Pukul empat sore, seluruh peserta PERSAMI sudah berkumpul di tengah lapangan, mempersiapkan acara api unggun dan barbeque-an. Para siswa sibuk menyusun kayu ditengah lapangan sambil menyiram solar ke seluruh bagian kayu. Sedangkan para siswi sibuk mempersiapkan kebutuhan barbeque, seperti sosis, marshmelow, ubi, jagung, dan kebutuhan lainnya.
Disela-sela kegiatan, para peserta juga membahas apa yang akan mereka tampilkan nanti malam di panggung pentas seni pengakraban nanti malam. Begitupun dengan Bulon dan rekan setendanya, mereka asik membicarakan pentas seni.
“Gimana kalau puisi aja?” Saran Lia.
“Jangan, ini pensi bukan Bulan Bahasa,” tolak Nurma. “Kalo nyanyi gimana? Nanti gue yang gitarin.”
“Setuju,” jawab Bulon dan Ara serentak.
“Nanti kita nyanyi lagu Korea aja, biar romantis,” usulan Ara.
“Yee, maunya.” Shinta menoyor kepala Ara agar tidak memikirkan Korea melulu. “Jadinya apa nih? Tar, lo mau apa buat tampil ntar malem?”
“Serah lo aja, yang penting gue gak ikut. Males kalo harus satu panggung sama dua orang aneh,” jawab Tari sinis sambil menunjuk kearah Bulon dan Tiara.
Seketika semua mata mengarah ke Tari, menatap tidak suka. Begitulah tari, selalu memandang orang lain rendah dan menyombongkan kekayaannya, Bulon memilih pergi dari pada harus lebih lama berhadapan dnegan Tari. Bergitu pula dengan Ara, Lia, dan Nurma mengikuti langkah Bulon untuk menjauh dari Tari.
*****
Api unggun telah dinyalakan, semua orang duduk melingkar, menyaksikan penampilan dari regu lain. Bulon, Ara, Rizki, Anjelo, Alvi, Surya dan Agnez memilih tempat di depan perapian menghadap ke arah panggung.
Mata Bulon terfokus kepada Agnez dan Anjelo, Bulon melihat Anjelo yang memberikan jaketnya untuk Agnez. Mereka berdua sungguh romatis.
“Iky,” panggil Bulon.
“Kenapa, Bul?”
Bulon memberikan kode kepada Rizki. “Kok dingin ya.”
“Iya nih, dingin,” ucap Rizki pura-pura tidak menangkap kode dari Bulon. “Untung gue pakai jaket,” Pungkas Rizki sambil membuka ritsleting jaketnya.
Bulon hanya mendengus kesal, Rizki tidak paham dengan apa yang menjadi maksudnya. Awalnya Bulon senang karna Tari tidak ikut berkumpul di arena api unggun karna penyakitnya tapi sekarang ia kesal karna kelakuan Rizki yang tidak peka.
“Jangan cemberut.” Rizki menyampirkan jaketnya di tubuh Bulon. “Pake jaketnya, biar gak dingin.”
Senyum Bulon seketika merekah, dia tidak tahu kapan Rizki melepas jaketnya, yang dia tahu, jaket Rizki kini sedang menghangatkan suhu tubuhnya.
“Abang Surya,” rengek Alvi. “Adek Alvi juga dingin, mau dong dikasih jaket kayak Agnez sama Bulon.”
Surya memandang sekilas ke arah Alvi, sedetik kemudian dia melepaskan jaketnya. Di berikannya jaket itu di depan Alvi.
“Pakein sekalian dong abang,” lanjut Alvi.
“Bukan buat lo.” Surya menarik tubuh Alvi ke arahnya, agar dia bisa melihat Ara. “Pake.”
“Hah? Buat gue?” tanya Ara setengah tak percaya.
Surya kembali menarik tangannya yang memengang jaket lalu memakai kembali jaketnya. “Gak jadi, lo kelamaan jawabnya.”
Ara tersenyum kecut, menyadari bahwa Surya mempermainkannya. Acara pentas seni sudah berlangsung, ini giliran tenda Rizki yang menampilkan pensi. Rizki akan bernyanyi diiringi petikan gitar dari Surya.
“Bidadari tak bersayap datang padaku,” Seketika suara sorakan dan tepuk tangan bergemuruh. “Dikirim Tuhan dalam wujud bentuk wajah kamu, dikirim Tuhan dalam wujud bentuk diri kamu.”
Lagu Bidadari tak bersayap milik Anji sengaja Rizki pilih untuk menghangatkan malam ini.
“Sungguh tenang kurasa saat bersamamu, sederhana namun indah kau mencintaiku ... semua ikut nyanyi yuk,” Pinta Rizki.
“Sampai habis nyawaku sampai habis usia ... mau kah dirimu jadi teman hidupku ...” kompak seluruh penonton ikut bernyanyi.
“MAUUUU!” sahut Anjelo dan Alvi bersamaan.
“Kaulah satu di hati ...” lanjut Rizki.
“Amasa bang,” lagi-lagi Anjelo dan Alvi menyahut.
“Kau yang teristimewa ... maukah dirimu hidup denganku ....”
“MAUUUU!” kali ini bagian para siswi yang menyahut lagu Rizki.
Selama bernyanyi mata Rizki tak berhenti menatap Bulon, Bulon yang di tatap hanya bisa tertunduk malu tak berani menatap balik ke arah Rizki. Pensi malam ini terasa sangat seru dan penuh dengan keromantisan.
Selesai tampil, Rizki mengajak Bulon untuk mengambil makanan yang sudah di sediakan, tangan Bulon di genggamnya erat. Sedangkan Surya memilih untuk kembali ke tenda, Anjelo masih asik dengan penampilan dari tenda Agnez dan Alvi mencoba mendekati Ara.
“Mau makan apa?” tanya Rizki saat berada di depan meja yang penuh makanan.
“Sosis sama jagung.”
Rizki pun segera mengambilkan apa yang Bulon mau, dia juga mengambil untuk dirinya sendiri. Selesai mengambil makanan mereka memilih duduk di bangku taman yang terletak tidak jauh dari buper.
“Iky,” panggil bulon.
“Hm,” jawab Rizki yang sedang asik memakan jagung bakarnya.
“Iky suka ya sama Bulon.”
UHUKKKK UHUKKK, Rizki terbatuk mendengar pertanyaan Bulon yang lebih terkesan sebagai tuduhan. “Kok lo bisa ngomong gitu?”
“Kata Ara, kalo ada cowok yang baik dan perhatian sama cewek itu berarti cowoknya suka sama cewek itu,” ucap Bulon jujur.
“Emang gue baik sama lo? Emang gue juga perhatian sama lo?” tanya Rizki bertubi.
“Iya,” jawab Bulon mantap. “Iky gak pernah jahat sama Bulon, bahkan tadi siang Iky bilang kalau Bulon pacar Iky. Terus, Iky juga kasih jaket sama tadi gandeng tangan Bulon.”
Rizki terdiam, memandang wajah Bulon lekat-lekat. Gadis dihadapannya ini sungguh menarik dan polos, berbanding jauh dengan Tari.
“Emang kenapa kalo gue suka sama lo? Gak boleh?” Kini giliran Bulon yang terdiam karna pertanyaan Rizki. “Iya, gak boleh?”
“Bulon binggung jawabnya, sehari tadi ada dua orang yang bilang suka sama Bulon.” Bulon memainkan ritsleting jaket yang dipakainya. “Bulon jadi bingung mau pilih yang mana.”
“Pilih yang sekiranya cocok buat lo,” Rizki bangkit dari duduknya. “Ayo balik.”
Bulon ikut berdiri, Rizki sudah berjalan mendahului Bulon. Mau tidak mau Bulon harus bisa menyamakan langkahnya dengan Rizki. Apa Iky marah ya sama Bulon, batin Bulon dalam hati.
Wow. Dia udah bikin ceritanya yg kedua. Liz mampir di Bloody Mary dong. Hehe
Comment on chapter Bulan dan Ksatria Bintang