatku merasa kesal", balas Erick yang langsung bangkit dari kursinya dan meninggalkan Arini sendirian.

"Ishh! Mengapa dia berkata seperti itu? Sedangkan aku hanya bertanya saja. Ada apa denganya?", pekik Arini yang membuatnya merasa sangat penasaran.

***

Saat ini Erick dan kedua temannya yaitu Brian dan Doni berada disalah satu cafe terdekat kampus yang menjadi langganan para mahasiswa ketika mereka merasa suntuk setelah melewatkan beberapa mata kuliah yang membuat mereka harus mengistirahatkan otaknya.

"Rick apa kau sadar, sepertinya Arini menyukaimu", ucap Brian spontan yang memecahkan keheningan.

Erick menghela nafasnya ketika mendengar apa yang dibicarakan oleh Brian.

"Ya aku sadar akan hal itu, tetapi kau tau kan aku tidak menyukainya.", balas Erick merasa jengah.

"Kau harusnya jangan terlalu dingin terhadap wanita. Cobalah untuk hal-hal baru tanpa melihat masa lalu, lihatlah dirimu. Bahkan aku saja merasa iri dengan ketampananmu, walaupun aku juga tak kalah tampan darimu", jawab Brian santai sambil menyesap softdrinknya.

Doni pun yang mendengar perbincangan mereka akhirnya mengangguk setuju tentang apa yang Brian sudah katakan kepada Erick. Erick yang mencerna kalimat terakhir yang Brian lontarkan membuatnya hanya diam dan hanyut dalam pikirannya sendiri.
Tak lama kemudian, terlihat wanita yang saat ini baru memasuki cafe dengan membawa buku yang dipegang dengan tangannya sendiri.

Deg!

Erick yang melihatnya hampir merasa ragu apakah wanita itu adalah wanita yang sampai saat ini Erick tunggu-tunggu kehadirannya. Erick mengusap matanya berkali-kali ia merasa penglihatannya mulai sedikit rusak akibat terlalu lama memandangi wanita tersebut hanya dalam sebuah album foto yang menjadi sebuah kenangan.
Wanita itu pun duduk sendiri yang tak jauh dari tempat yang Erick, Brian, dan Doni tempati saat ini. Erick tidak ingin membuatnya merasa bodoh didepan teman-temannya ketika secara tiba-tiba langsung menghampiri wanita tersebut. Sehingga Erick harus menahan dirinya sendiri, dan yang bisa ia lakukan hanyalah memandangi wanita tersebut.

"Apa aku tak salah lihat bahwa itu dirimu? Bahkan aku tidak pernah lupa sedikitpun tentang wajahmu, kau masih tetap sama. Hanya saja kini kau terlihat dua kali lipat lebih cantik dan sepertinya kau juga sudah dewasa, berbeda dengan dirimu yang dulu ketika kau masih sangat polos dan tentunya masih sangat menggemaskan. Namun sekarang kau malah lebih menggemaskan. Aku senang ketika melihatmu lagi" , batin Erick dan tetap memfokuskan untuk tetap menatapnya yang kini sedang membaca buku entah itu sebuah novel atau buku yang lainnya.

"Erick kenapa kau diam saja dari tadi? Apa kau sedang memikirkan ucapan Brian? Tumben sekali kau seperti ini", ucap Doni yang menepuk pundak Erick cukup keras membuat Erick bangun dalam lamunannya.

"Tidak, aku sedang memperhatikan wanita itu", unjuk Erick yang membuat Brian dan Doni mengikuti arah telunjuk tangannya.

"Kenapa kau memperhatikannya? Aku tahu dia cantik, apa jangan-jangan kau mengikuti saranku tadi heh?", ucap Brian.

"Iya dia cantik, bahkan sangat cantik. Aku jadi ingin mendekatinya", sahut Brian yang memuji wanita tersebut didepan Erick.

"Dia milikku, jangan coba-coba mendekatinya!", jawab Erick tegas dan langsung berdiri untuk menghampiri wanita tersebut, Brian dan Doni dibuat menganga dengan apa yang Erick katakan dan sebuah tindakannya itu.

Erick saat ini sedang berjalan menuju meja yang wanita itu tempati, dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu dan detak jantung yang berdegup kencang. Namun yang mendominasi perasaannya saat ini hanya satu kata yaitu rindu. Rasanya ia ingin sekali memeluknya.

