Setelah memperbincangkan mengenai jodoh yang tidak diketahui keberadaannya, yang entah kapan datangnya maka tak ada satu pun yang sanggup meramalkan kepada siapa hati akan berlabuh, menambatkan rasa kasih untuk sang pemilik hati.
Terlihat seorang pria termenung, mengggamit pikiran-pikiran yang sudah 3 hari berlalu. Jodoh? Rasanya sudah waktunya. Namun, siapa yang telah menarik jiwa ini? Adakah yang mampu mengisi kekosongan di hati?
“Aku ingin memiliki seseorang itu.” Ucapnya tersenyum melihat ke langit yang menunjukan warna bersahabat dengan manusia. Melukiskan bahwa hari ini semesta sedang bersahabat.
“Apakah mungkin?” serunya kembali dengan perasaan hati yang gusar.
Kebimbangan sering kali melanda hati dan perasaan manusia. Kebimbangan muncul ketika adanya keraguan di dalam diri, jika kita terbiasa ragu-ragu dalam mengambil keputusan, kita akan menjadi gamang menjalani hidup ini, kita akan menjadi orang yang tidak punya pendirian mengakibatkan logika bertolakbelakang dengan hati, tidak sejalan sebagaimana mestinya. Logika menginginkan aku harus melakukannya dengan dan bagaimana caranya sedangkan hati menahan untuk melakukan suatu ketidaklogisan yang di luar dari nalar manusia.
Kebimbangan juga juga menjadi tolak ukur antara logika dan iman. Bukan berarti logika sebagai penghancur iman, terkadang dalam kondisi apapun harus melihat segala sesuatunya dengan pemikiran terbuka (open mainded). Karena itulah kebenaran berdasarkan iman merupakan cinta dan kasih Allah kepada umatnya.
Iman yang lemah, dalam Al-Qur'an sudah dikatakan sifat ragu-ragu atau was-was adalah hasil tipu daya setan, jika seseorang sering ragu dalam mengambil keputusan berarti orang tersebut imannya lemah, orang yang kuat imannya tidak akan bisa setan mempengaruhinya dalam mengambil keputusan. Apa lagi sering berpikiran negatif terhadap suatu hal, jika seseorang sering mempunyai pikiran yang negatif terhadap berbagai hal maka ketika orang tersebut dihadapkan kepada pilihan dalam mengambil keputusan, orang tersebut menjadi ragu-ragu dalam mengambil keputusan karena semua pilihan yang akan diambilnya terlihat negatif di pikirannya.
Maka dari itu kembalilah kita lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, yang memiliki jagat bumi beserta isinya. Jangan berusaha menghindari apa yang menjadi problem (masalah), ketika merasa bimbang mengambil keputusan mengadulah kepada-Nya, mintalah petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kuatkan mental, ambilah keputusan yang terbaik dari yang terbaik dan janga ragu-ragu lagi. Setiap keputusan pastilah mempunyai resiko, mau tidak mau, suka tidak suka tentunya harus dijalani. Jika itu bersifat negatif, jadikanlah itu pembelajaran hidup selanjutnya karena hal tersebut sudah biasa terjadi, jangan disesali dikemudian hari yang penting kita sudah memikirkan dengan matang terhadap keputusan yang akan kita ambil.
“Kamu terlihat gusar Dzik!” Taufan tiba-tiba menghampirinya terduduk di bangku taman kampus yang tak jauh dari kelasnya.
“Ah, tidak juga.” Ucapnya datar.
“Kamu melamunkan apa sih?” Taufan angkat bicara.
“Kamu ingat apa yang aku bicarakan padamu waktu itu?” tanya Dzikri dengan penuh teka-teki.
“Hmmm.” Taufan berkutat dengan pemikirannya sendiri.
“Perbincangan kita tidak terjadi satu sampai dua kali Dzik, bisa diperjelas kembali apa sebenarnya maksudmu?” Taufan melanjutkan pertanyaannya.
Mengenai jodoh.” Jawabnya dengan nada bicara yang teramat pelan.
“Lalu?” Taufan masih terlihat bingung.
“Aku menginginkannya.” Dengan intonasi yang tidak berubah.
“Benarkah?” jawab Taufan antusias.
“Tentu.” Dzikri dengan mata yang berbinar.
“Kepada siapa?” ungkapnya dengan rasa penasaran.
“Entahlah.” Ambiguitas menjadi persoalan ini.
“Bagaimana bisa seperti itu? Kamu menginginkannya tetapi tidak tahu kepada siapa menambatkan hati.”
“Matakuliah Bu Windi, yang membuatku tertarik akan hal itu.” Ucapnya polos.
“Aneh, ada angin apa kamu bisa seperti ini?” Taufan berkomentar.
“Ada rasa ingin memiliki, ada rasa di mana hanya aku yang mengetahuinya. Ada rasa bahwa aku membutuhkan suatu sandaran selain kedua orangtua dan keluarga, membutuhkan tempat ternyaman selain rumah sendiri, membutuhkan kesegaran dunia selain bumi Allah ini. Pada dasarnya aku juga manusia, haus akan kasih sayang dari orang-orang yang aku cintai dan sayangi. Satu hal yang harus kamu tahu, aku juga mencintai wanita, sama seperti pria-pria lain. Seperti yang kamu lihat, aku memang jarang sekali berkomunikasi dengan wanita.”
“Aku paham akan hal itu. Apakah kamu serius dengan perkataanmu? Taufan menyelidik.
“Aku serius untuk masalah ini. Hanya saja, ini belum waktunya Fan. Aku selalu mempertimbangkannya setiap hari.” Nada kecewa.
“Bukankah hal seperti itu harus disegerakan, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?”
“Aku berpikir seperti itu juga, ada hal yang jauh lebih penting dari ini karena Allah akan memberikan kepadaku seseorang yang Dia tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang aku cari selama ini dari pada membuat ku membuang-buang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai itu.”
“Namun aku tak ingin terburu-buru untuk mengambil keputusan ini, masih ada banyak hal yang harus aku perbaiki. Terutama dalam diri ini. Perkara jodoh dan segala usaha yang ku lakukan, aku serahkan kepada dzat yang Maha Benar dan Maha Baik. Allah S.W.T.”
“Jadi apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” Taufan bertanya kembali
“Aku akan bersabar dalam memantaskan dan membenahi diriku dengan siapa yang nantinya akan menjadi rumah dan ibu dari anak-anakku. Pada akhirnya tujuan terakhir dalam menyempurnakan separuh agama adalah pernikahan, di mana mahligai cinta untuk pertama kali di bangun. Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid. Aku Daripada kita trus meminta kpd Allah, seseorang yg seperti apa yang kita inginkan, Lebih baik kita isi hari2 kita untuk trus membenahi diri Karena sesuai dengan janji Allah dalam Qu’an Surat An-Nur ayat 26.” Jelasnya Panjang lebar.
“Aku mendapatkan pelajaran baru darimu hari ini. Terima kasih.” Ucap Taufan.
“Kembali kasih.” Dzikri mengukir senyumnya.
Memantaskan diri dan berbenah diri bukan hanya perkara jodoh melainkan perkara akhirat. Amal baik apa yang sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, pertanggungjawaban apa yang akan ditujukkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala nantinya, pertanggungjawaban yang akan membawa seseorang kepada Jannah dan keabadian yang hakiki. Memantaskan dan berbenah diri bukan hanya perkara akhirat melainkan perkara dunia juga. Ilmu dan kebaikan apa yang sudah membawa seseorang menjadi pribadi lebih baik dari sebelumnya, membuat seseorang hijrah dari yang buruk menjadi lebih benar untuk selanjutnya. Bagaimana mempelajari kehidupan yang lebih dari layak untuk disinggahi dengan bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki, bukan bertindak seolah-olah di bumi ini kamu mengetahui segalanya.
Ketika memperdebatkan perkara dunia, maka dengan mudahnya berkata "Aku ingin memperbaiki diri terlebih dahulu." Memperbaiki dalam segala bidang aspek kehidupan mulai dari ibadah, pakaian, perkataan, tindakan, cara bergaul dengan sesama, bahkan mempelajari kembali cara berkomunikasi yang benar dengan khalayak ramai.
@Riyuni Sukses yaa, semangat jg :)
Comment on chapter Perjumpaan yang Mengagumkan