Loading...
Logo TinLit
Read Story - Too Late
MENU
About Us  

Suasana keriuhan yang tercipta di Guangzhou Airport seolah melingkupi Emily Zhang Xiao. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu menarik kopor merah mudanya menuju keluar bandara. Tak terasa, lima tahun telah berlalu sejak tragedi yang memilukan itu. Gadis muda yang waktu itu berusia tujuh belas tahun, saat ini menjadi gadis yang dewasa.

                Musim panas telah tiba di Guangzhou. Seharusnya, musim ini menjadi idaman orang-orang, ketika panas matahari membelai kulit dengan lembut. Namun, tidak bagi Emily. Musim ini, adalah saat di mana kejadian menyedihkan itu berlangsung. Ah… sudahlah. Lupakan saja. Tidak baik mengingat masa lalu yang membuatmu terjerat dalam kesedihan. Yang perlu Emily lakukan adalah memandang masa depan yang telah terbentang luas di hadapannya.

                Sesampainya di depan bandara, Emily segera mengeluarkan iPhonenya. Gadis itu memainkan Weibo-nya, masuk ke ruang chat bersama teman-teman sekampusnya di National University of Singapore dulu. Sebuah taxi pun berlalu di hadapan Emily, dan gadis itu segera menyegatnya.

                Semua orang tahu. Bahwa sejak saat itu, Emily akan menjalani kehidupannya yang baru, dan meninggalkan segala sesuatu yang akan membebaninya di belakang. Tidak akan ada yang akan berhasil mengingatkan gadis itu akan nostalgia, kenangan buruk, ataupun memori lainnya. Seolah mendadak amnesia, Emily telah memutuskan untuk memulai segalanya dari awal. Lahir kembali, dalam persaingan ketat di dunia nyata. Berlarian dengan waktu, dan mengejar cita-citanya.

***

 Brum… brum… deru mesin taxi berhenti. Mobil itu membawa Emily di depan pintu masuk sebuah apartemen besar di kotanya. Gadis itu segera membayar biaya taxi, kemudian melenggang memasuki lobby apartemen.

Yeah… mungkin orang-orang dapat menyebut Emily beruntung. Seorang teman baiknya di Singapore bersedia membiayai kehidupannya selama ia belum mendapatkan pekerjaan. Dan apartemen ini, tentu saja dari teman itu—Elline Zhou. Emily tahu, bahwa ia tak dapat berlama-lama tinggal di apartemen mewah itu. Sama sekali tidak nyaman bergantung dengan orang lain.

                "Selamat datang di apartemen kami, Nona Zhang," sapa salah satu resepsionis apartemen tersebut. Emily menyunggingkan senyum singkat, kemudian berlalu menuju kamarnya yang terletak di lantai sembilan.  

                Rupanya Elline benar-benar telah memesankan kamar bagiku di apartemen ini. Dia baik sekali, pikir Emily senang, sambil terus berjalan cepat ke kamarnya.

                Ketika sampai di depan kamarnya, spontan Emily menoleh ke arah handle pintu. Uh… sepertinya ia perlu setting passwordnya terlebih dahulu. Emily langsung menekan empat tombol angka yang paling dihafalnya. Namun, tiba-tiba sesuatu mengusiknya.

                "Aaargh… Emily, apa kau tidak punya otak? Pria itu yang menghancurkan kehidupan dan keluargamu lima tahun silam. Apakah kau akan membiarkannya menghantuimu dengan mencantumkan tanggal lahirnya sebagai password kamarmu? Ini tindakan bodoh," erang Emily sambil mengentakkan kakinya sebal. Sesekali, gadis itu memukul ubun-ubunnya sendiri, berpikir bahwa isi otaknya perlu direfresh supaya dapat memikirkan empat angka yang akan selalu diingatnya.

                Tidak mungkin 1234. Tidak mungkin juga 4321. Kamarku akan mudah dibuka orang asing jika begini caranya, Emily terus memikirkan angka yang akan selalu diingatnya. Gadis itu memang pelupa. Entah karena banyak pikiran ataupun bawaan lahir, Emily selalu saja mempunyai alasan untuk melupakan hal yang terjadi semenit yang lalu. Ini… terkadang akan sangat merepotkan.

                Tak kunjung mendapatkan angka password setelah tiga menit lebih, Emily akhirnya menggunakan tanggal lahirnya sendiri. Kriek… pintu kamar terbuka. Dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati kamar itu begitu besar, mewah, dan terkesan mahal. Suasana ini membuat Emily merasa sungkan. Secepatnya, ia segera menata barang-barang bawannya.

Beberapa jam kemudian, Emily merebahkan tubuhnya yang lelah di balik meja kayu yang berwarna kekuningan. Satu hal lagi yang belum dilakukannya selama seharian ini. Membuat CV.

***

Bruk… Sekretaris Li meletakkan setumpuk map proposal di hadapan James Yang Fei. Pria muda berusia dua puluh lima tahun itu memijat keningnya sambil menutup mata.

"Dari siapa saja itu?" James meratapi tumpukan map setebal kurang lebih delapan sentimeter yang teronggok di atas mejanya. Ekspresinya menunjukkan raut mengenaskan.

"Oh… begini. Lima teratas ini dari Alibaba Group, lalu ini dari Shenghong Group, ini dari iQiyi, Youku, Hunan Entertainment. Ehm… ada lagi, ini dari Tencent…" Sekretaris Li terus mengoceh menjabarkan pengirim semua proposal itu. Sementara James hanya mendengarkan segenap ocehan itu dengan cermat sambil memijat keningnya.

"Cukup berikan padaku mana yang menurutmu berpotensi. Nanti aku akan membaca lagi, baru menandatangani beberapa dari itu," tukas James cepat. Pria itu mengambil tumpukan map proposal, kemudian menyerahkan kembali kepada Sekretaris Li.

"Hah?" Mulut Sekretaris Li menganga membentuk huruf O besar, menandakan bahwa ia masih belum memercayai pendengarannya. James meliriknya sekilas dengan tatapan menuntut, dan segera saja Sekretaris Li takluk.

"Ba… baiklah. Aku akan memilihkan beberapa," ucap Sekretaris Li dengan berat hati.

"Nah… begitu. Karyawan baik," ucap James tergelak. Pria itu menaikkan salah satu kakinya di atas mejanya, kemudian bersantai sebentar di kursi eksekutifnya. "Cepatlah kembali ke ruanganmu. Aku menunggu itu nanti sore."

"Hhh… baiklah, Bos," sahut Sekretaris Li singkat sambil berjalan cepat meninggalkan ruangan James.

Brak… pintu ruangan James tertutup dengan sedikit kasar. Pria itu mengernyitkan keningnya sedikit, tapi kemudian memutuskan untuk mengacuhkan bunyi tadi. "Terserah dia. Pekerjaanku sudah cukup banyak tanpa harus bertanggung jawab atas kontrak-kontrak baru," gumam James, kembali berkutat pada laptopnya.

Di ruangannya, Sekretaris Li masih memandangi tumpukan map proposal yang seharusnya diurus oleh bosnya. "Bagaimana menyelesaikan ini semua hingga nanti sore?" ratap Sekretaris Li frustasi.

Gadis itu mengambil salah satu map teratas, kemudian membaca isinya sebentar. "Ya Tuhan, aku digaji sebagai sekretaris, bukan sebagai CEO. Bagaimana aku dapat mengambil keputusan untuk hal-hal penting seperti ini?" gerutu Sekretaris Li.

"Apa mungkin tidak mengerjakannya adalah pilihan terbaik?" gumam Sekretaris Li sambil menggaruk ujung dagunya. Namun, pikiran itu segera disingkirkannya jauh-jauh. Meskipun James tidak terlihat menyeramkan, tetapi CEO muda itu bisa saja memecatnya dengan sembarangan. Ia tidak mau harus kehilangan perkerjaan yang disukainya ini.

Akhirnya, Sekretaris Li mengerjakan apa yang diperintahkan James. Ia membuka beberapa map, kemudian memisahkan mana yang bagus dan mana yang tidak menarik. Ia mengerjakannya dengan gigih sampai matahari terbenam.

***

Tok… tok… tok… seseorang mengetuk pintu ruangan James.

James yang sedang berkutat pada lembaran dokumen sambil mengerutkan kening merasa kesal dengan suara ketukan pintu yang memecah konsentrasinya itu. Huft… siapa lagi orang yang kurang kerjaan dengan mengganggu orang lain? Gerutu James.

"Siapa itu? Bukankah sudah berkali-kali kubilang untuk tidak mengetuk pintu? Suara ketukan pintu mengusikku…" James menggerutu sebal.

"Qin Ai De, kau sudah makan malam?" Tiba-tiba suara dari luar pintu menghentikan ucapan James. Suara menyebalkan yang paling tak ingin James dengar.

"Belum," sahut James singkat.

"Kalau begitu, ayo kita makan bersama!" ajak gadis itu dengan antusias.

"Uh… maaf, Sophie. Aku sedang banyak pekerjaan yang menumpuk hari-hari ini. Aku bahkan belum mengurus satupun proposal yang datang hari ini," elak James.

"Tidak apa, aku akan menunggu," ujar gadis yang bernama Sophie itu dengan sabar. "Omong-omong, kau akan berkerja sampai jam berapa?"

Belum sempat James menanggapi pertanyaan itu, kini orang baru masuk ke dalam ruangan tersebut. James memutar matanya kesal, berharap bukan kerepotan lain yang akan dihadapinya.

"Permisi, Bos. Saya telah membawa dua puluh proposal paling berpotensi menurut pandangan saya. Anda dapat mempelajari ini lagi, dan kemudian saya akan mengambilnya jika sudah selesai," ucap Sekretaris Li efektif. Yeah… gadis itu memang selalu bekerja dengan efektif.

"Baiklah."

"Kalau begitu, saya pamit," lanjut Sekretaris Li singkat sambil keluar dari ruangan CEO. James mengangguk singkat, kemudian fokusnya segera beralih pada puluhan proposal yang disodorkan sekretarisnya.

"Qin Ai De, kau akan bekerja sampai kapan?" Sophie mengulang pertanyaannya.

"Uhm… berdasarkan proposal yang sampai kepadaku barusan, kemungkinan besar aku akan bekerja sampai pukul sebelas malam."

Footnote

Qin Ai De= panggilan sayang perempuan kepada pacar laki-lakinya. Sejenis Honey, Baby, Darling.

How do you feel about this chapter?

2 1 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • Chaelma

    😃 hmm... Latarnya tentang fashion menarik juga

    Comment on chapter Prolog
  • Gladistia

    Halo kak Jessie. Ceritanya menarik, aku tunggu next-nya ya kak. ^^♡

    Comment on chapter BAB 5 Attentive Leo
  • Ardhio_Prantoko

    Dayum. Aku kurang ngefans sama cerita romance. But, mungkin ini cerita romamce pertama yg bisa aku nikmati. Ceckpoint dulu.
    Goodjob jessie.

    Comment on chapter BAB 3 Hurry
  • siboratukangtulis

    Part ini ngakak sih. Wkwkwk🤣

    Comment on chapter BAB 4 Life for Dream
  • siboratukangtulis

    Prolognya aja sudah bikin penasaran, next part gimana y?

    Comment on chapter Prolog
  • Lovender

    Semangat lanjut chapternya ya 😊

    Comment on chapter Prolog
  • AjengFani28

    Langit.. lagi..lagi..Thor . Enak ceritanya..

    Comment on chapter BAB 1 Comeback
  • AjengFani28

    Mantap kak.. lanjutin...

    Comment on chapter Prolog
  • Hadasaaa

    Suka banget sama cerita Jessie yang satu ini. Udah beda banget dari cerita Hunch yang kemarin. Aku jadi penasaran banget sama kaktusnya Leo, tuh😂. Ditunggu kelanjutannya, ya thor.

    Comment on chapter BAB 1 Comeback
  • archimut

    Kesan baca prolog nya.... Ngga pasaran. Bahkan setelah lanjut bikin kayak candu. Keren nih 😎

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Wannable's Dream
39682      5916     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
6015      1189     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
It Takes Two to Tango
461      338     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Seperti Cinta Zulaikha
1812      1180     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
Ada Apa Esok Hari
180      135     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
6828      2103     13     
Romance
Hidup Yoga berubah total setelah membeli sepatu butut dari seorang pengemis. Sepatu yang tak bisa dibuang dan selalu membawa sial. Bersama Hendi, teman sekosnya, Yoga terjebak dalam kekacauan: jadi intel, menyusup ke jaringan narkoba, hingga menghadapi gembong kelas kakap. Di tengah dunia gelap dan penuh tipu daya, sepatu misterius itu justru jadi kunci penyelamatan. Tapi apakah semua ini nyata,...
Menuntut Rasa
481      365     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Man in a Green Hoodie
4954      1216     7     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...
Cinta (tak) Harus Memiliki
5476      1395     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
She Is Falling in Love
521      326     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.