Oleh: Sri Eka Warnita Meuraxa
“Honey lagi buat apa?” Mas Arya memeluk tubuh Raisah dari belakang.
Raisah menyambut suaminya dengan secangkir senyuman hangat. “Lagi buat kue ulang tahun anak kita, Mas.” bisiknya lembut tepat di dekat telingan lelakinya. Raisah membalikkan tubuh, memandangi wajah lelaki yang membuat hari-harinya dipenuhi bunga-bunga asmara.
Kedua tangan Mas Arya melingkar di leher, dan kedua bola matanya melirik Raisah jahil.
“Honey ... mau,” Suara Mas Arya terdengar lembut dan manja.
Raisah mendorong sedikit kaca matanya yang mulai melorot hingga mengenai hidung peseknya. Maklum, kaca mata baru yang ia gunakan sedikit kebesaran. Namun, ia nyaman memakainya karena hasil pembelian suaminya.
“Mau apa, Sayang?” Raisah melotot bingung
“Mau anuuu ....” Mas Arya menggigit bibir bawahnya, dan menyipitkan matanya ketika melihat Raisah sedikit kaget. Raisah berpura-pura tidak peka maksud Mas Arya.
“Kerjaan honey belum selesai, Sayang. Mas ingin sarapan pagi, kan?” Raisah membalikkan tubuhnya membelakangi lelakinya. Mas Arya semakin memeluk Raisah erat. Kali ini kedua tangannya melingkar erat di pinggang Raisah, mencumbui rambut isterinya yang panjang dan wangi. Raisah yang sedang membuat adonan kue sedikit risih akan kejahilan lelakinya.
“Mas, jangan sekarang,” pinta Raisah sambil memperbaiki kaca mata dengan punggung tangannya. Semakin ia memperbaiki, kaca matanya semakin melorot mengenai hidung peseknya. Sementara kedua tangannya sibuk memecah satu per satu telur ke dalam mangkok.
Mas Arya semakin menjadi-jadi. Kedua tangannya membelai rambut indah Raisah, mencumbu lembut lehernya hingga ke pipi. “Honey ... kamu sangat cantik,” bisik Mas Arya di balik telinga Raisah. Bulu kuduk Raisah mulai bergidik. Ia berhenti sejenak, dan memikirkan cara agar suaminya menghentikan tingkah yang mengganggu pekerjaannya.
Raisah membalikkan tubuh kedua kalinya. Memandang, dan tersenyum melihat wajah suaminya yang mulai memerah seperti tomat. “Sayang juga saaaaangat tampan,” Tiba-tiba kecupan lembut mendarat di bibir Mas Arya. Ada desiran hangat menjalar di dada.
Mas Arya mematung. Bibirnya bungkam. Setelah beberapa detik ia melanjutkan lagi tingkah anehnya. Mas Arya kembali memeluk erat tubuh Raisah. Di bibirnya tersungging senyum kemenangan saat wanitanya terbuai akan pelukan hangatnya. Ketika Mas Arya hendak meletakkan bibirnya di atas bibir Raisah. Tiba-tiba sebuah benda menghantam lembut belakang kepalanya. Hangat. Ada cairan kental yang membasahi rambut bagian belakang dan cairan itu mengalir lembut mengenai tengkuk. Mas Arya meraba bagian rambut yang terkena cairan hangat. Jantungnya berdebar kencang tak karuan.
“Honeeeey ....” Mas Arya kaget ketika mendapati kulit dan cairan telur menempel di jemarinya.
Raisah terkekeh melihat ekspresi lucu wajah lelakinya yang sedang mencium bau amis membasahi jemari.
“Happy Birthday, Sayang,” Raisah mememeluk erat tubuh lelakinya dan menenggelamkan wajah di dada rentang Mas Arya.
Mas Arya terpelongok mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan isterinya. Hidungnya berubah kembang kempis seperti balon yang sedang ditiup. “Siapa ulang tahun, Honey?” Suara Mas Arya bergetar. Jantungnya berdebar bersamaan debar jantung Raisah yang sedang menempel di tubuh lelakinya.
Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Arya membuat Raisah lebih kaget. Kedua bola matanya melirik ke kiri dan kanan seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang tidak bisa dimaknai oleh siapapun. Ia kembali membongkar ingatan tentang peristiwa-peristiwa tahun lalu yang sudah menjadi kenangan, tanggal, bulan dan tahun kelahiran suaminya masih teringat jelas di pikiran Raisah. Tanggal kelahiran dan bulan kelahiran yang paling istimewa bagi Raisah yaitu tanggal 03 Juni. Kelahiran suami serta anak sulungnya Pratama Putra.
“Hmmm ....” Raisah mendehem. Bingung. Jangan-jangan Mas Arya lupa hari ulang tahun, dan anak sulungnya. Ah ... dasar, batin Raisah sedikit kesal. Ia memencongkan bibir, lalu mendorong kaca mata agar tidak lagi melorot.
Raisah mempererat dekapannya.
Kepala Arya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal di pikiran. Ah, satu pecahan telur tidak mengapa. Asal tubuh si honey tetap nempel. Adem dan damai, batin Mas Arya. Ia membalas pelukan hangat isteri tercintanya.
“I love you, Honey ....” Mas Arya mencumbu bibir isterinya. Raisah hanya tersenyum menikmati kecupan hangat yang mendarat di bibirnya.
Tubuh Mas Arya terganjak kaget ketika hantaman kedua menyergap kesadarannya. Satu butir telur pecah di belakang kepala. Mas Arya melirik Raisah yang perlahan melepaskan dekapannya.
“Honey ....” Mas Arya menangkap lengan Raisah sambil menahan geram. Tapi sayang, tangannya tidak bisa menangkap legan Raisah. Raisah terlalu cepat berlari ke luar meninggalkan lelakinya yang masih berada di dapur. Humm ... awas nanti kalau honey sampai dapat mas tangkap. Mas akan ceplokin tiga butir telor, batin Mas Arya tersenyum geram sambil melihat tiga butir telur di dalam plastik berisikan tepung yang sudah dijinjingnya.
Tepat pukul 07.30 pagi saat weekend, kebanyakan orang sibuk refreshing, jalan pagi, olahraga, dan memanfaatkan waktu bersama keluarga tercinta. Namun, Mas Arya dan Raisah sibuk kejar-kejaran di halaman rumah. Apakah mereka bahagia? Tentu, kebahagiaan selalu terpancar di wajah-wajah mereka dengan balutan kasih sayang.
Kaki jenjang Mas Arya melangkah lebar saat mengejar Raisah. Tangan kirinya menjinjing plastik putih yang berisikan telur dan tepung yang akan diceplokan ke kepala Raisah. Ketika Mas Arya berhasil menangkap Raisah. Wanita paruh baya yang cantik dan imout itu memohon ampun, berbagai rayuan manja ia lontarkan untuk menyurutkan niat jahil lelakinya.
“Mas ... semakin hari entah kenapa honey semakin jatuh cinta pada Mas! Sayang ....” ucap Raisah manja sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya seperti kelilipan.
Arya tertawa cekikan melihat ekspresi wajah isterinya. Pada wajah itu tergambar ketakutan dan rasa jijik ketika mencium bau amis yang melekat di tubuh lelakinya. Saat Mas Arya ingin menceplokkan telur di kepala Raisah. Wanita cantik itu berhasil lepas dari dekapannya.
Mas Arya kembali mengejar Raisah, mereka seperti anak kecil yang kegirangan di kala hujan menjatuhkan ekor-ekornya membasahi planet bumi, berlari dan menari di bawah langit. Orang-orang lalu lalang berjalan kaki berhenti dan menonton dari luar pagar. Mereka jadi bahan tontonan orang banyak.
Sesekali Raisah memberi isyarat kepada lelakinya yang tidak juga berhenti mengejarnya. Sambil berlari sekuat tenaga ia menunjuk ke arah pagar dengan jempolnya.
Namun, saking semangatnya Mas Arya tidak menggubris isyarat diberikan wanitanya. Bukan Mas Arya tidak tahu, tapi karena ia tidak peduli dengan orang di luar pagar. Sama halnya ketidakpeduliannya terhadap teman-teman wanita sekantornya yang selalu merayunya di saat bekerja di kantor. Raisah semakin tidak sanggup melangkah. Perutnya sedari tadi terasa sakit karena berlari sambil tertawa saat lelakinya tidak juga berhasil menangkap. Raisah mengalah. Tubuhnya ambruk di atas rumput hijau halaman rumah.
Mas Arya mendekat, dan mengambil posisi duduk di samping wanitanya. Ia tatap lamat-lamat wajah Raisah yang dibasahi keringat. Rasa geli dan sedikit menyesal menggelitik hati ketika melihat wanitanya terlihat capek dan ngos-ngosan. Kedua pasang mata mereka saling bersobrokan memberi getaran cinta. Keringat mengalir membasahi pakaian. Suara desahan mereka saling beradu, berlomba-lomba keluar bersatu berhamburan ke udara.
“Capeeek?” Mas Arya meletakkan kepala Raisah di atas pahanya. Lalu dengan jahil ia memutar-mutar sebutir telur tepat di depan wajah Raisah. Raisah terkekeh sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangan. Berharap lelakinya mengkhiri semua permainan konyol ini.
Orang-orang berhamburan bubar setelah melihat Raisah dan Mas Arya istirahat. Namun, seorang wanita muda asyik berdiri sambil memeluk pagar memperhatikan keromantisan Raisah dengan lelakinya. Raisah terkekeh ketika matanya tepat melirik ke arah wanita muda berparas cantik sedang memeluk pagar dan memandang ke arah Mas Arya dan Raisah yang terlihat sangat romantis.
“Sayang ... wanita itu mantan kamu? ucap Raisah bercanda sambil menunjuk ke arah perempuan yang sedang memeluk pagar besi. Mas Arya menoleh ke arah telunjuk Raisah. Tanpa sengaja kedua pasang mereka bersobrokan. Mereka tertawa cekikan ketika merasa aneh dengan kelakuan wanita yang sedang memeluk pagar. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu.
“Ngapain ya dia di situ?” tanya Mas Arya bersamaan tawa yang semakin pecah.
“Nggak tahu ... mungkin saja dia cemburu dengan keromantisan kita,” Raisah terkekeh sambil memandangi wajah tampan lelakinya. Mas Arya, selalu saja memberikan kebahagiaan. Raisah merasa menjadi wanita yang paling beruntung mendapatkan cinta Mas Arya. Ya, karena ada saja caranya membuat Raisah bahagia.
*** ***
Mas Arya terpaku di ruang tamu. Pelan, matanya menelusuri ruangan yang berhiaskan bunga, balon, dan kue yang tertata rapi di atas meja kaca. Ia berdecik kagum melihat isterinya. Bagaimana mungkin ia tidak kagum. Dalam waktu setengah jam wanitanya itu bisa menghias ruangan seindah mungkin tanpa bantuannya. Surprise yang indah, Honey, batinnya kagum membayangkan betapa lelah wanitanya melakukan semua pekerjaan sendirian.
“Honeeey ....” Mas Arya menggendong Pratama menelusuri ruangan didominasi warna keemasan.
“Honeeeeey?” timpal Pratama mengekori kelimat papanya.
Mas Arya tertawa geli ketika mendengar kali pertama jagoannya memanggil honey. “Anak papa,” Satu kecupan mendarat di pipih Pratama.
Kedua kaki jenjang Mas Arya melangkah ke kamar dan ke dapur sambil memanggil Raisah lembut. Namun yang dipanggil-panggil tidak juga menyahut.
Setelah lelah menyibakkan setiap ruangan, Mas Arya terduduk di sofa tepat di depan lingkaran kue berhiaskan lilin angka tiga. “Mama ke mana ya, Sayang?” Mas Arya mengangkat kedua alis mata. Sementara jagoan kecilnya sudah tidak sabar mencolek dan menikmati cream kolaborasi coklat dan srawberry yang menyelimuti tubuh kue.
“Papa ... mau itu,” pinta Pratama sambil mengarahkan telunjuk ke arah kue ber-cream coklat dan strawberry. Pratama menelan ludah.
“Ternyata jagoan papa sudah tidak sabar, ” Mas Arya mencium ujung kepala Pramata sambil tertawa kecil.
Tiba-tiba penglihatan Mas Arya gelap. ia tidak bisa melihat keindahan di dalam ruangan. Satu benda lembut dan dingin menutup penglihatan. Mas Arya tersenyum, ia sangat yakin ini kejahilan isterinya. Lembut aroma parfum khas yang sering dipakai Raisah selalu membuat indra penciuman Mas Arya nyaman. Kedua tangannya meraih lembut benda menutupi kedua bola matanya. Terasa desiran hangat menjalar ke dada. Damai.
“Honeey,” Mas Arya membelai lembut punggung tangan Raisah.
“Happy birtday, Sayaaang,” Satu kecupan lembut mendarat di pipi kanan Mas Arya. Hangat.
Mas Arya mendongak. Tertegun melihat kecantikan bidadari di depan mata. Baju kebaya berwarna putih dan sanggul yang indah membuat wajah Raisah terlihat seperti bidadari turun dari langit. Apalagi kedua lesung pipinya menambah kesempurnaan kecantikan wanitanya. Mas Arya sangat nyaman melihat pemandangan yang tidak pernah ia temukan di mana pun. Kecantikan isteri lebih sempurna dari kecantikan wanita diluaran sana.
“Honey ...,” Kedua mata Mas Arya masih belum berkedip menyaksikan kecantikan wanitanya. Ia berdecak kagum. “masya Allah ... bidadari Mas malam ini sangat cantik,” Mas Arya masih memandang kecantikan Raisah terpesona.
Raisah tersenyum manis. Kedua pipinya merona mendengar pujian yang baru saja dilontarkan lelakinya. Raisah merasa bagaikan berada di atas langit, menikmati semilir angin membelai tubuh sambil menyentuh satu per satu bintang-bintang. Pada kedua bola mata coklat itu tergambar kasih sayang. Mas Arya merangkul tubuh Raisah dan memintanya duduk di samping. Wanita bergaun putih itu merangkul tubuh putra sulungnya dan mendudukkan di atas paha.
“Selamat ulang tahun jagoan mama.” Raisah memeluk erat tubuh Pratama, menciumi kedua belah pipi dan mengelus kepala putra sulungnya, “Mama berharap anak mama menjadi anak yang sholeh, cerdas, bijaksana, rendah hati, dan penyanyang seperti papa.” Ia mempererat pelukannya. Tiba-tiba kedua matanya basah. Raisah menenggelamkan kepalanya di atas kepala Pratama. Mencoba menyembunyikan air mata kebahagiaan dari lelakinya.
Namun, ternyata lelaki itu terlalu peka dengan tingkah Raisah, “Honey dan anak kita selalu yang terbaik dan nomor satu di hati, Mas,” Mas Arya memeluk erat tubuh Raisah dan putra sulungnya. “Selamat ulang tahun
jagoan papa. Semoga nanti jagoan papa anak yang patuh kepada mama dan papa, ” ucap Mas Arya sambil mencium jidat Pratama.
“Aamiin Yaa Allah,” timpal Raisah dengan semangat berkobar-kobar.
Raisah menyeka air mata sebelum berani memandang kedua bola mata suaminya. “Mas juga orang paling berarti untuk keluarga kita, Sayang," balas Raisah sambil membelai lembut pipi lelakinya.
Jagoan mama sudah tidak sabar,” Raisah dan Mas Arya terkekeh ketika putranya diam-diam mencolek cream coklat kue.
Pratama mendongak melihat mamanya, tersenyum. Kemudian malu-malu membenamkan wajahnya di atas pangkuan Raisah.
Mas Arya terburu-buru mengambil gitar dari kamar. Tidak beberapa menit kemudian ia duduk di samping Raisah dan memberi kode kepada wanitanya agar acara di mulai.
Untuk bahagia tidak perlu berada di antara orang ramai, jika kehadiran keluarga kecil saja sudah cukup memberikan kebagiaan yang tidak ternilai harganya.
“Honey, kok lagu daari ponsel?” Mas Arya mengernyitkan kening ketika melihat wanitanya sibuk mencari lagu dari you tobe.
Raisah terlihat bingung, “Terus dari mana?” Raisah mengangkat bahu. Bingung.
“Suara Honey seribu kali lebih cantik dan merdu daripada penyanyi di you tobe itu,” Lagi-lagi Mas Arya merayu dan membuat Raisah tersipu malu.
Raisah tersenyum. Menggelengkan kepalanya pelan. Ia melangkah mengambil miqrofon yang terletak beberapa langkah dari tempat mereka bersantai.
Sementara Mas Arya sibuk memetik tali gitar sambil mengajak putranya bercanda.
Raisah kembali merangkul Pratama dan mendudukannya di atas paha. Ia memberi kode kepada lelakinya untuk memulai. Lelaki bertubuh tinggi 172 cm itu membalas dengan mengedipkan sebelah mata.
Alunan merdu suara Raisah menyeruak hingga ke laur rumah. Suara dentingan gitar Mas Arya membuat suasana rumah semakin hidup. Lagu selamat ulang tahun dinyanyikan mereka bersama di depan putra sulungnya, Pratama Agung. Putra mereka tersenyum ceria sambil bertepuk-tepuk kegirangan ketika melihat dua malaikat bernyanyi dengan bahagia. Sementara kedua bola matanya menoleh ke arah kue yang menggoda. Raisah tertawa melihat putranya yang sudah tidak sabar menikmati kue ulang tahun yang terhidang di atas meja.
Setelah selesai menyanyikan lagu ulang tahun, Mas Arya meletakkan gitar. Kemudian Raisah memberikan pisau kepada lelakinya dan mengarahkan tangan Pratama memegang pisau. Mas Arya dan Pratama sama-sama memotong kue secara bersamaan.
Potong kuenya
Potong kuenya
Potong kuenya sekarang juga
Sekarang juga
Sekarang juuugaa
Suara merdu Raisah bernyanyi penuh kebahagiaan ketika dua lelaki yang dicintainya sama-sama ulang tahun dan memotong kue bersama dalam satu lingkar.
“Terima kasih surprice-nya, Honey. I love you.” bisik Mas Arya di balik helaian rambut Raisah yang terkulai beberapa helai.
Raisah mengangguk mantap. Wajahnya bercahaya menyaksikan kebahagian suami dan putranya. Tidak terasa umur lelakinya sekarang sudah genap dua puluh lima tahun dan putranya genap tiga tahun.
“Honeeeey,” Mas Arya menyulangi kue ketika Raisah malu-malu membuka mulut.
Raisah tersenyum menatap hangat kedua bola mata lelakinya. Spontan ia memeluk tubuh Mas Arya erat. “Mas, berjanjilah selalu setia padaku sehidup semati.” Katanya sambil tersedu-sedu menangis dipelukan lelakinya. Raisah bingung. Entah perasaan seperti apa yang dirasakannya saat ini, bahagia, haru, sedih. Semuanya memeriahkan suasana hatinya. Ia sedih, jika suatu saat nanti lelakinya memiliki wanita simpanan, dan tentu kebahagiaan akan berakhir sadis. Ia bahagia dan terharu ketika Allah masih mengizinkan keluarga kecilnya masih bisa bersama-sama menikmati kebahagiaan ini. Moment yang tidak akan pernah terlupakan.
Cinta yang sempurna hanya milik Allah. Sementara kita hanya bisa menjalani sebagamana garis takdir yang telah ditentukan-Nya.
Mas Arya membalas memeluk erat tubuh Raisah. “Honey ... percayalah kepada Mas. Mungkin Mas bukan lelaki paling baik di antara lelaki yang pernah singgah di hati, Honey. Tapi, Mas akan berusaha memberikan terbaik untuk honey dan keluarga kita. Bukankah cinta kita bersatu karena keyakinan yang kuat?” Raisah mengangguk pelan. Mas Arya menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Raisah. Memandang hangat wanitanya, kemudian menyeka air mata Raisah dengan jemarinya. Raisah bungkam. Ia tidak sanggup mengungkapkan ketulusan cinta dimiliki lelakinya. “Menangislah jika itu membuat hati honey terasa nyaman,” Ia kembali memeluk Raisah.
Sepertinya Mas Arya mengerti apa saat ini yang sedang dipikirkan Raisah. Ia selalu bisa mengetahui perasaan wanitanya. Entahlah, mungkin karena Mas Arya suka membaca buku tentang psikologis. Sehingga ia bisa menerka isi kepala Raisah tanpa bertanya.
“Apakah Mas juga bisa berjanji?”
Mas Arya mengangguk mantap. Ia mengangkat dagu Raisah sehingga kedua pasang bola mata itu sejajar saling menatap. “Mas berjanji setia sehidup semati. Apapun yang terjadi,” jawab Mas Arya mantap.
Raisah tersenyum mendengar kalimat lelakinya. Pikiran negatif yang awalnya berkecamuk di kepala langsung menghilang. Raisah menoleh kepada lelaki kecil yang sedang berdiri sambil mencolek cream coklat. Raisah terkekeh. Ternyata tanpa disadari, cintanya kepada Mas Arya membuat ia lupa akan kehadiran sosok jagoan yang sangat butuh perhatian darinya.
Pelan, Raisah melepaskan pelukannya dari tubuh Mas Arya
“Sayaang ....” Raisah mencolek hidung putranya dengan cream coklat. Lalu tertawa geli ketika putranya nyengir. “Jagoan Mama,” Ia mencubit gemes kedua pipi Pratama, dan menyuapi kue kepada putranya. Tanpa sadar, ia terlalu sibuk memikirkan hal buruk yang bergejolak di pikiran, sehingga ia sendiri lupa belum menyulangi putranya dengan kue ulang tahunnya.
Enatah mengapa hatiku trus gelisahhhh...😂
Comment on chapter BAB 1Pdahal co cuit yaaaa...