03. MUSIM BARU
Lonato menangis dan menutupi tubuhnya dengan selimut yang tebal. Lonato tidak bisa melupakan hal yang dilakukan ibunya, menurutnya tindakan itu benar-benar keterlaluan. Ia ketakutan setengah mati jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya. Kehilangan ayahnya dan kecelakaan itu sudah cukup untuk membuat mereka semua terpisah dan memiliki dunianya masing-masing. Hal itu bukanlah masalah bagi lonato selagi keadaan mereka baik dan sehat. Namun kali ini kejadian sang ibu membuatnya sangat terpukul dan benci jika harus mengingat hal itu kembali.
Sang ibu tidak bisa melupakan mimic muka dan suara tangis anak bungsunya, ia merasa bersalah dan gelisah. Ibunya mengetuk pintu dan masuk meminta maaf, meski begitu lonato tidak mengijinkan sang ibu untuk melihat wajahnya dan terus bersmebunyi dibalik selimut, ia terus menangis tersedu-sedu. Alanna mengerti perasaan lonato, karena ia juga merasakan hal yang sama dengannya. Alanna mengelus sang ibu dan memintanya untuk bersitirahat.
“Maafkan ibu nak, ibu tidak bermaksud membuatmu menangis” ujar sang ibu menyentuh lonato yang terus berbaring menutup dirinya. Alanna yang berada disamping ibunya mengatakan hal yang sama untuk memaafkan ibunya karena alanna tidak kuasa terus mendengar tangisan adiknya yang tidak berhenti menangis. Alanna menyodorkan air minum untuk menenangkan adiknya.
“Aku merindukan kakak dan ibu yang dulu?” ucap lonato dengan suara yang terbata-bata. “Aku sangat takut”
Mendengar ucapan anaknya dan juga adiknya membuat hati mereka merasa sakit mengingat mereka selama ini tidak ada satupun yang mencoba memperhatikannya dengan baik. Sang ibu masih belum bisa melupakan suaminya yang sangat ia cintai yang membuat kehidupannya seakan terenggut darinya perlahan. Begitupun dengan alanna yang sibuk memikirkan dirinya sendiri karena terpuruk keadaan yang tidak bisa ia terima , mereka semua melupakan kewajiban yang seharusnya mereka lakukan.
Malam yang kelam semakin terasa hening dan suram. Malam ini akan menjadi malam yang tidak pernah terlupakan oleh mereka bertiga khusunya lonato, ia sudah sulit menjalani kehidupannya dan kini ia juga melihat tingkah ibunya yang menakutkan ditambah lagi ia juga melihat beberapa mahluk yang tidak sempat ia cemaskan ketika itu. Ia benar-benar benci juga karena mereka membiarkan ibunya tidak berdaya didalam air dan mereka hanya diam menonton. Entah siapa dan mahluk apa mereka, Mahluk yang samar dilihatnya membuatnya kesal karena mereka tidak menolong ibunya yang hampir tenggelam, lonato yang menangis dalam ketakutan hanya ingin cepat menolong ibunya.
Mungkin ini untuk pertama kalinya lonato melihat mahluk yang tidak biasa didalam lautan, mahluk ini baru dilihatnya selama ia mengenal lautan. Mahluk itu memiliki kulit seperti sisik ikan,matanya putih menyala bersinar terang seperti cahaya bulan tapi tubuh mereka sangat sama layaknya manusia biasa. lonato tenggelam dalam pikirannya dengan tangisan yang sulit ia hentikan namun ia akhirnya tidak kuasa untuk menahan tidur dalam balutan kelelahan hatinya.
Elusan lembut yang dirasakannya mengingatkannya kepada sosok ayah yang sudah hampir ia lupakan, elusan itu sangat hangat, sehangat pelukan yang ia rindukan. “Lonato…”ucapnya. Ia melihat sosok mirip ayahnya membangungkannya dan memanggil namanya.
“Ayah…” kata lonato yang belum tersadar. Lonato memanggil namanya namun yang terlihat justru sosok sang kakak yang sudah ada disampingnya.
“Adikku” kata Alanna membangunkan lonato dengan lembut. Ia masih teringat dengan kejadian semalam yang membuatnya yakin jika adiknya juga memiliki bakat yang sama seperti dirinya hanya saja ia berharap tidak akan bernasib sama dengan dirinya.
“Kakak, ada apa? Apa terjadi sesuatu pada ibu?” Tanya lonato yang melihat sikap alanna tidak seperti biasanya.
“Ibu baik baik saja dan sekarang ibu sedang memasak makanan kesukaan kita” kata alanna menyenangkan sang adik.
“Benarkah itu…” lonato langsung terbangun dan menghampiri sang ibu yang sedang asyik memasak dengan senyumnya yang benar-benar bahagia padahal jam sudah menunjukan waktunya ibu untuk bekerja. Meski senang melihat ibunya, lonato kecewa dengan sikap ibu dan kakaknya, ia tidak menampik jika semua ini yang diinginkannya tapi apakah harus melewati hal yang sulit terlebih dahulu untuk mengubah sikap mereka, jika harus seperti ini berapa banyak lagi ketakutan yang harus dilewatinya untuk merubah mereka. meski sedih lonato tidak mungkin memperlihatkan kekecewaannya dihadapanya dan seidaknya ia harus menikmati saat saat ini yang sangat jarang sekali ia dapatkan.
“Kakak sudah meminta izin kepada ibu untuk mengajari dan mengawasimu berenang” kata alanna menghampiri lonato.
Kesenangan lonato seakan tumpah ruah memenuhi pikiran dan batinnya mendengar ucapan kakaknya yang sungguh tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Lonato hanya diam saja tidak mengatakan sepatahkatapun atau menunjukkan wajah bahagiannya, rasanya begitu aneh ibunya tiba-tiba mengizinkan dirinya untuk melakukan sesuatu yang sangat jelas dilarangan, ia tidak pernah lupa ketika ibunya mengatakan larangan untuknya itu bagaikan kutukan yang menghapuskan semua keinginan dan harapannya ketika itu, meski kini ia merasa senang kakaknya mengatakan hal itu, entah mengapa hatinya masih merasakan sakit akibat ulah ibunya semalam.
“Lonato…” ucap alanna menyentuh bahunya dan membangunkan dari lamunannya. “Ada apa denganmu? Kau baik saja? kau tidak perlu takut, ibu telah mengizinkan”
“Anakku…” sang ibu menghampiri kedua anaknya. “Maafkan ibu karena ibu tidak bisa menjadi ibu yang kalian harapkan, ibu melakukan hal itu dikarenakan ibu takut akan kehilangan kalian berdua. Setiap kali ibu dirumah dan melihat kalian, kenangan ayahmu semakin terasa karenanya ibu sering menghabiskan waktu ditempat kerja. Tapi ternyata ibu salah, ibu melihat bakatmu nak dan ibu tidak memiliki hak untuk menentukan jalan hidupmu”
Lonato lagnsung memeluk ibunya dengan tangisan, “Kalaupun ibu melarangku untuk tidak menyentuh lautan, bagiku itu tidak masalah bu asalkan ibu selalu ada bersamaku, bagiku itu sudah cukup”
“Maafkan aku ibu…” alanna berkaca kaca dan bersimpuh dilantai, ia tertunduk mengingat semua yang telah ia lakukan selama ini yang tidak membantu sama sekali justru membuat mereka kesusahan. “Seumur hidupku aku tidak pernah takut dan malu melakukan apapun itu tapi kini aku sadar aku terlalu takut untuk mengatakan maaf dan terima kasih kepadamu, bu”
Sang ibu langsung memeluk mereka berdua dan memohon untuk tidak menangis lagi, kini kehidupan dirumah mereka berubah, sebelumnya mereka terpisah dengan dunianya masing-masing namun ini mereka telah berjanji untuk saling menjaga dan saling melinungi. Sang ibu dan alanna mulai terbuka satu sama lain, semua yang hilang dari lonato kini telah kembali. Sang ibu masih tetap bekerja namun kini tiap pagi dan menjelang malam sang ibu sudah dirumah, alanna mulai sedikit demi sedikit berteman dengan kondisinnya, ia sudah tidak lagi bersembunyi didalam gua ayahnya namun kini ia mulai sering keluar dan berjumpa dengan banyak orang, ia tidak peduli dengan pendapat dan pandangan orang dengan kekurangannya kini dan lonato benar-benar bahagia karena ia bisa berenang lagi dan bermain bersama temannya, justru kini temannya seakan tidak diberi tempat dilautan karena ulah lonato yang seakan merebut semua tempat di lautan itu yang membuat temannya harus bertelanjang dada dipinggiran pantai menonton lonato yang bahagia berenang kesana kemari. Temna-temanya bingung karena mereka tahu jik lonato hanya jago berenang di kandang dan selalu menolak ajakan mereka jika berenang di laut.
“Waawwww… bukankah itu tanda jaselin” tunjuk teman lonata yang ribut dipinggiran sungai dan lonato bergegas menghampirinya.
“Kakak…” lonato sumeringah melihat kedatangan kakaknya.
“Kakakkkk…???” teriak teman lonato bingung.
“Kalian tidak tahu jika dia adalah kakakku” kata lonato yang juga ikut bingung melihat mimic wajah temannya.
“Kau tidak pernah cerita” kata salah satu temannya. Lonato hanya menggaruk kepalanya karena ia sadar jika ia tidak pernah mengatakan apapun tentang keluarganya kepada teman-temannya, meski mereka tahu jika ibunya bekerja dipasar.
“Kau tidak pernah bertanya?” balasnya membuat teman-temannya ikut sewot.
Alanna hanya tersenyum mendengar mereka yang sedang Tanya jawab mengenai dirinya, “Baiklah cukup… ayo kakak ajarkan kamu”
Alanna merangkul adiknya untuk pulang kerumah dan memulai pelajaran barunya sebagai jaselin. Teriakan teman lonato mulai memecahkan gendang telinga alanna memaksa mereka untuk diajarkan juga menjadi jaselin merupakan pahlawan pantai dan itu membuat mereka tertarik daripada dengan tokoh yang sudah banyak ditelevisi. Lonato tidak mengerti dengan kakaknya meski ia harus mengajari tidak perlu harus menjadi anggota jaselin. Dan lonato lebih tidka mengerti lagi dengan antusiasme teman-temannya.
Pelajaran pertama pun dimulai dimana kelima pasukan termasuk lonato sudah berkumpul dan berbaris siap untuk diajarkan untuk menjadi jaselin, mereka begitu kompak dan lucu. Pelajaran pertama sungguh tidak diduga oleh mereka dan membuat mereka menjadi bosan. Menjadi pemungut sampah yaitu pelajaran pertama yang harus dilakukan lonato dan temannya, mereka kesal karena memunguti sampah adalah hal yang mudah dan itu tidak perlu dipelajari.
@renicaryadi ya bukannnn tpi untunglah mikirnya lebih baik monster... Bukan putri duyung... Hahahha kbnyakan orng mikir ya putri duyung
Comment on chapter 01. BUAIAN SELIMUT BIRU