"Aku merindukanmu", batin Erick.

Kini Erick sudah berada di depannya, wanita itu pun merasa seperti dihampiri oleh seseorang ketika ia sedang membaca buku. Wanita itu pun mendongak untuk mengetahui siapa yang saat ini sedang berdiri didepannya.

Deg!

"Dia? Oh tuhan, betapa rindunya diriku kepada sosok yang saat ini sedang menatapku dengan intens", batin Clarysta.

"Clarysta?", panggil Erick, namun Clarysta masih menatap Erick yang saat ini sudah duduk berhadapan dengan Clarysta. Tak lama dalam hitungan beberapa detik Clarysta pun sadar dalam lamunannya.

"Ah iya? Bagaimana kau tahu namaku?", sahut Clarysta yang membuat ia merutuki dirinya sendiri ketika ia harus pura-pura lupa bahkan tidak mengenal sosok lelaki yang berada dihadapannya.

"Kau lupa denganku?", balas Erick yang mengubah raut wajahnya.

"Lupa? Apa aku dulu mengenalmu? Ah maaf sepertinya aku terlalu banyak kenalan, aku juga orang yang gampang pelupa. Memang benar namaku Clarysta, entah kau tahu darimana aku pun tak tahu. Tapi sepertinya kau salah orang, karena memang aku tidak mengenalmu. Kalau begitu aku permisi" jawab clarysta dengan tambahan senyuman diakhir kalimatnya dan langsung meninggalkan Erick yang masih terpaku dan tak percaya apa yang telah Clarysta katakan padanya. Sehingga membuat hatinya saat ini lebih hancur berkeping-keping tanpa ia bayangkan sebelumnya.

"Ternyata kau melupakanku, mudah sekali rupanya", ucap Erick lirih disertai senyuman kecutnya namun tak terasa matanya pun kini sudah berkaca-kaca.

Clarysta yang kini sudah berada di luar yang tetap melangkahkan jalannya dengan tergesah-gesah dan perasaan yang tidak karuan. Tak terasa butiran air matanya pun mengalir .

"Maafkan aku Erick", ucap Clarysta merasa bersalah dan segera menghapus airmata dengan jarinya sendiri.

***

Namun memang takdir membuat mereka harus bertemu kembali disebuah toko buku yang sama-sama mereka kunjungi saat ini.
Erick menyadari akan kehadiran Clarysta disini, ia merasa beruntung karena takdir masih membelanya saat ini. Sehingga ia bisa bertemu kembali dengan Clarysta secara kebetulan.

"Clarysta", panggil Erick.

Clarysta pun menoleh, namun tak disangka ia bertemu kembali dengan Erick.

"Kau?", pekik Clarysta

"Jadi kau sudah ingat denganku hm?", jawab Erick dan mendekat ke arah Clarysta.

"Tentu saja aku ingat denganmu, waktu itu kita bertemu di sebuah cafe", balas Clarysta dengan sedikit gugup.

"Bukannya waktu itu kau bilang, jika kau orang yang gampang pelupa?", Erick hanya ingin memancingnya.

"Hmm", Clarysta menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku tahu kau masih mengingatku, sudah cukup waktu itu kau jauh dariku. Dengan segala cara aku menghubungimu dan mencari tahu bagaimana kabarmu, tapi semuanya nihil. Seolah-olah kau memang ingin jauh dan pergi meninggalkanku. Itu membuatku cukup terluka, setiap harinya aku terus merindukannmu bahkan aku hanya bisa melihatmu dalam sebuah album foto. Terus sekarang kau bahkan pura-pura lupa denganku? Apa belum cukup luka yang kau berikan padaku Clarysta?", ucap Erick kata demi kata dan sedikit menuangkan isi hatinya bahkan belum sepenuhnya.

"Erick, aku minta maaf atas kesalahanku. Dan aku pun minta maaf atas kepura-puraan yang aku katakan bahwa aku tidak mengenalmu. Ada sesuatu yang tidak bisa ku jelaskan. Aku tau kau pasti membenciku, tapi aku tidak bermaksud menyakitimu, aku benar-benar minta maaf atas hal itu Erick", balas Clarysta yang saat ini sudah berderai air mata.

"Aku sudah memaafkanmu, dan aku pun sama sekali tidak membencimu Clarysta." Jawab Erick yang mengelus lembut pipi Clarysta dan menghapus butiran airmata nya.

"Erick?", panggil Clarysta lirih.

"Apa Clarysta?", sahut Erick yang masih mengelus pipi Clarysta.

"Aku minta maaf, aku hanya ingin mengatakan jika aku sudah memiliki tunangan", jawab Clarysta kembali, ia pun tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
Erick yang mendengarnya merasa kini seperti ada yang menancapkan benda tajam tepat berada dihatinya dan itu amatlah sangat sakit. Dan seketika tangannya pun tak lagi mengelus pipi Clarysta, yang ada hanya tatapan tajam bak mata elang.

"Apa aku tidak salah dengar, kau sudah mempunyai tunangan?", Erick pun tertawa hambar.

Clarysta pun hanya mengangguk ia sungguh tak tega mengatakan itu kepada Erick.
"Maafkan aku Erick, aku tahu pasti sekarang kau sangat membenciku", Clarysta pun menatap mata Erick yang mungkin bisa dikatakan di sana hanya tatapan hancur.
"Semoga kau bahagia dengan tunanganmu, cepat-cepatlah menikah kalau bisa", jawab Erick datar namun penuh rasa emosi dalam hatinya, kedua tangannya pun mengepal sangat kuat. Erick pun pergi meninggalkan Clarysta.

***

"Arghh!" Erick mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Mengapa dia benar-benar tega kepadaku? Pertemuan yang tak disangka-sangka ku kira akan berjalan dengan mulus, tapi mengapa sebaliknya?", ucapnya kesal dan akhirnya mengeluarkan teriakan kekesalannya yang berada dikamarnya saat ini.
Erick masih cukup waras untuk tidak mengacak-acak seluruh benda yang ada dikamarnya.

"Ya kau benar Clarysta, sepertinya aku sudah sangat membencimu saat ini", ucap Erick kembali dengan menonjokkan tangannya ke dinding tembok kamarnya.

***

Erick menjalankan hari-harinya seperti biasa, namun sebenarnya ia sangat kehilangan rasa semangatnya. Erick tetap berinteraksi dengan yang lain, tetap mengikuti mata kuliahnya, tetap selalu menebarkan senyuman hingga candaan yang dilontarkan. Tetapi bayang-bayang Clarysta benar-benar tidak bisa lenyap dari pikirannya. Itu yang menyebabkan Erick merasa frustasi dengan dirinya sendiri.

Saat ini Erick sedang berada di balkon kampus, menghirup udara segar di sore hari. Ia ingin mengistirahatkan sejenak otaknya tanpa ingin di ganggu oleh siapapun. Setelah seminggu yang lalu bertemu Clarysta sampai saat ini pun ia belum bertemu dengannya lagi. Tak bisa dipungkiri jika memang Erick merindukannya, bahkan kalimat yang ia ucapkan jika ia membencinya itu hanya angan-angan ketika waktu itu sangat merasa marah terhadap Clarysta.

"Aku bahkan tidak bisa membencimu Clarysta, yang ada perasaan ini semakin besar kepadamu. Aku tidak peduli kau sudah mempunyai tunangan, semoga saja kau tidak ditakdirkan dengannya tapi malah denganku. Aku tidak menentang takdir, tapi aku hanya berharap jika takdir akan memihak kepadaku", ucap batin Erick dengan menatap sekitaran dengan pandangan iba.
Sepertinya lamunan Erick menjadi buyar ketika seseorang memanggilnya, yaitu Arini yang saat ini berada dibelakang Erick.

"Kau kenapa akhir-akhir ini? Apa ada yang mengacaukan pikiranmu?" Arini mendekatkan langkahnya untuk mensejajarkan dengan Erick.

"Jika kau butuh teman untuk curhatanmu, ceritalah kepadaku. Tapi tenang saja aku tak memaksakan kau untuk cerita kepadaku, dan aku tak bermaksud mencampuri urusanmu. Aku hanya ingin membuatmu merasa bebas dari beban yang saat ini kau rasakan", ucap Arini kembali penuh dengan kelembutan, namun Erick tetap menatap kedepan tanpa menatapnya.

Entah sesuatu apa yang merasuki pikirannya, ia membalas ucapan Arini tanpa nada tinggi yang selalu ia ucapkan biasanya dan kali ini bisa dibilang ucapannya sangat bersahabat.

"Terkadang aku merasa lelah dengan semuanya, aku merasa hidupku bisa hancur karena sebuah cinta. Aku terlalu memfokuskan diriku padanya saja, bahkan bisa dibilang hidupku tidak lengkap tanpanya", Erick pun menundukkan kepalanya ketika setelah berucap.

"Tak ku sangka ternyata kau mempunyai sifat melow juga tentang cinta, ku kira di balik wajahmu yang ceria menandakan bahwa hidupmu sangat baik-baik saja. Menurutku kau kejar saja wanita yang kau maksud, perlahan tapi pasti. Jangan gampang menyerah, lakukan apa yang bisa kau lakukan demi mendapatkan cintamu itu. Jangan seperti diriku yang mudah menyerah untuk mendapatkan cintamu Erick", balas Arini menyarankan dan mengelus pundak Erick.

"Terimakasih Arini, tapi aku minta maaf jika aku selalu bersikap dingin padamu. Bahkan aku tidak bisa membuka hatiku untukmu ataupun untuk yang lainnya. Karena aku ingin selalu menjaga hatiku untuk wanita yang ku cintai", jawab Erick.

"Baguslah, sebaiknya memang begitu. Kau harus tetap semangat, kalau begitu aku duluan Erick. Senang bisa berbicara panjang denganmu", sahut Arini yang juga melangkahkan kakinya namun seketika berhenti ketika Erick memanggilnya dan Arini pun menoleh.

"Aku butuh bantuanmu Arini, apa kau mau menjadi kekasih bohonganku ketika aku bertemu dengannya? Aku hanya ingin tahu apakah dia akan merasa cemburu atau tidak", ucap Erick yang kini sedang menunggu jawaban yang dikeluarkan dari mulut Arini.

"Baiklah", jawab Arini dengan senyumannya dan melangkah kan kaki nya kembali untuk meninggalkan Erick sendiri.

"Walau hanya sekadar kekasih bohongan", gumam Arini.

***

Clarysta dianjurkan oleh dokter harus check up seminggu sekali untuk memeriksa keadaanya. Sebetulnya ia bosan ketika harus melakukan check up setiap minggunya, tapi ia juga tidak boleh gegabah karena telat check up akan sedikit merubah keadaanya. Karena tidak hanya check up saja, Clarysta pun juga harus melakukan kemoterapi untuk dirinya.

"Oh tuhan, semoga aku tetap dalam lindunganmu. Dan kuatkanlah aku dalam menjalani hidup ini", ucap batin Clarysta ketika akan melakukan kemotrapi untuk penyembuhan kanker otaknya yang saat ini sudah tahap stadium akhir.

Setiap hari rambut indahnya yang perlahan-lahan mulai rontok namun ia tutupi dengan menggunakan rambut palsunya, darah yang kadang-kadang selalu mengalir melewati hidung, dan sakit kepala yang teramat sakit membuat Clarysta harus merasakan penderitaan itu semua. Namun ia harus tetap kuat dan tegar, karena setiap penyakit harus terus dilawan jangan malah di biarkan. 
Setelah Clarysta sudah selesai melakukan kemotrapinya, ia segera bergegas untuk pulang dan segera istirahat. Tapi ketika Clarysta berjalan menuju pintu keluar, tak sengaja Brian bertemu dengan Clarysta walau hanya berpapasan dan Clarysta pun tidak akan mengetahui siapa itu Brian. Yang hanya ia pikirkan hanya satu orang saja yaitu Erick. Brian yang melihatnya langsung menebak-nebak dimana ia bertemu dengan Clarysta sebelumnya. Akhrinya pun brian mengingat ketika bertemu Clarysta berada di cafe yang saat itu dihampiri oleh Erick.

***

Erick dan Doni saat ini berada di kantin, mereka sedang menunggu satu orang lagi. Tak lama kemudian yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga yaitu Brian, ia pun melangkahkan kakinya menuju Erick dan juga Doni.

"Maaf Rick, Don tadi ada sedikit matkul tambahan dari dosen", ucap Brian yang langsung duduk.

"Tak apa Brian, kau mau pesan apa? Aku yang akan membayarkanmu", ucap Erick kemudian.

"Sama kan saja pesanannya denganmu", sahut Brian.

Erick pun memanggil pedagang tersebut dengan memesan pesanan mereka.

"Rick kau tau, kemarin aku bertemu dengan wanita yang kau hampiri saat di cafe", ucap Brian antusias.

"Benarkah? Dimana kau melihatnya?", jawab Erick merasa penasaran.

"Aku bertemu dirumah sakit, tak sengaja aku berpapasan dengannya. Saat itu aku ingin menyapanya, tapi langkahnya begitu cepat. Dan aku pun langsung segera menjenguk sepupuku yang lagi sakit", balasnya dengan menceritakan kronologinya.

"Apa dia sakit? Lalu dengan siapa wanita itu?", ucap Erick.

"Mana ku tau dia sakit atau tidak, tapi aku hanya melihatnya sendiri saja", balas Brian.
Doni hanya menjadi pendengar setia, dan doni hanya memilih diam ketika Erick dan Brian sedang berbicara.

"Ah sebentar, aku lupa tentang ini", ucap Brian dengan mengambil buku yang berada didalam tas nya, untuk memberikan buku tebal seperti binder yang bersampul pink dan dipadukan oleh biru.

"Ini sepertinya buku milik wanita itu, waktu itu dia sangat terburu-buru sehingga menjatuhkan buku ini tanpa dia sadari. Aku tidak berpikiran untuk membaca isi buku ini, yang jelas sepertinya sangat pribadi",  ucap Brian dengan memberikan bukunya kepada Erick, membuat Erick merasa bingung. Erick pernah melihat buku itu sebelumnya yaitu buku yang Clarysta baca ketika berada di cafe.

Erick pun menerima buku yang diberikan oleh Brian dan tidak lupa untuk mengucapkan tanda terimakasihnya, Erick merasa masih sangat sakit hati oleh perlakuan yang Clarysta berikan padanya, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ia juga penasaran oleh isi yang ada pada buku milik Clarysta.

"Tidak sekarang, nanti saja ketika aku sudah niat untuk membacanya", gumam Erick.

***

"Aku merasa hampa tanpa dirimu, hari-hariku semakin memburuk saja. Apa kau sudah sangat membenciku hingga kau tak mencariku. Aku masih mengingat ketika mata tajammu menatapku penuh amarah, itu sangat membuatku takut. Aku benar-benar merindukanmu Erick, sangat", pekik Clarysta dengan air mata yang sudah jatuh bebas mengenai pipinya.

Saat ini Clarysta menghabiskan waktunya disebuah taman yang indah dan dipenuhi oleh bunga-bunga yang cantik. Clarysta hanya ingin menggunakan waktu berharganya, setelah ia divonis oleh dokter bahwa waktu yang ia miliki tidak cukup banyak, bahkan hanya dalam waktu dua minggu saja. Membuat Clarysta sudah menyiapkan diri sebelumnya, mungkin dengan Clarysta pergi dari kehidupan ini akan membuat Erick merasa senang.

"Clarysta? sedang apa dia disana?", pekik Erick yang menghentikan laju mobilnya ketika melihat Clarysta di taman.

"Pasti saat ini dia sedang bersama tunangannya, tapi dimana tunangannya? Aku tidak melihatnya", gumam Erick yang masih melihat kearah Clarysta.

"Aku harus menghubungi Arini untuk membantuku", terlintas ide dipikiran Erick untuk melaksanakan rencananya pada saat itu.

Erick pun mencari kontak Arini pada ponsel pintar miliknya , dan segera menghubunginya saat ini juga.

"Hallo Arini, dimana kau sekarang?"

"..."

"Aku membutuhkan bantuanmu saat ini, apa kau bisa ketaman sekarang?"

"..."

"Baiklah Arini, aku menunggumu"

Sambungan pun akhirnya terputus beberapa saat, Erick tetap tidak memalingkan pandangannya dari Clarysta yang daritadi hanya berdiam diri.

Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Arini pun tiba, mereka pun kemudian berjalan untuk mendekat kearah Clarysta. Spontan Clarysta merasa kaget dan menoleh kesumber suara karena terdengar suara bariton milik Erick yang memanggilnya saat ini.

"Hai Erick, kebetulan sekali kita bertemu disini. Aku senang melihatmu", sapa Clarysta dan menyunggingkan senyumannya, namun pandangan Clarysta jatuh pada sosok wanita yang berada disamping Erick.

"Aku juga tidak menyangka akan bertemu kau kembali, saat ini aku sedang berjalan-jalan bersama kekasihku saat ini", ucap Erick seraya menunjuk kearah Arini.

"Perkenalkan namaku Arini", ucapnya dengan santai.

"Namaku Clarysta", sahut Clarysta dengan senyuman palsunya.

"Dimana tunanganmu? Kenapa kau sendirian disini?", ucap Erick mengenyritkan dahinya.

"Aku tidak memilik tunangan Erick, aku hanya membohongimu saja. Bahkan sekarang kau sangat bahagia dengan kekasih barumu, aku merasa iri dengannya", batin Clarysta yang menangis namun ia tetap menunjukkan senyumannya agar tetap kelihatan baik-baik saja, walaupun bibirnya yang kini sedikit pucat.

"Tu..nanganku? hm dia sedang sibuk", balas Clarysta terbata-bata

"Kalau begitu aku pergi duluan, bersenang-senanglah dengan kekasihmu", ucap Clarysta kembali dengan rasa sakit yang ia rasakan ketika mengatakan kepada Erick.

"Apa Clarysta merasa cemburu?", ucap Erick yang melihat Clarysta sudah melenggang pergi dari hadapannya

"Sepertinya dia cemburu", balas Arini dengan rasa percayanya.

"Akupun berharap begitu", jawab Erick sekenanya.

***

Clarysta merasa saat ini darah mengalir keluar dari hidungnya, pikirannya sudah entah kemana. Kepalanya pun merasa sangat sakit. Ia tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang dideritanya saat ini. Kemudian tubuh Clarysta akhirnya merasa lunglai dan mulai tak sadarkan diri.

Saat ini Clarysta sudah berada dirumah sakit, sebelumnya Brian yang saat ini sedang menjenguk sepupunya , ia melihat Clarysta yang dibawa oleh perawat rumah sakit kedalam ruangan ICU. Tidak menunggu lama brian pun langsung memberitahukan kepada Erick bahwa saat ini Clarysta sedang berada dirumah sakit dengan keadaan kritis. Erick yang sudah mengetahuinya langsung segera pergi menuju kerumah sakit dengan perasaan gelisah dan tentunya takut jika terjadi sesuatu pada Clarysta.

Erick pun sekarang sudah berada dirumah sakit bersama Brian, dan Doni yang baru saja datang. Mereka yang melihat Erick merasa kasihan bagaimana saat ini Erick benar-benar merasa terpukul. Dan mereka pun mencoba menyemangati Erick dengan usaha mereka masing-masing. Ketika dokter sudah mengatakan semuanya kepada Erick tentang keadaan Clarysta yang sudah memiliki penyakit kanker otak dari usia tiga belas tahun hingga sekarang dengan keadaan tubuh yang sudah semakin lemah, namun Clarysta bisa bertahan hidup cukup lama sebelumnya, tapi sekarang ia sudah sangat tidak berdaya.

"Apa yang terjadi padamu, mengapa kau tidak memberitahuku jika kau mempunyai penyakit separah itu. Mengapa aku bisa tidak tahu jika kau sakit. Bahkan kadang wajahmu terlihat pucat ketika bertemu denganku tapi kau menutupinya dengan senyumanmu. Apa kau menjauhiku karena kau mempunyai penyakit dan kau tidak ingin jika aku mengetahuinya. Tapi aku benar-benar menjadi pria yang bodoh dan tidak mengerti tentang keadaanmu. Maafkan aku Clarysta, maafkan aku”, ucap Erick dengan menumpahkan air matanya.

Segera Erick mengambil buku milik Clarysta untuk membaca yang Clarysta tulis didalam bukunya. Ia membuka satu persatu halaman, lalu membukanya lagi. Ternyata Clarysta masih menyimpan foto bersama Erick dengan berbagai hiasan tangan yang dibuat oleh Clarysta. Banyak yang clarysta tulis disetiap halamannya, Erick sudah mulai mengerti isi dari buku ini yaitu bercerita tentang Erick. Dan itu membuat Erick terus menumpahkan air matanya, bagaimana bisa Clarysta melakukan semua ini. Dan pada halaman terakhir ia membacanya dengan amat sangat serius membuat dirinya merasa hanyut dalam pikirannya.

Aku senang sekali bertemu denganmu Erick, kau mengagetkanku ketika tiba-tiba kau sudah berada didepanku. Sebenarnya aku tidak ingin kau melihatku, asal kau tahu aku tidak jauh darimu dan aku tetap memperhatikanmu dari kejauhan. Aku selalu mencari tahu keberadaanmu dan aku senang ketika menemukanmu, tapi aku tidak ingin kau menemukanku. Aku sering melihat kau tertawa bersama teman-temanmu, kau tidak sadar bahwa aku berada disitu dan tidak jauh darimu tapi aku menyamarkan diriku agar kau tidak mengenalku, ternyata rencanaku itu berhasil. Aku sangat merindukanmu Erick, dan rasa rinduku semakin jadi. ketika kita selalu bertemu secara kebetulan. Aku merasa bahagia ketika diriku berhadapan langsung denganmu, itu membuat jantungku berpacu lebih cepat. Dan kau tau aku berbohong soal tunanganku, sebenarnya aku tidak memiliki tunangan. Untuk melupakanmu saja aku tidak bisa bagaimana aku bisa memiliki tunangan. Aku berkata seperti itu agar kau membenciku Erick, memang sakit namun itu harus ku lakukan. Dan alasan mengapa aku meninggalkanmu karena aku tidak ingin kau malu mempunyai kekasih penyakitan sepertiku. Maafkan aku, aku mencintaimu.

“Clarysta aku juga mencintaimu", lirih Erick berderai air mata.

"Aku juga minta maaf ketika memperkenalkanmu dengan Arini yang menjadi kekasih bohonganku saja, aku hanya ingin mengetahui apa kau cemburu padaku atau tidak. Dan apa kau tidak menyadari jika bukumu hilang dan sekarang ada padaku? kau masih saja ceroboh seperti dulu Clarysta", ucap Erick yang masih menatap buku milik clarysta dengan kesedihan yang sangat dalam.

Setiap hari Erick menjenguk Clarysta yang saat ini masih belum sadarkan diri, Erick selalu memantau keadaan Clarysta apakah perkembangannya mulai membaik atau masih tetap sama, Erick menatap penuh sendu karena terlalu banyak alat rumah sakit yang dipasangkan ditubuh Clarysta.

"Cepatlah sadar, aku merindukanmu. Aku membawakan hadiah ini untukmu Clarysta, ketika kau sadar aku berharap kau membuka hadiah dariku", ucap Erick.

Erick pun mengecup kening Clarysta cukup lama, dan menatap Clarysta sebentar sebelum ia harus pergi meninggalkan Clarysta sendiri, karena ia harus pergi ke kampus, membuat Erick tidak cukup lama menunggu Clarysta yang masih terbaring.

Tidak lama kemudian Clarysta sadarkan diri dengan reaksi yang mengejutkan ketika Erick sudah melangkah pergi, dan membuat dokter dan parawat segera menuju ruangan Clarysta agar memastikan keadaannya saat ini. Ketika sudah memeriksa Clarysta, dokter menyatakan bahwa ia sudah pulih dan keadaannya pun sudah mulai stabil, namun tetap memerlukan perawatan penuh.

Clarysta menatap sekeliling ruangan dan merasa ada sesuatu benda berbentuk kotak berada di nakasnya.

"Apa itu?", Clarysta memicingkan matanya dan langsung mengambil kotak tersebut.

Clarysta menatap sebentar kotak tersebut dan segera membuka dengan perlahan, dan betapa mengejutkannya ketika melihat isi dari kotak tersebut.

10 alasan mengapa aku mencintaimu Clarysta. Buka gulungan kertas ini, baca dan pahami dengan baik kata-katanya.

1. Aku mencintaimu karena kau membuatku nyaman
2. Aku mencintaimu karena kau selalu membuat hidupku lebih berwarna
3. Aku mencintaimu karena kau bisa menerimaku apa adanya
4. Aku mencintaimu karena kau selalu menjaga hatimu padaku
5. Aku mencintaimu karena  kebaikkan hatimu bukan fisikmu
6. Aku mencintaimu karena kepribadianmu
7. Aku mencintaimu karena ketulusanmu
8. Aku mencintaimu karena kelembutanmu 
9. Aku mencintaimu karena segenap hatiku
10. Sepertinya aku mencintaimu tidak butuh sebuah alasan, cinta datang karena sebuah perasaan, namun aku menyebutkan alasan-alasan itu karena aku ingin kau mengetahuinya betapa besar rasa cintaku padamu.

Clarysta benar-benar terharu, ia pun menitihkan air matanya. Bukan karena cincin yang Erick selipkan didalam kotak tersebut, tapi ia terharu ketika Erick menuliskan kata demi kata yang ia sampaikan kedalam surat tersebut.

Tiba-tiba Erick datang dari luar dengan nafas yang terengah-engah, sepertinya Erick berlari menuju keruang rawat Clarysta. Dokter memberitahukan Erick, bahwa Clarysta sudah pulih. Erick benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya ketika melihat Clarysta yang sudah sadar, bahkan saat ini Clarysta sedang membaca isi dari kotak hadiah yang Erick berikan. Clarysta pun terkejut melihat kedatangan Erick. Mereka pun sama-sama tersenyum dan betapa rindunya dua insan yang saat ini saling bertatapan. Tanpa berpikir panjang Erick pun langsung memeluk Clarysta dengan sangat erat.


“Terimakasih Erick, aku sangat menyukai hadiah darimu. Ternyata kau bisa romantis juga rupanya", kekeh Clarysta yang masih didekap erat oleh Erick.

"Terimakasih juga Clarysta akhirnya kau sudah sadar, aku benar-benar bahagia", balas Erick yang juga melepaskan pelukannya.

"Dimana kekasihmu itu heh? aku tidak ingin menjadi selingkuhanmu Erick, jawab Clarysta yang langsung membuang muka kesegala arah.

"Kekasihku ya kau Clarysta", sahut Erick.

"Benarkah? lalu siapa Arini itu?", ucap Clarysta penasaran.

"Dia hanya sebatas temanku saja, tidak lebih. Maafkan aku karena telah berbohong kepadamu. Itu hanya rencanaku untuk membuatmu cemburu saja, tapi entahlah kau merasa cemburu atau tidak", jawab Erick memberitahu.

"Aku juga minta maaf, sebenarnya aku tidak memiliki tunangan. Aku telah berbohong kepadamu", sahut Clarysta merasa iba kepada Erick.

"Aku sudah tau itu, dan aku mengetahuinya dari buku mu. Apa kau tidak merasa kehilangan buku kesayanganmu itu?", ucap Erick yang menatap Clarysta

"Iya kah? Pantas saja aku tidak menemukannya. Aku berpikir jika buku itu jatuh ketika aku ingin keluar dari rumah sakit. Ternyata ketika aku kembali dan mencarinya sudah tidak ada", ucap Clarysta merasa sedih

"Ini bukumu", Erick pun memberikan buku tersebut kepada pemiliknya.

"Terimakasih Erick", balas Clarysta dengan senyuman.

"Erick, waktuku sudah tidak lama lagi didunia. Dan aku sudah siap untuk itu, lebih baik kau mencari wanita lain saja. Jangan terlalu memikirkanku, aku tidak ingin kau bersedih", ucap Clarysta kembali dengan menangkup wajah Erick.

"Apa maksudmu, asal kau tahu saja dokter bilang padaku jika kau sudah mulai sehat, kau bisa melawan penyakitmu itu. Aku berharap kau selamanya tetap sehat. Aku selalu ingin bersamamu", jawab Erick dengan memegang tangan Clarysta.

"Ulurkan tanganmu Clarysta", ucap Erick memegang cincin yang ia ambil dari kotak tersebut.

Clarysta pun mengangguk dan menuruti permintaan Erick, ia pun segera mengulurkan tangannya. Dan Erick pun segera memasukkan cincin pada jari manis milik Clarysta. Ia benar-benar merasa bahagia. Erick menggenggam erat tangan Clarysta dan tidak ingin meninggalkannya.

Pada akhirnya mereka kembali bersama, dan memulai kisahnya yang baru. Dengan menciptakan kebahagian yang mereka lakukan sendiri. Seseorang yang mencintai kamu tidak akan pernah kehabisan alasan untuk mempertahankanmu, dan seseorang yang mencintai kamu tidak akan pernah mencari alasan untuk melepaskanmu. Semoga kisah cinta mereka bertahan hingga maut memisahkan.

 

 

 

 

Tamat.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags