"Berapa lama lagi kita sampai di surabaya, dyah?" Tanyaku.
Kurang lebih lima jam aku melewati berbagai pepohonan yang berbaris selama perjalanan. Dyah dengan tenang menikmati satu persatu pohon tersebut.
"Sebentar lagi.." pandanganya tak lepas dari jendela kecil kereta kuda
"Sarah, dulu.., churabhaya bernama ujung galuh. Terkadang ada pedagang yang menyebut ujung galuh." Terang dyah
"Oh.." aku mengangguk.
"Dan juga... perkara kembali ke masa depan, bukankah itu ketika puncak musim panas nanti? Maksudku saat matahari diatas gapura wringin lawang. Kamu bisa menanyakanya kepada para pedagang, untuk perkara musim, merekalah ahlinya bintang" lanjut dyah
"Rasi bintang.. mm,maksudku melihat garis bintang yang membentuk sesuatu sebagai petunjuk?"
"Ya, rasi bintang di masa depan namanya" angguk Dyah.
"Mungkin baginda hayam wuruk mempunyai maksud tertentu mengirimku ke surabaya"
aku memutar bola mataku, mungkin dia ingin aku menanyakan kepada para pedagang waktu yang pasti untuk kembali ke masa depan.
"Raka jika memutuskan sesuatu, selalu memikirkan baik buruknya.."
"Sudah, jangan bahas raka lagi. Aku masih kesal dengan keputusanya! Mulai kemarin aku tidak berbicara denganya. Bahkan hari ini, aku tidak pamit jika akan mengantarmu ke churabhaya"
Dyah terlihat kesal, tanganya bersendekap sambil mengerucutkan bibirnya
"Dyah.. itu tidak baik untukmu. Kamu harus segera kembali, setelah mengantarku di churabhaya"
"Yaaa..." jawabnya dengan nada malas.
"Sarah.. lihat jendela! Kita sudah sampai di surabaya! Mm maksudku churabhaya.."
Dyah menepuk-nepuk tanganku, mengingatkanku untuk segera melihat jendela kecil kereta. Angin laut yang kuat menembus raut wajah kami, menerbangkan helai demi helai rambut kami. Sebuah kapal kayu sebesar kapal pinisi berlabuh di pinggir dermaga.
"Ini surabaya?! Kereeen!!"
Aku benar-benar terpukau oleh kemajuan maritim pada zaman majapahit. 700 tahun yang lalu mereka sudah bisa membuat kapal kayu yang seindah ini. Banyak prajurit berlatih di lapangan dekat dermaga, namun ada beberapa juga diatas kapal, melipat layar yang tengah bertengger.
"Itu adalah pusat maritim majapahit. Mereka dipimpin oleh mpu nala dan mahapatih gajah mada. Jadi, ketika mahapatih melakukan ekspedisi nusantara, dari sinilah beliau berangkat." ucap dyah
Semacam TNI-AL, itu yang pertama kali terlintas di kepalaku. Lebih dari dua puluh kapal layar besar sudah menjadi sebuah pertanda kejayaan maritim majapahit pada masa silam.
Kami menuruni kereta kuda, panasnya angin laut di siang hari berhembus sepoi-sepoi, tak jauh dari pusat maritim majapahit, terdapat sebuah dermaga yang didalamnya bertengger kapal-kapal besar, namun tak sebesar kapal milik majapahit.
Hiruk pikuk kuli mengangkut berbagai muatan keluar dari kapal, hilir mudik orang dari berbagai lintas negara keluar masuk kapal. Ada bangsa arab, cina, india, melayu semua berkumpul di pemukiman pedagang.
Aku dan dyah masih terpaku diantara ramainya perdagangan di pelabuhan, bingung sendiri. Seorang pemuda india tersenyum sembari menunjukkan deretan gigi putihnya menghampiri kami.
"Hai, dyah.. "
Pemuda yang memakai turban merah di kepalanya mendekati kami, burung merpati putih bertengger manis di bahu kirinya.
"Kumar patel.. "
dyah menggumam. Lalu terperanga, sepertinya mereka sudah kenal satu sama lain.
"Kamu kenal dia,dyah?" Aku berbisik di telinga dyah
"I-iya.. " jawabnya terbata-bata
"Kamu.. pasti sarah. Namaku kumar, kumar patel. Pedagang kain dari India."
Kumar merentangkan tanganya kearahku, lalu kami bejabat tangan, tanda berkenalan.
"Kumar.. kenapa kamu kesini?" Tanya dyah
"Tentu saja untuk berdagang"
"Sarah, aku dan dyah sudah mengenal satu sama lain-" kumar melanjutkan
"Kumar..." dyah memotong pembicaraan kumar
"Hahaha.. acha!, baik.. baik.. aku kesini karena surat dikirim oleh baginda raja hayam wuruk"
"Raka? Kenapa raka mengirim surat untukmu?"
"Kami sudah saling mengirim surat sejak pertama kali aku datang di churabhaya. Tapi kali ini dia memintaku untuk menjaga gadis ini untuknya" kumar menunjukku
Dyah berdecak sinis, namun setelah itu menggelengkan kepala, tersenyum.
"Setelah mengusirmu seperti ini, rupanya raka masih peduli padamu"
Aku tersenyum kecil
"O iya, dyah.. sepertinya kamu harus kembali ke majapahit."
"Ya,, ya.. dia juga menitipkan pesan agar kamu segera kembali,acha!"
Kumar menunjukkan surat kecil yang bertuliskan bahasa sansekerta. Dyah meliriknya.
"Iya.. baiklah, sarah, aku kembali ke kerajaan. Dan juga,kumar.. jaga teman baikku ini ! Dan jangan bicara yang macam-macam" dyah memperingatkan kumar.
"Haha.. baik tuan putri. Aku akan menjaga sarah seperti menjaga perhiasanku"
Dyah melambaikan tangan ke arah kami, kumar pun membalasnya sambil sumringah.
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !