Loading...
Logo TinLit
Read Story - LEAD TO YOU
MENU
About Us  

LEAD TO YOU – PART 4

*****

Aku sedang sibuk membantu Bu Ami di dapur ketika pagi itu Tuan Alghaz yang sudah berpakaian rapi masuk tanpa permisi. Ia duduk di kursi yang tinggi menghadap meja tempat Bu Ami meracik masakannya. Bu Ami pun sempat terkejut melihat kedatangan Tuan Alghaz di ruangan itu.

“Nanti Omar akan menjemputmu untuk melihat sekolah yang kurekomendasikan” katanya.

Mataku membesar melihat ke arahnya, secepat itukah ia bisa mendapatkan sekolah untukku? Dalam waktu satu malam saja. Tuan Alghaz benar-benar orang yang berpengaruh kalau benar begitu.

“Temanku merekomendasikan sekolah umum yang bagus, nanti kamu bisa lihat dan tentukan sendiri, apakah cocok untukmu atau tidak...”

“Terima kasih Tuan Alghaz, saya---“ aku tidak bisa meneruskan ucapan lain lagi, karena ternyata air mataku mengalir tanpa bisa kubendung lagi. Aku terharu sekaligus bahagia bisa bersekolah lagi. Bu Ami tersenyum senang melihatku. Kemudian Tuan Alghaz memutar tubuhnya keluar dari area dapur dan aku bersumpah tadi melihatnya tersenyum tipis.

Aku kembali melanjutkan pekerjaanku dengan hati yang riang. Membayangkan diriku bersekolah lagi dan mendapatkan teman baru. Allah selalu memiliki skenario yang baik untuk umatnya. Mungkin memang aku ditakdirkan bertemu Tuan Alghaz untuk bisa melanjutkan sekolahku.

Tuan Omar datang tepat jam 10 pagi itu, ia membawaku menuju sekolah yang tadi disebutkan Tuan Alghaz sebelum pergi ke kantor. Lima belas menit kemudian kami sampai di sebuah tempat dengan gedung besar di dalamnya,  nama sekolahnya  tertulis besar pada gedungnya, SMU KIARA BANGSA.

Gedung berlantai empat dengan warna biru muda dan putih itu berdiri dengan megahnya di depanku. Sekolah ini sepuluh kali lipat lebih bagus dan lebih besar dari pada sekolahku yang lama. Aku menelan ludah memandang gedungnya. Melihat gedungnya saja membuatku mengkerut.

“Ehm, Tuan Omar---apa ini tidak salah?”

“Jangan panggil aku dengan Tuan Omar, Gadis. Panggil saja Omar atau Oppa” katanya sambil tertawa ringan. Aku kurang paham maksudnya minta dipanggil oppa, bukankah itu panggilan untuk kakek-kakek?

“Saya panggil Pak Omar saja kalau begitu”

“Ya terserah kamulah” ujarnya.

Pak Omar mengajakku masuk menuju kantor kepala sekolah. Setelah beberapa lama aku menunggu di luar, ia memanggilku masuk ke ruangan. Kepala Sekolah yang ternyata perempuan tapi warga keturunan itu melihatku dari atas sampai bawah. Aku menyebutnya warga keturunan karena warna rambutnya yang pirang. Mataku berputar mengamati ruang kepala sekolah yang mewah itu. Kemudian aku melihat ke arah Pak Omar yang menatapku dengan tatapan ‘bagaimana menurutmu?’

“Pak Omar, bisa saya bicara sebentar?” tanyaku sopan. Pak Omar mengangguk dan memberiku jalan untuk keluar ruangan lebih dulu. Aku menghela napasku dan berkata, “saya tidak merasa cocok sekolah di sini, bisakah kita cari sekolah yang biasa-biasa saja?” tanyaku.

Kedua alis Pak Omar meninggi, “Ini sekolah bagus, Gadis. Saya rasa Alghaz pengin kamu enggak sekolah di tempat yang biasa-biasa saja” sahutnya.

“Tapi, tadi pagi Tuan Alghaz bilang saya bisa bilang kalau saya merasa tidak cocok...” balasku.

Pak Omar menghela napasnya sambil mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang, aku merasa dia menelepon Tuan Alghaz. Aku hanya mendengar, “Ya” “Baiklah” “Sekolah yang dia mau?” Pak Omar melirik kearahku. “Oke” dan Pak Omar menutup teleponnya.

Ia menghela napasnya dan kembali melhatku, “Baiklah, ada satu sekolah di mana keponakanku juga pernah bersekolah di sana, mari kita coba ke sana” katanya.

“Terima kasih Pak Omar”

Ia mengangguk.

Sekolah berikutnya yang kami kunjungi adalah sekolah swasta yang berlokasi tidak terlalu jauh dari yang tadi, masih daerah Jakarta Selatan. SMU Anggrek, sekolah dengan gedung dua lantai dan tidak terlalu besar, terdapat lapangan basket dan futsal di tengah gedungnya, suasananya yang terlihat lebih akrab dan juga kepala sekolahnya yang menggunakan hijab, sama sepertiku. Ibu Puji, nama Kepala Sekolahnya menyambutku dengan ramah, ia memujiku dan memintaku datang besok untuk melakukan tes masuk. Aku mengangguk senang dan mengucapkan terima kasih padanya. Ini sudah masuk tengah semester, tentu saja aku banyak tertinggal pelajaran. Bu Puji mengingatkanku tentang hal itu, dan dengan baik hati ia meminjamkan beberapa buku paket padaku untuk kupelajari sebelum tes besok.

.

.

.

Setelah selesai membantu Bu Ami menyiapkan meja makan untuk menyambut kepulangan Tuan Alghaz sebentar lagi, aku izin  ke kamar untuk belajar. Aku baru berhenti belajar setelah terdengar suara adzan yang terdengar di kejauhan.

Sudah maghrib?

Aku melihat ke arah jam dinding, jam 6.18 menit. Apakah Tuan Alghaz sudah pulang? Aku ingin menceritakan tentang hari ini padanya. Aku mengambil wudhu terlebih dulu dan shalat maghrib. Aku akan menemuinya setelah shalat nanti.

Ruang makan masih sunyi, di dapur juga tidak ada orang. Aku mencari-cari keberadaan Bu Ami. Mungkin ia di mushola belakang, Bu Ami pernah bilang bahwa aku bisa juga shalat di sana jika malas ke kamar. Hanya ada Pak Momo dan Nina di sana, dan mereka bilang tidak melihat Bu Ami. Aku juga bertanya apakah Tuan Alghaz sudah pulang, Pak Momo bilang sudah. Tapi kenapa Tuan Alghaz tidak makan di ruang makan?

Aku kembali ke dapur dan mengambil air minum, kemudian Bu Ami datang dengan tergesa-gesa.

“Gadis, ayo bantu Ibu bawakan makanan ke kamar Tuan Alghaz”

Aku melongo memandang Bu Ami yang sibuk menata piring makan untuk Tuan Alghaz di atas baki. “Kenapa Bu?”

“Tuan Alghaz sedang tidak enak badan, ia mau makan di kamar saja, tapi dia ingin kamu menemaninya”

“Hah? Tapi Bu---“

“Gadis, Tuan Alghaz tidak akan berbuat macam-macam, ia hanya minta ditemani makan saja”

Aku mengangguk pasrah, “Tapi Bu Ami juga ikut makan di sana kan?” tanyaku cemas, terus terang aku takut berada dalam ruangan tertutup dengan seorang laki-laki. Tadi siang pergi dengan Pak Omar saja aku sedikit was-was, tapi untungnya ada sopir yang menemani.

“Kalau Tuan Alghaz membolehkan, Ibu akan temani” katanya membuatku lega.

Kamar Tuan Alghaz lumayan besar, ia sedang bertelepon saat kami masuk membawakan baki yang penuh makanan. Ia membelakangi kami, memandang ke luar jendelanya yang besar. Baki makanannya kuletakkan di atas meja yang ada di depan sebuah sofa berwarna coklat muda. Mataku mengedari ruangan kamar Tuan Alghaz, tempat tidur besar berukuran king terletak di sudut kamar dengan nakas kecil di samping tempat tidurnya. Tuan Alghaz menoleh ke belakang sekilas saja setelah memberikan tanda dengan tangannya untuk mengatakan bahwa kami harus menunggunya sampai ia selesai bertelepon.

“Aku temui kau besok di kantorku, oke” suara Tuan Alghaz kepada lawan bicaranya.

Ia menutup teleponnya dan kemudian memutar tubuhnya berjalan ke arah kami. Tuan Alghaz mempersilakan kami duduk, tapi tiba-tiba Bu Ami pamit keluar untuk mengambil sesuatu. Kenapa aku merasa Bu Ami hanya beralasan saja ya?

“Tidak perlu tegang begitu Gadis, aku tidak akan melakukan hal buruk padamu...” ujarnya membuatku semakin gugup. “Duduklah” katanya.

Aku pun duduk di seberang tempat duduknya. Aku mengambil piringnya dan mengisinya dengan makanan yang kubawa tadi, kemudian memberikannya pada Tuan Alghaz. Secara tidak sengaja tangannya menyentuh tanganku yang langsung kutarik cepat karena tidak tahan dengan rasanya. Rasa aneh yang menjalar cepat ke dadaku membuatku menghindari tatapannya yang tajam.

“Omar bilang kau harus melakukan tes untuk masuk sekolah besok?”

Aku mengangguk, “Iya, Tuan Al—“

Tuan Alghaz menggerakkan tangannya ke depan, “Tidak, jangan panggil aku Tuan Alghaz, Alghaz saja” katanya. Mataku membesar sedikit, mana mungkin aku memanggil namanya saja? Itu kan tidak sopan, lagi pula dia lebih tua dariku.

Aku menggeleng, “Tidak mungkin, Tuan Alghaz”

Tuan Alghaz menatapku tajam, menusukku dengan manik matanya yang coklat gelap, “Kau mau membantahku?”

“Huh? Bukan begitu, tapi---“

“Aku yang memintamu memanggilku Alghaz, jadi panggil aku demikian!” ujarnya tegas. Aku menunduk dan mengangguk pelan.

“Aku akan mengantarmu besok”

Aku terkejut dibuatnya, “Tapi, bukankah Anda orang sibuk Tu---maksud saya-Alghaz?”

Ia terkekeh ringan, “Sepertinya kau lebih tahu dariku” ujarnya dan meletakkan piringnya, ia menghela napasnya, “Aku memang sibuk, karena itu harusnya kamu merasa senang aku bisa meluangkan waktuku untukmu” katanya dan aku mengangguk membenarkan.

*****

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • dreamon31

    @yurriansan terima kasih ya, oke aku mampir

    Comment on chapter Lead To You - Part 2
  • yurriansan

    Aku baru baca chapter 1, seru ceritanya. suka juga dengan gayamu bercrta.

    oh ya mmpir jg ya f crtaku. aku tggu kritik dan sarannya.
    judulnya : When He Gone
    trims

    Comment on chapter Lead To You - Part 1
Similar Tags
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4609      1738     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
She Is Mine
376      252     0     
Romance
"Dengerin ya, lo bukan pacar gue tapi lo milik gue Shalsa Senja Arunika." Tatapan Feren makin membuat Shalsa takut. "Feren please...," pinta Shalsa. "Apa sayang?" suara Feren menurun, tapi malah membuat Shalsa bergidik ketakutan. "Jauhin wajah kamu," ucapnya. Shalsa menutup kedua matanya, takut harus menatap mata tajam milik Feren. "Lo pe...
Deepest
1068      639     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
The Accident Lasts The Happiness
563      390     9     
Short Story
Daniel Wakens, lelaki cool, dengan sengaja menarik seorang perempuan yang ia tidak ketahui siapa orang itu untuk dijadikannya seorang pacar.
The DARK SWEET
674      490     2     
Romance
°The love triangle of a love story between the mafia, secret agents and the FBI° VELOVE AGNIESZKA GOVYADINOV. Anggota secret agent yang terkenal badas dan tidak terkalahkan. Perempuan dingin dengan segala kelebihan; Taekwondo • Karate • Judo • Boxing. Namun, seperti kebanyakan gadis pada umumnya Velove juga memiliki kelemahan. Masa lalu. Satu kata yang cukup mampu melemahk...
Love after die
471      321     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
LUCID DREAM
548      386     0     
Short Story
aku bertemu dengan orang yang misterius selalu hadir di mimpi walapun aku tidak kenal dengannya. aku berharap aku bisa kenal dia dan dia akan menjadi prioritas utama bagi hidupku.
Hyeong!
187      162     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Call Kinna
6737      2202     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Simfoni Rindu Zindy
650      516     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...