Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka di Atas Luka
MENU
About Us  

Kamu dulu pernah bilang. Selama bukan saya yang memintamu untuk pergi, kamu tidak akan meninggalkan saya. Kamu selalu berjanji akan menemani saya melawan kerasnya hidup. Kamu selalu menemani saya meskipun saya bertingkah buruk terhadapmu. Kamu selalu ada untuk menemani saya menghadapi realita di dunia yang penuh derita yang nyata. 

 

Semua memori tentang kamu masih tersimpan dengan rapi. Semua. Tidak berubah sedikit pun. Seperti permintaanmu dulu. Kamu boleh mengujinya jika kamu kembali. 

 

Dulu kamu selalu bilang; saya hidup di dunia ini karena izin Tuhan. Dan kamu pun mencintai Tuhan karena itu. Karena Tuhan masih mengizinkan saya untuk menemani kamu. Ah, benar, saya masih mengingat dengan jelas semua tentang kamu. Bahkan setiap detailnya.

 

Kamu dulu pernah bilang, kehadiran saya dalam hidup kamu jauh lebih berarti daripada hidup kamu. Tapi lagi-lagi saya mendapati kamu berbohong. Jika saya berarti, seharusnya kamu tidak meninggalkan saya seperti ini.

 

Kamu juga bilang saya adalah alasan mengapa kamu masih bertahan. Masih terngiang memori di mana kamu mengatakan bahwa saya adalah alasan kamu tidak mengakhiri hidup kamu seperti yang pernah kamu coba lakukan dulu. Tapi lagi-lagi saya harus dihadapkan dengan realita yang terbanting oleh ekspektasi.

 

Masih terdengar dengan jelas kalimat-kalimat yang mengalun dari bibirmu. Setiap untaian katamu seperti candu. Manis, walau hanya kemanisan yang bersifat menipu dan sementara. Tapi saya tetap membutuhkannya. Memori tentang kamu yang membuat saya masih mampu bertahan melawan kerasnya hidup. 

 

Kamu bilang dalam hidup ini selalu ada makna dibaliknya. Tapi saya rasa kamu berbohong. Saya tidak dapat menemukan makna dari kepergianmu. Yang saya dapati dari kepergianmu hanya kesakitan. Lalu di mana letak maknanya?

 

Saya rindu suara merdumu...

Saya rindu aroma tubuhmu...

Saya rindu tawa renyahmu...

Saya rindu kehangatanmu...

Saya rindu kamu...

 

Sudah 562 hari sejak saya menghitung hari setelah kepergianmu. Kamu pergi tanpa pamit. Meninggalkan saya tanpa alasan. Kamu pergi dengan meninggalkan sejuta tanda tanya.

 

Kamu belum mengucapkan selamat tinggal, itu yang membuat saya yakin kalau kamu akan kembali. Sampai saat ini dan saat saat yang akan datang, saya sanggup menunggu. 

 

Semua terasa hampa. Semua yang saya lakukan tidak mampu membangun gairah untuk hidup seperti yang selalu kamu lakukan. Rasanya mati rasa. 

 

Mengapa setelah kamu pergi saya baru sadar betapa berartinya eksistensi kamu dalam hidup saya? Seburuk apapun perilaku saya terhadap kamu, kamu tidak pernah meninggalkan saya sendirian. Kamu justru semakin bersikap lembut, meluluhkan hati saya. Kamu seperti mencoba mencairkan gunung es yang hampir tidak memiliki persentase untuk mencair. Dan hebatnya kamu berhasil.

 

Tapi saya masih tidak dapat menemukan alasan mengapa kamu pergi setelah saya menyadari perasaan saya yang sesungguhnya. Saya baru menyadari. Saya butuh kamu. Saya mencintai kamu.

 

Apakah kamu sengaja meninggalkan saya dengan perasaan yang semakin lama semakin menyiksa?

 

Apa kamu sedang mempermainkan saya? Setelah berhasil menghidupkan hati yang telah mati, kamu pergi. 

 

Kalau memang pada akhirnya kamu pergi, kenapa pernah datang?

 

Apa saya memang diciptakan untuk ditinggalkan?

 

Kalau memang semua orang diizinkan untuk bahagia, mengapa Tuhan baru menyadarkan saya kalau kamu adalah kebahagiaan saya?

 

Lucu memang kedengarannya. Tapi perasaan yang tercipta tanpa pernah saya minta ini tulus. Masih tega kah kamu tidak mengindahkan perasaan ini?

 

Mengingat semua memori tentang kamu sudah menjadi agenda keseharian saya. Walaupun pada akhirnya, saya harus tersiksa oleh rindu yang bergelora. Tetapi, hanya dengan mengingat kamu, saya merasa hidup. 

 

Entah mengapa saya terisak lagi. Tidak sanggup lagi memikirkan kemungkinan terburuk mengapa kamu meninggalkan saya. Saya tidak sanggup mengetahuinya. Saya takut kamu tidak akan kembali. Pikiran-pikiran ini menyakitkan. Saya tidak sanggup menghentikannya.

 

Piring yang tergelatak di meja menjadi pelampiasan kemarahan saya. Kaca yang terdapat di depan ranjang, retak karenanya. Setidaknya kebisingan ini dapat mengalihkan saya dari kilasan memori tentang kamu. 

 

Lagi-lagi kaca yang baru diganti pagi tadi saya jadikan sasaran pelampiasan. Kepingan kaca yang terbelah membelah keributan di tengah malam yang sunyi. Terdengar suara gaduh di luar setelah bunyi pecahan tadi.

 

Saya punya kesempatan. Sebelum mereka datang untuk menghentikan tindakan liar yang saya lakukan...

 

Dulu kamu selalu datang untuk menenangkan dan meyakinkan saya setiap saat saya mencoba untuk mengakhiri hidup saya.

 

Pecahan kaca di hadapan saya seperti memanggil saya. Membuat saya tergoda untuk menyakiti diri lagi. Hanya rasa sakit ini yang dapat menjadi pelampiasan rasa sakit setelah kamu tinggalkan.

 

Sudah kesekian kali saya berusaha mengakhiri hidup saya lagi. Bukan semata lelah karena hidup. Namun hanya ini yang dapat saya lakukan agar kamu kembali. Saya masih mengingat dengan jelas bagaimana dulu kamu selalu datang untuk mencegah saya begini.

 

Berkali-kali saya menyakiti diri sendiri. Namun bukan kamu yang datang. Hal itu membuat saya semakin liar menyakiti diri. Berharap agar kamu yang datang untuk menghentikan kegilaan ini. Seperti yang biasa kamu lakukan dulu.

 

Saya hanya ingin kamu kembali...

 

Jemari saya menggenggam erat kepingan kaca. Menyayat luka nyata yang terasa perih di sekujur tangan. Namun rasa sakit itu belum mampu mengalihkan rasa sakit karena kamu tinggalkan.

 

Pergelangan tangan saya menjadi saksi bisu kerinduan saya padamu. Pelampiasan rasa sakit karena kehilangan kamu. Bisa kamu bayangkan seberapa banyak goresan luka yang saya miliki. Tapi rasanya tidak sebanding dengan luka karena kehilangan kamu. Luka yang masih belum sembuh ini lagi-lagi ditambah oleh luka baru. 

 

Luka ini suatu saat akan sembuh. Tapi luka di hati ini... Luka yang kamu torehkan, entah kapan dapat disembuhkan...

 

Tepat ketika saya berhasil melukai pergelangan tangan saya. Suara kamu terdengar. Seperti memanggil jiwa ini. Mencegah saya untuk bertindak lebih lanjut. Saya memejamkan mata. Memaksa untuk meyakinkan diri bahwa kamu telah pergi. 

 

Tajamnya pecahan kaca menusuk kulit. Merobek nadi di pergelangan tangan. Menghasilkan darah yang langsung menguar. Yang saya dapat rasakan hanya tetesan darah yang mengalir dari pergelangan tangan.

