Yak.. begitulah sosok kumar patel, pedagang india bersahaja. Manis dan menawan. Rambutnya agak gondrong tipis tipis, maklumlah orang jaman dulu, kkkk~~~πππ
----------------------βββββ
Kami berdua melewati hiruk pikuk dermaga yang mulai lengang. Karena senja mulai datang, waktu kuli muatan dan pedagang beristirahat di pemukiman, tidak sedikit juga mereka beristirahat di dek kapal.
"Hei kumar.. !! Berhari-hari disini kamu bawa gadis cantik,hah?" Sapa seorang pedagang kepada kumar.
"Gadis ini temanku!" Teriak kumar
Lalu kumar berlari - lari kecil, akupun mengikutinya. Kami menuju gubuk kecil di ujung dermaga. Kumar menaruh buntalan kain berisi pakaianku yang daritadi dibawanya.
"Ini tempat tinggalku, aku menyewa khusus untukmu, tentunya berkat bantuan baginda hayam wuruk, hahah.."
Kumar tertawa lebar.
"Mm.. kumar, apa nanti kita akan tinggal disini?"
Aku menaruh sedikit curiga kepada kumar, yang benar saja. Seorang gadis dan pemuda tinggal dalam gubuk kecil berisi dua bilik kamar.
"Tentu saja! Acha!, aku ini pedagang baik-baik. Aku akan tidur di dekat pintu. Lagipula aku akan menjagamu disini, seperti menjaga perhiasanku. Itu janjiku kepada baginda hayam wuruk"
"Sarah.. tak baik kamu berpakaian seperti ini" kumar menunjuk baju lengan pendekku dan sewek yang aku pakai sejak di majapahit.
"Apa maksudmu kumar?"
"Dermaga adalah kehidupan yang keras. Kita tidak tahu kapan laki-laki akan berubah menjadi serigala ketika melihat gadis cantik sepertimu di dermaga."
Aku mengerti Pernyataan kumar barusan, dermaga adalah salah satu contoh kehidupan yang keras di dunia ini. Berbagai orang silih berganti,datang dan pergi. Kita tidak tau mana orang baik dan buruk.
"Pakai ini.. dan gulung rambutmu diatas. setidaknya ini akan membuatmu 'sedikit' tampak seperti seorang laki-laki. Supaya tidak ada pria jahat mendekatimu"
Kumar memberiku pakaian, satu set pakaian pemuda india,baju,celana serta lengkap dengan turban kepala. Aku membawanya ke bilik kamarku, memakaianya. Dan tralala.. aku seperti hidup di negeri 1001 malam
"kumar, aku seperti aladin 1001 malam"
aku memutar mutar badanku, celana kulot dengan baju berwarna biru terang fix membuatku terlihat seperti kumar.
"Ayo.. matahari sepertinya sudah tenggelam. Ini saat yang bagus untuk melihat bintang diatas kapal"
Kumar merentangkan tanganya ke arahku, dia berdiri di atas papan panjang titian menuju kapal.
"Kita menaiki kapal dengan ini? Kamu yakin? Aku sih tidak. Bagaimana kalau nanti aku tercebur jatuh ke laut"
Aku menunjuk ke arah papan kayu panjang yang lebarnya tidak lebih dari limapuluh sentimeter. Melihatnya saja,membuat tubuhku begidik.
"Hahaha... acha! Pegang tanganku! Ayo.. percaya saja padaku!"
Kumar meraih tanganku yang kaku. Satu demi satu langkah aku gerakkan melewati titian papan yang selalu berderik ketika aku melangkahkan kakiku. Dengan susah payah,akhirnya.. sampailah aku dikapal. Lalu Kami menuju geladak kapal
"Rasi bintang orion.. orion.."
Kumar mengeja satu persatu bintang di langit malam. Matanya tak bisa lepas dari gemerlap bintang,mencari yang paling terang. Mencari orion, entahlah.. apa maksudnya mencari rasi itu.
"Kumar.. kita susah-susah kesini untuk mencari rasi bintang orion?" Tanyaku
Kumar tak menghiraukanku. Telunjuknya masih tetap mengabsen bintang dilangit.
"Orion !! Lihat keatas sana,sarah ! Tiga bintang berjejer bersama dan empat bintang lain di luarnya"
Kumar bersemangat memberitahuku gugusan bintang itu. Tapi aku masih bingung,apa maksudnya
"Kumar, aku tidak tau apa maksudmu menunjukkanku rasi bintang orion?" Tanyaku penasaran
Kumar menoleh ke arahku,sambil menggoyangkan kepalanya seperti biasa.
"Jika rasi orion sudah terang seperti ini, dua hari lagi seharusnya matahari tepat berada di atas gapura wringin lawang,sarah.."
Kumar menatapku tajam, dan tersenyum kecil. Aku terdiam. Tunggu, darimana dia tau kalau puncak musim panas matahari tepat berada di atas gapura wringin lawang? Suasana sesaat menjadi lengang, kami saling bertatapan lama. Aku penasaran, siapa kumar sebenarnya. Dan dia masih terus menatapku dengan senyum kecilnya
"Sarah.. kamu bukan berasal dari zaman ini kan?"
Mataku terbelalak, kumar perlahan membuka 'kartu as' milikku. Rahasia yang selama ini aku simpan baik-baik, yang hanya diketahui oleh dyah dan hayam wuruk saja. Lagipula,tidak mungkin mreka berdua memberitahu kumar. Lalu, dimana kumar mengetahui darimana aku berasal.
"Hahaha.. acha! Jangan serius begitu sarah!"
Mimiknya langsung berubah menjadi ceria kembali. Tertawa. Ini benar - benar membuatku semakin bingung. Apa dia memiliki kepribadian ganda? Disisi lain menjadi peramal dan disisi lain menjadi pedagang?
"Kenapa kamu memberitahuku tentang matahari di atas gapura wringin lawang,kumar?" Aku berusaha bersikap seperti biasa
"Bukankah kamu datang dari gapura wringin lawang,sarah?"
"Aa.. mm.. darimana kamu tau itu kumar?"
"Karena ada seseorang yang sama sepertimu."
"Apa?! Maksudmu yang berasal dari masa depan bukan hanya aku?"
"Acha! Kamu benar! Ada seseorang lagi yang sepertimu. Tapi itu beberapa tahun yang lalu." Kumar mengernyitkan dahi.
"Dan dia masih di sini,di zaman ini" kumar melanjutkan
"Benarkah? Siapa dia kumar? Apa dia mengenalku? Kenapa dia tidak kembali ke masa depan lagi? "
"Huaa.. bersemangat sekali kamu sarah. Tenang.. tenang" kumar merentangkan kedua tanganya kearahku
"Tapi.. tega sekali dia denganmu! Setelah sekian lama bertemu denganmu, dia tidak memberitahumu siapa sebenarnya dia."
"Kumar.. jangan bilang kalau dia itu orang yang aku kenal.."
"Acha! Kamu benar! Diantara dyah dan baginda hayam wuruk, salah satu dari mereka berasal dari masa depan, hahaha..."
Kumar berdiri.. menyandarkan diri di pinggir geladak kapal,melihat ribuan bintang. Aku tidak percaya ini, salah satu dari mereka berdua berasal dari masa depan? Kenapa dia selama ini tidak memberitahuku! Selain itu, sudah bertahun - tahun pula
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !