Sudah semakin dekat waktu bagi Keysa untuk melunasi hutang ayah nya kepada pak Rusdi. Malam itu Arga datang kerumah Keysa, karena sejak pagi hingga sore Keysa sulit sekali untuk di temui lantaran ia harus bekerja. Arga datang dengan tampilan yang berbeda dari biasanya, aroma tubuh yang berbeda, gaya rambut yang lebih modern, dan tangan kirinya membawa setangkai bunga mawar merah yang semerbak wanginya. Keysa terheran melihat Arga yang nampak beda dimatanya. Namun ia senang akan bunga mawar yang di dapatnya dari Arga.
"Key, kamu jangan sesekali berpikir bahwa aku mempermainkan cinta kamu ya." Arga mengawali pembicaraan.
"Kenapa aku harus berpikir demikian? Aku tau kok, kamu mencintai aku dengan tulus, buktinya kita masih bertahan sampai sekarang."
"Tapi seandainya nanti aku melakukan apa yang menurutmu itu sebuah pengkhianatan, apakah kamu masih berpikir demikian?"
Keysa tersenyum dan merangkul Arga, ia meyakinkan bahwa seluruh cintanya sudah untuk Arga dan tidak akan pernah terbagi oleh siapapun dan kapan pun itu. Malam ini Keysa merasakan kehangatan cinta yang indah dari seorang Arga. Arga memperlakukan dengan begitu istimewa bak putri raja. Keysa senang mendapat perlakuan istimewa dari Arga yang sangat disayanginya.
@@@
Sejak malam itu, Arga tidak pernah muncul lagi dihadapan Keysa. Sementara kini Keysa tengah dirundung masalah yang begitu berat, hari ini adalah waktu baginya untuk melunasi hutang-hutang ayahnya ke pak Rusdi. Pagi-pagi sekali pak Rusdi mendatangi rumahnya dan menagih janji Keysa. Dengan terpaksa Keysa harus merelakan rumahnya sebagai pengganti hutang kepada pak Rusdi. Kini ia dan ibu belum tahu akan kemana lagi setelah ini.
"Maafkan Key bu, maaf..." ucapnya menyesal.
"Udahlah Key, kamu kan udah berusaha semampu mungkin. Kalau memang ini jalan terakhir yang harus kita tempuh, kita bisa apa."
Keysa dan ibu bergegas mengemas pakaian mereka segera pergi dari rumah ini. Keysa mengajak ibunya untuk mencari kontrakan yang dekat dari kediamannya. Ditemukannya sebuah rumah yang jauh lebih kecil dari miliknya di dekat gang utama masuk ke desanya. Dengan menyepakati harga yang harus dibayarnya, Keysa dan ibu pun masuk ke dalam kontrakan rumah baru mereka.
"Key pergi dulu ya bu, ada urusan penting," ucapnya dan berlalu dari hadapan ibu.
Rupanya Keysa tengah pergi ke rumah Arga untuk mencari informasi tentang dirinya yang sudah tiga hari tidak ada kabar. Sesampainya dirumah Arga, Dery yang menemui Keysa. Tidak nampak Arga keluar dan menemui Keysa.
"Sebenernya Arga kemana sih Der, kok nggak ada kabar kayak gini?"
Dery terdiam seolah bingung harus menjawab apa.
"Sebenarnya Arga ke Singapura, dia bakal kuliah disana."
Keysa tertawa dan menganggap omongan Dery hanyalah bualan. Tapi Dery telah berucap yang sejujurnya dan sebelum Arga pergi, ia sempat nitipin surat ke Dery agar disampaikan kepada Keysa. Keysa menerima surat itu dan membacanya. Perlahan air mata merembas membasahi wajahnya.
"Kenapa Key?"
"Arga mutusin gue Der, gue nggak tau apa salah gue yang sebenernya. Kalaupun dia ingin kuliah di Singapura, gue nggak papa. Kita bisa LDR an kan, tapi ini Arga..."ucapnya terisak tangis.
Dery merangkul Key dan berusaha menenangkan dirinya. Belum lama ia mendapat musibah lantaran rumahnya yang harus jadi jaminan, dan sekarang Arga pergi tanpa alasan yang cukup jelas baginya.
"Jujur gue malu sama lo Key, gue minta maaf atas perbuatan adik gue ya."
"Lo nggak salah kok Der, mungkin nasib cinta gue dan Arga cukup sampai disini aja."
Keysa berpamitan pergi dan berlalu dari hadapan Dery. Dery melepas kepergian Keysa dengan wajah sendu.
"Maafin gue Key, maaf."
Keysa pergi ke rumah singgah. Tidak ada orang disana, rumah singgah ini nampak kosong dan sepi. Keysa duduk di bawah pohon mangga tempat biasa ia bermain bersama anak-anak rumah singgah dan Arga. Ia termenung dibawah sana sambil memikirkan Arga.
"Emang gue yang bodoh sejak awal, jelas-jelas gue dan Arga itu udah beda. Lo jahat Ga, lo yang memaksa hati gue untuk mencintai lo, lalu semudah itu lo patahin hati gue. Gue benci dan cinta diwaktu bersamaan."
Keysa yang merasa dibohongi oleh Arga kini sangat kecewa sekali dengan Arga. Seluruh cintanya telah ia beri kepada Arga, namun sekejab cinta itu berubah menjadi benci atas pengkhianatan.
Di waktu yang bersamaan Rega datang ke rumah Arga dan tengah ingin bertemu dengannya. Namun seperti yang Keysa dapat, Arga sudah pergi. Rupanya Rega tengah membawa kabar baik tentang Arga. Satu tahun yang lalu, Rega memungut kertas puisi yang dibuang oleh Arga. Diam-diam Rega mendaftarkan puisi tersebut dalam ajang Poetry National Award, dan lebih untungnya lagi puisi tersebut menang. Rega pun menitipkan puisi milik Arga yang sudah dikemas menjadi sebuah buku yang indah. Rega pun berlalu dari hadapan Dery. Sementara Dery perlahan membuka puisi tersebut lalu membacanya.
Aku mengejarmu
Lalu dia sengaja mengejarku
Tapi aku terus mengejarmu
Namun dia tak pupus harapan mengejarku
Adakah engkau mimpi yang menghampiriku
Ataukah dia sang duka yang menghampiriku
Aku hilang
Dan perlahan
Tenggelam dalam rindu dan kenangan
Dery terdiam sesaat setelah membaca puisi karangan Arga. Perlahan bulir air mata jatuh lalu segera ia menyekanya. Rumah benar-benar nampak sepi dan kosong. Tiada canda dan tawa. Arga bagaikan air dalam rumah ini. Kepergiannya serasa membuat rumah ini menjadi gersang.
*****
Satu bulan sudah Keysa hidup tanpa adanya Arga di tengah-tengah harinya. Seringkali ia berucap benci di hadapan semua orang, namun tidak menutupi kemungkinan bahwa hatinya masih berkata ia masih cinta. Di bawah naungan bintang dan bulan ia merenung. Mendekap nasib cintanya yang suram. Seringkali pula terbesit dipikirannya bahwa cinta telah mempermainkan hatinya. Sesaat cinta membuatnya bahagia bak berlian dan mutiara di lautan, namun sekejab cinta berubah menjadi sesuatu yang bengis dengan sejuntai belati yang siap menusuk setiap bagian tubuhnya, terutama hati.
"Gue nggak tau harus gimana lagi, bayang-bayang lo selalu muncul di pikiran gue Ga, lo itu manusia paling jahat yang pernah gue temui. Gue nggak nyangka lo bakal ngelakuin hal ini pada diri gue." gumamnya.
Keysa seakan sulit sekali bernafas di dunia ini, setiap langkah yang ditempuhnya selalu mengingatkannya pada sosok Arga. Jalanan yang biasa mereka lewati, rumah singgah tempat mereka mengajar, dan Origami mimpi yang masih menggantung di kelambu kamar Keysa. Semua masih mengingatkannya pada Arga.
"Mungkin dengan gue enyah dari kota ini, gue bakal bisa ngelupain lo Ga." gumamnya.
Keysa mengakhiri lamunannya dan beranjak ke kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan berharap mimpi kan segera menyapanya. Belum lama matanya terpejam, ponsel yang ada di dekatnya berdering.
"Hallo," Keysa mengawali pembicaraan.
Seorang perempuan yang merupakan Manager dari sebuah perusahaan IT menelfonnya lantaran ingin menawarkan pekerjaan kepada Keysa di Jakarta. Keysa terdiam sejenak, lalu ia menerima tawaran tersebut. Menurutnya, dengan mengambil pekerjaan itu dan ia berlalu dari kota ini, ia akan bisa melupakan Arga walau tidak secepat yang dipikirkannya. Ia pun beranjak dari ranjang lalu menemui ibunya.
Disampaikannya atas tawaran kerja yang di terimanya ke Jakarta kepada ibu. Ibu nampak sedih dan berat kehilangan Keysa. Namun ia juga tidak bisa memaksa Keysa untuk tetap disini yang nantinya malah membuat Keysa semakin sakit hati. Dengan ikhlas ibu memberi Keysa restu untuk pergi bekerja di Jakarta.
Siang hari Keysa diantar oleh ibu menuju stasiun gubeng. Ibu nampak khawatir melepas Keysa seorang diri menuju Jakarta. Namun ini yang terbaik bagi Keysa, walau terkesan sulit, pasti akan menimbulkan suatu kebahagiaan diakhir nanti.
"Kamu jaga diri baik-baik ya Key, sering-sering hubungi ibu. Jangan bersedih lagi, kamu harus bangkit." tutur Ibu.
Keysa tersenyum dan merengkuh sang ibu. Sesaat kemudian kereta jurusan Jakarta telah tiba, Keysa berpamitan kepada ibu dan bergegas memasuki gerbong kereta. Ia pun duduk di sebelah perempuan seumuran ibunya. Perlahan kereta melaju dan seiring dengan ditutupnya kenangan Keysa bersama Arga di Surabaya.
"Walaupun di kota ini gue merasa sakit, namun gue nggak bisa nyangkal kalau kota ini bersejarah banget bagi gue. Masa kecil, remaja, ataupun percintaan gue berakhir di kota ini. Terlalu banyak kenangan yang sulit sekali terlupakan di kota ini."
Ia pun menidurkan dirinya dan berharap akan segera sampai di Jakarta. Berjam-jam ia terduduk di dalam kereta dan akhirnya ia sampai juga di kota Jakarta. Kota yang ramai, banyak berdiri gedung-gedung pencakar langit, menjadi daya tarik tersendiri bagi dirinya. Keysa turun dari kereta dan menuju halte transjakarta untuk segera sampai ke kantor tempatnya akan bekerja. Sesaat kemudian bus transjakarta tiba dan ia pun melangkah masuk ke dalamnya.
"Bener orang bilang, Jakarta itu macet banget."
Keringat bercucuran membasahi wajahnya, walaupun sudah malam, udara di Jakarta begitu panas. Dan tibalah ia di kantor seperti dengan alamat yang tertera di ponselnya. Keysa beranjak memasuki kantor dan meminta satpam untuk menemukannya dengan bu Dini, manager kantor ini. Segera satpam memberi petunjuk ruangan bu Dini. Key beranjak masuk dan ditemuinya bu Dini.
"Pasti perjalanan kamu melelahkan sekali ya?"
"Iya bu, Jakarta beda sekali dengan Surabaya ya bu."
Bu Dini tersenyum, lalu ia memberi tau Keysa apa yang harus dikerjakannya di kantor ini. Ia pun bertanya kepada Keysa tentang tempat tinggalnya nanti. Keysa masih belum mengetahui ia akan tinggal dimana.
"Di lantai dua ada ruangan yang sudah tidak terpakai, biasanya dulu kami pakai sebagai tempat penampungan tamu dari luar kota. Jika kamu berkenan, kamu bisa memakainya."
Keysa menerima tawaran bu Dini untuk tinggal di ruang atas. Bu Dini pun mempersilahkan Keysa untuk naik ke atas dan merapikannya, esok hari mulai jam 8 Keysa harus bekerja.
****
Dua minggu Keysa menjalani hari-hari dengan disibukkan oleh pekerjaan membuat Keysa merasa sedikit lebih melupakan Arga. Malam ini adalah malam minggu, esok ia libur bekerja. Berdiam diri di ruangan yang jauh dari keramaian membuatnya merasa bosan. Ia pun melangkah pergi untuk sekedar menghibur diri. Rasa lapar pun mencuat, dilihatnya sebuah warung bakso di ujung jalan utama, Keysa pun mendekat.
"Bu, baksonya satu." ucapnya berbarengan dengan seorang lelaki yang ternyata adalah Dery.
"Dery, lo ngapain disini?" tanya Key terkejut.
Dery pun mengajak Keysa duduk sambil menanti bakso mereka.
"Gue kerja disini, lo sendiri?"
"Sama, gue juga kerja disini."
Keduanya pun saling berbincang, rasanya sudah lama sekali Keysa tidak saling berbincang bersama Dery, walaupun kenyataan yang sebenarnya tidak. Keysa berada di Jakarta masih baru dua minggu, sementara Dery masih seminggu yang lalu.
"Arga gimana?"
Tiba-tiba Keysa mempertanyakan soal Arga yang sontak membuat Dery terdiam. Sesaat kemudian Bakso pesanan mereka telah tiba di hadapan mereka. Keysa tertawa kecil sambil membatalkan pertanyaan yang barusan keluar dari mulutnya.
"Lo masih sayang sama Arga ya Key?"
Key terdiam dan tertawa seolah menahan tangis.
"Kayaknya udah nggak ada lagi cerita gue sama Arga Der, gue ikhlas kok jika memang itu keputusan Arga, gue terima. Udah ah...gue nggak mau bahas itu lagi."
Dery pun mengalihkan pembicaraan diantara keduanya. Seusai makan, Dery berniatan untuk mengantar Keysa pulang. Keysa menerima tawaran Dery dan mereka pun beranjak ke tempat Keysa tinggal.
"Kapan-kapan gue main kesini boleh kan Key?"
"Boleh, asal jangan pas jam kerja aja."
Dery pun berpamitan pergi dan berlalu dari hadapan Keysa. Sesaat setelah Dery pergi, Keysa membuka tas ranselnya lalu mengambil sebuah foto di dalamnya.
"Nggak ada kabar yang bisa gue dapat tentang lo Ga, lo kayak ngilang ketelan bumi gitu aja. Gue nggak tau sebenarnya apa yang lo pikirin saat lo memutuskan untuk pergi dari hidup gue. Tapi gue seneng, karena gue tau nya sekarang. Karena cinta gue terlalu tulus untuk lo miliki."
Masa lalu adalah suatu hal yang sulit terlupakan. Kemanapun kaki berpijak, masa lalu seakan enggan untuk berlalu. Karena masa lalu adalah tali menuju masa depan. Sulit bagi Keysa untuk melepas tali itu begitu saja dalam hidupnya.
"Tapi gue masih penasaran, atau ini hanya perasaan gue aja ya. Kenapa Dery bisa ketemu sama gue? Apa karena kebetulan ya? Kayaknya nggak mungkin. Ya udahlah, gue kenal sama dia kan udah lama, gue nyaman kok jadi sahabatnya."
Dengan meninggalkan penat dikepalanya Keysa pun memejamkan matanya hingga tertidur pulas.
Bagus kak bikin baper π
Comment on chapter EPILOG