Surya berjalan menyusuri deretan batu nisan, masih menggunakan sragam lengkap, ya, pagi ini Surya memilih untuk membolos. Langkah Surya terhenti, di depannya terdapat dua nisan bersandingan. Ditatapnya lekat-lekat nama yang tertulis di dua nisan tersebut.
Surya mendekati salah satu nisan yang tertuliskan Rest in peace Rosmalinda binti Soedrajat, ditaruhnya sebuket bunga mawar di sisi kanan nisan.
“Ma, Surya datang ...” lirih Surya. “Surya rindu sama mama.”
“Gak kerasa, udah dua tahun mama ninggalin Surya,” mata Surya mulai memanas. “Maaf, ma, Surya jarang nengokin mama.” Butiran air mata mulai lolos dari pelapuk mata Surya.
“Seandainya wanita sialan itu gak hadir dalam kehidupan kita, mama pasti masih disamping Surya, masih bangunin Surya tiap pagi, buatin Surya sarapan, perhatiin Surya, dengerin cerita Surya, nyiapin pesta untuk ulang tahun Surya.” Surya menarik nafas dalam-dalam, mencoba meredam tangis dan emosinya. “Kapan Surya bisa meluk mama lagi? Semua itu gara-gara dia!”
“Sampai kapan pun, Surya gak akan maafin wanita yang udah buat mama bunuh diri! Sampai kapan pun, ma. Surya juga gak akan sudi buat manggil dia dengan sebutan mama, karna mama Surya cuma satu. Cuma mama Rosa, gak ada yang lain.”
Setelah puas menyapa mamanya, Surya segera berbalik menatap nisan yang ada di samping nisan Rosalinda. “Selamat pagi sayang,” ucapnya seraya mengelus nisan bertuliskan Rest in peace Cantika prameswati binti Zaki.
“Aku juga kangen sama kamu, ini, aku bawain bunga kesukaanmu.” Dua tangkai bunga matahari yang mekar sempurna di letakan di samping kanan nisan.
“Yang, tau gak, di kelas ada murid baru. Masa dia duduknya di sebelahku, mau ditolak tapi kok perintah Pak Cipto,kalau gak ditolak nanti kamu cemburu,” sudut bibir Surya mulai sedikit terangkat, tersenyum sangat manis.
Penyakit leukimia berhasil merenggut Cantika dari sisi Surya, gadis manis yang juga teman sekelas sekaligus pacar pertama Surya. Menyerah pada penyakitnya tepat saat umurnya tujuh belas tahun. Saat ia dan Surya sama-sama menginjak kelas sebelas.
“Kamu jangan cemburu ya, aku gak suka kok sama dia,” ucap Surya seraya bangkit berdiri. “Yang aku suka Cuma kamu, sayangku.”
Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan kanan, hampir jam sebelas. “Ma, Surya pamit pulang ya. Sayang, kamu jagain mama aku ya, eh, mama kita.”
*****
“Nah, benerkan, si curut ada disini,” suara Alvi membangunkan Surya dari tidurnya.
Sepulang dari pemakaman tadi, Surya langsung menuju ke rumah pohon yang sengaja di bangun di belakang rumah Alvi. Persahabatan mereka memang sangat erat, dimulai saat awal masuk SD, berlanjut ke SMP, dan sampai sekarang pun masih bersahabat, uniknya, dari SD sampai SMA mereka selalu satu kelas.
“Bacot,” ucap Surya tajam sambil melempar bantal yang dipakainya. “Ngapain lo kesini?”
“Ini kan rumah gue, harusnya gue dong yang tanya gitu ke elo,” ucap Alvi sambil melempar balik bantal yang tadi di lempar ke arahnya.
“Brondong-brondongku, jangan berantem, ini tante bawain rujak cingur spesial,” ucap Anjelo dengan nada digenit-genitkan.
“Najis, Anje!” Rizki yang datang dari belakang langsung mengetok kepala Anjelo. “Bolos kemana lo? Pemakaman?” tanya Rizki to the point.
“Hm.”
“Ngapain?” Sambung Anjelo.
“Reservasi,” jawab Surya asal.
“Maksud lo?” tanya Anjelo dan Alvi bersamaan.
“Pesen tempat, buat lo berdua nginep,” Jawab Surya dengan ekspresi tenangnya.
“Sialan lo Sur.” Alvi melempar kaos kaki yang masih dipegangnya kearah Surya. “Anje, lo Ready ‘kan?” Alvi melirik kearah Anjelo, sedangkan yang dilirik hanya mengacungkan dua jempol ke arahnya.
“Seranggggggggg!”
Seketika Anjelo dan Alvi menimpa tubuh Surya, Surya yang merasa terancam berusaha menjauhkan tubuh kedua sahabatnya itu dengan cara memukul dan mengelitik perut keduanya. Rizki yang menyaksikan kejadian itu tersenyum getir.
Gue tau Sur, perasaan lo lagi hancur, lo rindu sama almarhumah nyokap dan pacar lo. Tapi tenang, selama ada gue, Anjelo, dan Alvi, InsyaAllah, lo gak akan sedih lagi. Batin Rizki.
“Muatan lokal bertambah.” Dengan segera Rizki ikut menjatuhkan tubuhnya di atas Alvi, menambah beban untuk menindih Surya.
“Jangan sedih ... bro, kita siap kok menghibur lo!” Anjelo setengah berteriak tepat di depan muka Surya.
“Iya, bro, kita siap borong rujak cingur Mbak Rike, buat mandiin lo, biar hidup lo ada rasanya,” timpal Alvi yang ada diatas tubuh Anjelo.
“Gue ak-“ ucapan Rizki terpotong.
“Aaaaaa ...” teriak ketiganya saat Surya berhasil merobohkan tubuh teman-temannya yang ada di atasnya.
“Lo bertiga makan apa sih? Berat!” Surya ngos-ngosan, mukanya yang putih kini bersemu merah. “Gue dibawah kehabisan nafas!”
“Setannya ngamuk, Lariiii.” Triak ketiganya sambil berlari menghindari kejaran Surya.
Wow. Dia udah bikin ceritanya yg kedua. Liz mampir di Bloody Mary dong. Hehe
Comment on chapter Bulan dan Ksatria Bintang