Aah, jukut harsyan. Tapi untunglah tidak pakai kemenyan lagi. Karena aku masih trauma dengan masakan mbok dulu yang ditaburi kemenyan, seolah-olah aku ini dedemit jadi-jadian, hehehe. Lalu aku masuk ke rumah mbok Darmi, duduk di pendopo dengan wulan yang sedang asyik memukul satu persatu alat gamelan yang aku tidak tau namanya.
"Wulan."
Sapaku, mengusik konsentrasi wulan yang daritadi memperhatikan setiap nadanya.
"Mbakyu..." Sebentar ia menoleh ke arahku, tapi sekejap pandanganya kembali ke gamelan yang ia mainkan.
"Itu.. Kamu main apa Wulan?" tanganku menunjuk ke arah musik tradisional yang terdiri dari barisan kepingan tembaga mulai dari yang kecil sampai yang besar.
"Oh.. Ini peking mbak yu. Bagian dari gamelan."
Suara dentuman setiap kepingnya mengiringi pagi yang cerah ini. Benar-benar memiliki suara yang indah. Angin pagi lembut berlarian di sekitar kami, seolah menikmati setiap melodi yang Wulan mainkan. Mbok Darmi menghampiri kami, dan membawa wakul nasi beserta sup jukut harsyan, menu favorit di Majapahit.
"Ini nak Sarah, sambil dimakan terlebih dahulu."
Mbok Darmi menyodorkan nasi dan sup ke arahku, dan aku menerimanya dengan senang hati. Sup kaldu daging bebek ini memang menjadi menu favoritku di Majapahit ini. di lengkapi dengan potongan batang pisang membuat sup jukut harsyan menjadi lebih nikmat.
"Mbok.. Kenapa mbok selalu memasukkan potongan batang pisang ke dalam sup ini?" tanyaku sambil menyeruput kaldu kuahnya.
"Oh,, itu untuk mengurangi kadar lemak di dalam sup itu nak"
"Oohh.. Ga papalah lah mbok, yang penting ga ditaburi bubuk menyan aja."
"Ndak kok nak Sarah, nak Sarah kan ndak suka kalau ditaburi bubuk menyan, jadi mbok mencampurkanya saat merebusnya." Jawab beliau sambil tersenyum licik.
"Haaaahh??? Sama aja mbook."
Seketika itu juga ,si mbok dan Wulan tertawa lepas. Aku pun menghela nafas panjang. Percuma juga aku protes, toh makananya sudah masuk di dalam perut.
Setelah makan, kami mengobrol bersama dengan si mbok. Aku mengeluarkan 20 keping koin emas dari dalam kantong dan memberikanya kepada si mbok.
"Mbok.. Ini pemberian dari Sarah. semalam Sarah dapat hadiah dari baginda raja Hayam Wuruk."
Si mbok terperanga, matanya berkaca-kaca karena melihat koin emas yang kuberikan padanya.
"Gusti... Nak Sarah banyak sekali koin yang kamu berikan sama mbok nak."
"Iya mbok,, ini buat mbok. Terima kasih karena selama ini selalu membuatkan makanan untuk Sarah, terima kasih telah menjaga Sarah selama ini."
Jawabku sambil memeluk mbok Darmi yang perlahan air matanya mulai menetes membasahi pipi beliau yang mulai keriput ini. Wulan yang Tidak mau melewati momen ini juga langsung memeluk kami berdua.
"Mbakyu mau kemana?" tanyanya polos.
"Mbak yu mau pulang Wulan, mbok Darmi. Dalam beberapa hari ini."
Mendengar hal itu Wulan langsung menangis, disertai dengan mbok Darmi. Perpisahan memang hal yang meneyedihkan. Tapi hanya itulah yang bisa aku lakukan. Aku ingin kembali ke masa depan. Akan tetapi, banyak hal juga di Majapahit ini yang membuat aku selalu betah untuk tinggal disini.
Perlahan matahari keluar melalui titik tengah langit, mulai turun dari singgasananya. Melodrama yang terjadi di rumah mbok Darmi kini sudah berakhir. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain merelakan. Aku pun pamit kepada mbok Darmi untuk pulang ke rumah. Tidak lupa aku mencium tangan beliau sebagai tanda salam seperti biasanya.
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !