Sial! Terlambat!
Tidak habis-habisnya Anya merutuki dirinya sendiri karena telat bangun di hari ujian kenaikan kelas. Anya Revana, yang terkenal dengan keteladanannya sejak ujung sepatunya memasuki pelataran sekolah di hari masa orientasi tidak pernah terlambat, bahkan sampai sekarang dirinya sudah ada di penghujung kelas sebelas.
Hari ini adalah ujian kenaikan kelas hari pertama. Betapa sialnya Anya, karena telat ia harus melakukan ujian di ruang panitia. Sebenarnya tidak masalah juga sih, toh Anya punya otak yang cerdasnya luar biasa. Masalahnya itu hanya satu, Anya sudah melanggar perjanjian dengan dirinya sendiri. Perjanjian untuk tidak pernah membuat masalah di sekolah. Tapi sekarang apa? Sudahlah, hanya telat. Bukanlah masalah yang besar kan.
"Pokoknya lo jangan sampai bocorin ke siapa-siapa masalah ini."
Anya menghentikan langkahnya saat mendengar suara seseorang di sebuah lorong dekat kamar mandi laki-laki. Ia memundurkan langkahnya sedikit agar tubuhnya tertutup oleh dinding, agar bisa menguping pembicaraan mereka. Menguping? Memangnya apa pentingnya masalah mereka di kehidupan Anya? Entahlah. Kembali lagi, di sana berdiri dua orang laki-laki yang entah sedang membicarakan apa. Yang pasti, sepertinya pembicaraan tersebut sangat serius. Terlihat dari kerutan yang ada di kening salah satu laki-laki tersebut.
"Santai aja sih, bro," Kata seorang laki-laki sambil menepuk bahu temannya tersebut. "Lagian ngapain gue bocorin, kan? Toh, gue juga dapet untung dari jual kunci jawaban tersebut." Katanya sambil tertawa renyah.
Anya terperanjat mendengar kata-kata laki-laki tersebut. Kunci jawaban? Masih ada kah orang di tahun 2019 ini yang mengandalkan kunci jawaban untuk mendapatkan nilai yang bagus?
"Pokoknya lo atur jangan sampai ada yang tahu masalah ini." Kata laki-laki yang tadi bahunya ditepuk itu.
Anya masih mendengarkan pembicaraan mereka, sampai tiba-tiba bahunya ditepuk oleh seseorang.
"Loh Anya? Tadi kan Ibu suruh kamu langsung masuk ke ruang panitia, kenapa masih di sini?"
Itu Bu Gita, guru piket yang tadi menemukan Anya terlambat. Anya masih bergeming. Ia yakin, jika dua laki-laki di lorong dekat kamar mandi tersebut mendengar teguran Bu Gita kepadanya.
Anya masih terdiam sampai tangannya ditarik untuk segera menuju ruang panitia—untuk melaksanakan ujian—meninggalkan dua orang laki-laki tersebut dengan pembicaraan mereka. Dan meninggalkan senyuman miring dari salah satu laki-laki tersebut, yang entah kenapa wajahnya cukup familiar di mata Anya.
Sepertinya hidup gue nggak akan aman setelah ini.
Lanjutttttt!!!!