LEAD TO YOU – PART 10
*****
Mobil berhenti dan Alghaz mengajakku turun, aku sudah berganti baju dengan pakaian muslim biasa, namun Alghaz tetap menggunakan setelan jasnya yang telihat mahal. Mataku mengamati sekitar, ada tulisan pada dinding di depanku sekarang, ‘Devran Next Life Property’s Building’. Jadi ini tempat Alghaz bekerja dan ini merupakan pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Alghaz menggandeng tanganku dan menarikku menuju sebuah lift, beberapa orang menundukkan kepala padanya. Tapi Alghaz terkesan mengabaikan sapaan mereka, sepertinya ia berubah menjadi orang yang menakutkan kalau di kantor. Aku dan Alghaz masuk ke dalam lift-nya.
Ting!
Pintu lift terbuka, dan taburan bunga menyambut kami berdua. Ucapan selamat juga mengiringi keriuhan penyambutan pengantin baru, yaitu aku dan Alghaz. Alghaz tertawa riang sambil melihat ke arahku yang terkejut. Kemudian ia berbicara tanpa suara kepadaku, “Omar dan Lidya yang mengatur semua ini.” Aku mengangguk dan tersenyum. Semua karyawannya memberikan ucapan selamat pada kami berdua, beberapa memberikan buket bunga yang cantik padaku. Ternyata Omar dan Lidya merencanakan ini dengan sangat baik, kami masuk ke dalam aula yang lumayan besar, dan di sana sudah tertata meja-meja besar dengan beberapa booth makanan di setiap sudut ruangan. Yang menarik adalah dekorasi bunga hidup yang dibuat seolah-olah ini adalah sebuah pernikahan besar. Apa maksudmu Gadis? Apa kau menginginkan pernikahan yang lebih besar dari ini? Pikiranku mulai meracuniku. Tentu saja bukan itu maksudku. Intinya aku benar-benar terkejut dengan pesta yang dirancang teman Alghaz ini.
Omar menghampiriku dan Alghaz, “Bagaimana? Kalian suka pestanya?”
Aku dan Alghaz mengangguk bersamaan, “Thank’s Omar” sahut Alghaz.
“Terima kasih, Omar” ujarku.
“Sama-sama Mrs. Devran” selorohnya membuatku bersemu merah karena malu dipanggil Mrs. Devran.
Tiba-tiba Lidya menghampiri Omar dengan wajah tegangnya, ia membisikkan sesuatu pada Omar yang tidak bisa kudengar dengan jelas. Tapi aku seperti mendengarnya menyebut nama seorang wanita, Amber. Yang pasti setelah itu Omar langsung menarik Alghaz menjauh dariku dan mereka berdua menghilang keluar ruangan. Lidya juga pergi meninggalkanku ketika aku menatapnya. Rasa penasaran membawaku ikut keluar juga menyusul mereka.
Di depan meja Lidya terlihat Omar sedang berbicara dengan Lidya. Alghaz tidak terlihat di dekat mereka. Aku menghampirinya, “Ada apa?” tanyaku. Lidya dan Omar terlihat kaget dengan suaraku yang tiba-tiba.
“Gadis? Ehm---“ Omar terlihat gugup sekarang, karena matanya bergerak-gerak melihat ke arah pintu di belakangku. Ia seperti ketakutan ada seseorang yang keluar dari sana.
Karena didorong lagi rasa penasaran, aku berjalan menuju ke arah pintu itu. Bukan bermaksud mengintip atau apa, tapi pintu itu memang tidak tertutup rapat, maka aku mendorongnya sedikit dan aku bisa melihat adegan yang tidak kusangka-sangka. Di tengah ruangan, aku melihat Alghaz, yang sekarang sudah menjadi suamiku, sedang berciuman dengan seorang wanita berambut coklat panjang. Aku memang hanya melihat dari belakang wanita itu, tapi aku bisa melihat posisi Alghaz dan wanita itu memang dalam posisi orang yang sedang berciuman. Jantungku seketika berpacu lebih cepat dan terasa sakit pada setiap detaknya. Dada dan mataku panas seketika. Aku menutup pintunya dan berjalan menjauh.
Belum sempat aku melangkah lebih jauh dari sana, pintu di belakangku terbuka lagi dan keluarlah seorang wanita cantik dengan pakaian serba ketat membalut tubuhnya, dari mulutnya keluar sumpah serapah dan makian yang tidak jelas ditujukan untuk siapa.
“Aku tidak terima! Mana mungkin---“ makiannya berhenti ketika ia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sekilas aku melihat Omar dan Lidya menahan napasnya. “Kamu siapa?!” tanyanya keras ditujukan padaku.
Aku menelan ludahku dan menganggsurkan tanganku untuk bersalaman, “Saya Gadis” sahutku.
Matanya melebar dan menyala-nyala, ia menatap Omar dengan marah, “Jadi ini yang namanya Gadis? Wanita yang sudah membuat Alghaz jadi berubah jadi pria aneh dan meninggalkanku untuk menikahimu, huh?” ketusnya kembali menatapku atas bawah dengan tatapan merendahkanku.
Aku menghela napas, wanita ini pasti salah satu wanita Alghaz. Aku tahu dari cerita Bu Ami mengenai wanita-wanita yang dekat dengan Alghaz itu hanyalah mainan Alghaz saja karena merasa kesepian. Tanpa diduga wanita itu mendorongku dengan kuat, membuatku mundur beberapa langkah ke belakang. Omar menepis tangan wanita itu dan menghardiknya, “Amber! Jangan pernah sentuh dia, Alghaz akan makin membencimu, kau tahu itu!”
Dan dalam hitungan detik, Alghaz juga sudah ada di depanku, ia menggenggam tanganku di belakang tubuhnya. Menyembunyikanku dari amukan wanita yang tidak rela ia tinggalkan itu, mungkin. “Omar benar, jangan pernah berani menyentuhnya, Amber! Atau kau akan menyesal!” ancamnya dengan suara berat yang menakutkan. Mata Amber membeliak marah, berkilat-kilat menatap Alghaz dan Omar bergantian.
“Kau yang akan menyesal karena sudah memilih wanita kampung itu, Alghaz! Kau akan memohon kembali padaku---dan kau tahu? Saat itulah aku akan menendangmu keluar! Tunggu saatnya!” Amber membalas mengancam Alghaz.
“Oya? Tunggu saja sampai rambutmu memutih dan kulitmu keriput Amber!” sahut Alghaz dan membuat Amber berteriak kesal sambil berlalu dengan marah.
Alghaz memutar tubuhnya menghadapku, tangannya masih memegang tanganku. “Kamu baik-baik saja kan?” tanyanya cemas.
Aku mengangguk.
..
Aku masih terdiam sampai mobil benar-benar berhenti di depan rumah Alghaz. Aku juga tidak bertanya siapa Amber. Aku menunggu Alghaz yang menjelaskannya padaku. Hatiku masih kesal karena melihat adegan tadi. Bu Ami menyambut kami dengan suka cita. “Selamat datang pengantin baru...” ocehnya sambil tersenyum bahagia.
Aku mencium tangannya, “Assalamualaikum Bu, terima kasih” sahutku seraya berlalu masuk ke dalam dan menuju ke kamarku. Tapi langkahku terhenti ketika kudengar suara Alghaz memanggilku.
"Gadis! Kau mau kemana?" tanyanya.
“Ke kamarku...”
"Kamarmu bukan di sana lagi, mulai hari ini kamarmu di kamarku!" ujar Alghaz tegas.
Ya, tentu saja! Aku bukannya lupa kalau aku sudah menikah dengannya hari ini. Tapi saat ini aku merasa marah padanya, karena sikapnya tadi! Ia sudah menjadi suamiku tapi masih berciuman dengan wanita lain? Istri mana yang tidak marah? Dan sekarang aku sedang ingin sendiri.