 

Luka di atas luka.

 

"Azella!"

 

Lagi-lagi suaramu terngiang. Entah ini hanya sekedar ilusi atau mungkin saya telah mati? Saya dapat merasakan tubuh ini terjatuh, hampir kehilangan kesadaran.

 

"Azella!!!" 

 

Suaramu terdengar sangat nyata. Apakah saya benar-benar telah mati? 

 

Kali ini saya tidak hanya mendengar suaramu yang bergetar. Saya juga dapat mencium aroma khas tubuhmu. Saya dapat merasakan lenganmu merengkuh tubuh yang mulai melemah ini. Saya dapat merasakan kehangatan tubuhmu. Kamu terasa sangat nyata untuk sebuah delusi.

 

Sepertinya saya benar-benar sudah mati? 

 

"Azella, saya kembali..."

 

Suaramu terdengar begitu dekat. Terasa terlalu nyata untuk sebuah delusi.

 

"Azella... saya mohon jangan seperti ini..." 

 

Malaikat kematian sepertinya telah siap melayangkan sabitnya untuk menanggalkan nyawa ini.

 

"Saya berjanji tidak akan meninggalkan kamu lagi.."

 

Saya tersenyum. Kalau memang hanya dengan cara seperti ini kamu kembali, saya sanggup melakukan ini setiap hari agar kamu kembali.

 

"Dokter akan datang, bertahanlah."

 

Sesuatu yang basah dan lembut menyapu bibir saya perlahan. Ah, bibirmu. Rasanya masih sama seperti terakhir kali aku menyesapnya.

 

Sayup-sayup terdengar langkah kaki mendekat. Apa itu dokter yang kamu maksud?

 

Delusi ini terasa sangat nyata.

 

"Bertahanlah.."

 

Ini memang nyata.

 

Entah darimana pikiran ini muncul. Tapi saya yakin. Kamu nyata. Kamu benar-benar telah kembali. Saya ingin melihatmu. Tapi saya terjebak dalam kegelapan. Saya tidak mampu membuka mata. Tolong saya!

 

"Pasien 157 penderita skizofrenia kambuh, siapkan ruang operasi ia menyakiti dirinya sendiri!"

 

"Aku mencintaimu, Azella..." 

 

Saya terdiam dalam kegelapan. Seperti terhipnotis oleh ucapanmu. Seperti sebuah mantra, pernyataan cintamu memberiku kekuatan untuk membuka mata yang saya kira akan terpejam untuk selamanya.

 

"Saya mohon..., kembali..."

 

Perlahan, saya membuka mata..

 

Kamu nyata. 

 

Saya tidak sedang berdelusi. 

 

"Kamu... nyata..." saya berbisik pelan sebelum akhirnya memejamkan mata lagi.

 

***

Tags: romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Asa
5137      1660     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Replika
1812      860     17     
Romance
Ada orang pernah berkata bahwa di dunia ini ada 7 manusia yang mirip satu sama lain? Ada juga yang pernah berkata tentang adanya reinkarnasi? Aku hanya berharap salah satu hal itu terjadi padamu
Horses For Courses
12702      2798     18     
Romance
Temen-temen gue bilang gue songong, abang gue bahkan semakin ngatur-ngatur gue. Salahkah kalo gue nyari pelarian? Lalu kenapa gue yang dihukum? Nggak ada salahnya kan kalo gue teriak, "Horses For Courses"?.
Bifurkasi Rasa
180      155     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
NIAGARA
536      400     1     
Short Story
 \"Apa sih yang nggak gue tau tentang Gara? Gue tau semua tentang dia, bahkan gue hafal semua jadwal kegiatan dia. Tapi tetap aja tuh cowok gak pernah peka.\" ~Nia Angelica~
Alex : He's Mine
2635      1032     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
786      470     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
When You Reach Me
8402      2389     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1680      776     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
Azzash
368      306     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...