“Aku akan ke sana nanti” sahutku dan membuat Alghaz menghampiriku.
“Tidak boleh nanti! Kamu ikut bersamaku sekarang” tukasnya penuh nada perintah dan meraih tanganku kemudian menarikku menuju kamarnya.
"Tapi saya mau shalat dulu..." aku mencari alasan lain.
Alghaz menghela napasnya, "Kamu bisa shalat di kamar kita, dan barang-barangmu sudah ada di sana semua!" ujarnya. Aku tidak punya alasan lain untuk mengelak.
Aku memasuki kamar yang seterusnya akan menjadi kamarku dan Alghaz. Kamarnya cukup besar dan terdapat sofa dengan dinding kaca di salah satu sisinya. Aku juga melihat lemari besar tambahan yang baru aku lihat ada di kamar ini. “Itu lemari pakaianmu” katanya seolah tahu apa yang kupikirkan.
Alghaz membuka kemejanya begitu saja, ia melemparkan kemejanya di atas tempat tidur, melihat ke arahku yang masih membeku karena melihatnya bertelanjang dada. "Apa kamu mau di situ terus melihatku melucuti celana?" ledek Alghaz seraya berjalan mendekatiku.
Aku masih mengucap Masya Allah berulang kali dalam hati ketika Alghaz kembali memanggil namaku di depan wajahku, "Gadis..." serunya, “bukankah kamu bilang mau shalat?”
Aku tersadar dan menyahut sambil pergi buru-buru dari hadapannya, "Ah, iya---saya mau shalat" bisa-bisanya Alghaz membuka bajunya sembarangan! Duh bagaimana kalau malam ini Alghaz menuntut haknya sebagai suami? Memintaku melayaninya di tempat tidur? Ya Allah aku masih takut.
Ketika selesai shalat, aku melihat dua buah koper besar dan satu buah koper kecil sudah rapi di samping tempat tidur. Alghaz menoleh ke arahku dan menatapku dengan ekspresi aneh, “Apakah kau tidak akan membuka jilbabmu di depan suamimu?” tanyanya.
Jantungku berdegup kencang, aku tahu seharusnya aku bisa membukanya di depannya sekarang. Aku menelan ludah, “Nanti-saya- akan membukanya...” jawabku gugup.
“Baiklah, terserah kau saja” katanya, ia memberikan gestur agar aku duduk di sebelahnya, “duduk sini.”
Kemudian ia memberikan KTP dan sebuah passport padaku, aku membukanya dan terkejut karena keduanya adalah dokumen dengan namaku. Aku menatapnya bingung.
“Mudah saja buatku untuk membuat ini tanpa sepengetahuanmu, Dis” ujarnya.
Aku mengangguk.
“Kita akan pergi besok, ke Amsterdam. Untuk bulan madu sekaligus aku juga ada perjalanan bisnis ke sana” ujarnya membuatku membelalak menatapnya. Apa ini alasannya menikahiku secara mendadak? Ia tidak mau meninggalkanku di sini, tapi dia juga tahu aku tidak akan mau ikut kalau tidak jelas alasannya.
"Tapi, saya belum pernah naik pesawat"
"Terus?" Alghaz berdiri dan meraih tanganku untuk ikut berdiri juga, aku menahan napas ketika tangan Alghaz meraih pinggangku dan merapatkan tubuhnya padaku. “Selalu ada yang pertama untuk semua hal, Gadis” ujarnya.
Aku tahu tidak mungkin menolak perintahnya dan pasrah menjadi nama tengahku sekarang. Tapi aku masih meradang bila mengingat kejadian tadi sore di kantornya. Adegan Alghaz bersama wanita bernama Amber itu.
*****
@yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir
Comment on chapter Lead To You - Part 2