Sayup-sayup angin malam menembus tirai dan menggerakkan lembaran lembaran soal matematika yang aku kerjakan. Diiringi musik 'beautiful life' milik Crush yang menenangkan, membuat aku lebih berkonsentrasi. Ah, malam hari memang waktu yang tepat untuk belajar. Apalagi, aku sudah memasuki kelas dua SMA, harus sering - sering latihan soal, supaya bisa diterima di perguruan tinggi impianku, ITS. Usai belajar, aku mengambil secarik kertas yang ada di dalam tas, jadwal pelajaran yang dibagikan ketua kelas tadi siang.
Besok hari Selasa, hmm... Mataku tertuju pada satu mata pelajaran, Sejarah. 'Kenapa ini masih nongol aja di jadwal?? males banget kalo ada pelajaran mendongeng' dalam benak-ku berfikir. Entahlah, yang penting aku menyiapkan buku kosong untuk berjaga- jaga. Meskipun pada akhirnya tidak akan pernah terisi materi. Satu hal yang paling penting saat ada jadwal sejarah, earphone. Earphone adalah teman terbaik saat ada pelajaran Sejarah, daripada mendengarkan Bu Endah menjelaskan Sejarah, mending aku mendengarkan musik.
Di tengah tidurku, aku bermimpi menggali tanah dalam. Dalam hingga permukaan jauh di atas kepala. Di tengah galian, aku menemukan cermin dan buku Sejarah. " Apa maksudnya ini". Tiba-tiba aku terbangun, saat matahari memancarkan sinar pagi di balik jendela. Mimpi, adalah bunga tidur. Begitu kata sebagian orang. Mungkin ini adalah refleksi diri dari lelahnya seorang siswa. Butuh piknik, sudah lama sekolah tidak mengandakan wisata. Terakhir kali sekolah mengadakan wisata di saat aku kelas X, wisata ke Jatim Park Batu, Malang.
Setelah sarapan dan meneguk segelas susu, aku pun berpamitan kepada ibu.
" Bu, Sarah berangkat dulu ya !" teriakku di pintu keluar.
"Yaa!!" sahut ibu didalam dapur yang sedang mencuci piring setelah kami sarapan. Memang beginilah caraku berpamitan. Tidak ada cium tangan, maupun lambaian tangan dari ibu. 'Yang penting pamitan' itu menurutku.
Aku pun mengeluarkan sepeda motor matic keluar pintu rumah. Hembusan angin pagi seolah menyertai kepergianku berangkat sekolah hari ini. Aku pun mengendarainya, melewati rumah demi rumah, dan jalan raya sembari menghirup udara segar pagi hari.
Inilah kota Surabaya yang aku cintai, bersih, asri dan menyenangkan. Ini semua Tidak luput dari peran walikota kami, ibu Tri Risma Maharini. Tidak ayal, beliau mendapatkan penghargaan menjadi walikota terbaik di indonesia. Bahkan, Taman Bungkul Surabaya juga mendapat penghargaan taman terbaik oleh PBB pada 2014 silam. Aku juga ingin seperti bu Risma, kuliah di ITS.
Aah, segarnya pagi ini. Pohon - pohon berdiri kokoh di sepanjang jalan, lalu lintas ramai, tapi aman terkendali. Akhirnya aku sampai di sekolah, akupun mencari tempat kosong, memarkir kendaraan. Tiba tiba ada seseorang memanggil namaku,
"Hoi, Sarah !!" teriak Astrid di ujung pintu keluar pintu parkiran.
"Yaa,!! bentar tunggu aku." Teriakku di dalam parkiran.
Aku pun berlari, menghampiri Astrid yang telah menungguku di pintu parkir. Gadis berkerudung dan tinggi semampai ini sudah menjadi teman akrab sedari aku masuk SMA.
"Hei, gimana.. Kamu udah beli buku sejarah ta? Ntar ada jadwalnya bu Endah lho." Tanya Astrid.
"Belum, emang penting??" sahutku.
" Ngawurmu, cak !! mentang-mentang pinter pelajaran IPA, pelajaran Sejarah kamu remehin" jawab Astrid sembari memukul bahuku.
"Aduuh! Lha emang kamu uda beli ???" aku pun bertanya balik, memastikan apakah dia membeli buku sejarah itu.
"Beluuumm." Senyum Astrid. Lalu kami pun tertawa lepas bersama-sama, bergandengan tangan menuju kelas. Memang beginilah cara kami berkomunikasi, arek-arek Suroboyo. Kasar, tapi apa adanya dan tidak terlalu jaga image seperti orang lain kebanyakan. Panggilan cak, wah, opo, yoo, woi sudah menjadi campuran dari percakapan kami sehari hari. Terdengar kasar memang, bagi para orang luar, tapi jika kamu mengenal arek - arek Suroboyo kamu pastinya akan mengerti bagaimana terciptanya suatu solidaritas dan keakraban antar teman dari kata-kata tersebut.
Bel masuk pun berdering kencang, mengingatkan para siswa bahwa pelajaran pertama akan segera dimulai. Kami pun bergegas masuk ke kelas masing – masing. Menuju tempat duduk dan segera menyiapkan buku tulis dan buku pelajaran pertama kami, Matematika.
Suara langkah 'Tik tok' sepatu pun terdengar dari kejauhan, mendekat menuju kelas kami. Derik pintu-pun terbuka oleh seorang wanita cantik, diiringi aroma wewangian green tea membuat siapapun yang menciumnya pasti akan mengenal guru tercantik di sekolah, bu Wiwik. Ya, bu Wiwik selalu punya seribu cara untuk membuat para siswa nyaman ketika diajar oleh beliau. Berpenampilan sangat rapi, murah senyum dan telaten saat mengajar, itu adalah ciri khas beliau. Aku merasa beruntung, beliau menjadi wali kelasku saat ini. Selain pada akhirnya beliau akan sering mengunjungi kelas kami, akupun juga bisa leluasa berkonsultasi tentang soal Matematika yang sulit kupecahkan.
"Bagaimana anak-anak kelas kalian?? Ingat, kalian sudah memasuki tingkat dua dari masa SMA kalian, itu berarti kalian harus lebih dan lebih giat lagi dalam belajar. setahun lagi kalian akan menghadapi UNAS. Ibu hanya bisa mendorong kalian dari belakang, memberi semangat. Buat ibu bangga dengar kabar kelulusan kalian. Ibu harap, angkatan tahun ini terutama kelas ini bisa lulus 100%. Masuk bareng, keluar bareng yo rek yoo!!" seru bu Wiwik saat memberikan semangat pada pidato singkatnya namun memberikan dorongan yang berarti bagi kami.
"Baiik buu !!" jawaban semangat yang serentak dari teman – teman memecah keheningan,seolah mereka telah mendapat suntikan semangat yang luar biasa di pagi hari.
"Baik ,ada yang ditanyakan?? Kalau tidak, ibu akan memulai pelajaran Matematikanya." Tanya bu Wiwik.
"Ada bu, saya !!" aku pun mengacungkan tangan ke atas dan ingin mngajukan sebuah pertanyaan.
"Sarah mau tanya apa?" tanya bu Wiwik sambil menatapku.
"Kenapa masih ada pelajaran Sejarah bu?." Tanyaku.
Tiba tiba kelas menjadi hening seketika sesaat setelah aku mengajukan pertanyaan tersebut. Semua mata teman teman tertuju padaku. Astrid, yang duduk di sebelahku menginjak sepatuku. Memberi isyarat di kedua matanya, Seolah mengingatkan bahwa pertanyaan yang aku ajukan barusan sangatlah tidak sopan.
Ibu Wiwik pun berkata "Kenapa dengan dengan Sejarah, Sarah ?? kita ini menjadi bangsa yang besar berkat sejarah juga. Pelajaran Sejarah ada sampai akhir tahun."
Setelah itu, pelajaran Metematika di mulai. Teman-teman memperhatikan apa yang di jelaskan oleh bu Wiwik. Satu persatu soal dipecahkan. Bisik angin dari luar jendela diiringi aroma wewangian green tea milik bu Wiwik semakin membuat kami berkonsentrasi. Duduk didepan memang yang terbaik, aku bisa lebih fokus memperhatikan penjelasan dari guru saat pelajaran berlangsung.
Pelajaran Matematika telah usai, jam pun terus berjalan tanpa menghiraukan apa yang ada di sekitarnya. Matahari terus beredar menurut garis orbitnya, memancarkan sinar panasnya. Para guru datang dan pergi, mememberikan ilmu di setiap siswa tanpa pandang bulu. Hingga akhirnya mata pelajaran ke-5 pun akan segera dimulai, Sejarah.
Entahlah, aku heran kenapa pak guru memasukkan mata pelajaran Sejarah di siang hari. Mata pelajaran yang penuh cerita ini pastinya akan membuat para siswa mengantuk. Aku pun membawa buku, handphone dan earphone berjalan menuju bangku pojok di belakang. Ima dan Indri yang duduk manis disana ku usik kehadiranya.
"Im, tukeran tempat yuk. Abis ini pelajaran bu Endah. Males aku duduk depan. Pasti ngantuk denger dongenganya bu Endah." Kataku.
"Kamu itu selalu Sar, pokok ingat ya, ntar aku pinjemin jawaban PR Fisika,oke !" kata Ima sambil berharap.
"Gampang, tenangin dirimu.. gih nang duduk depan sana. Dengerin baik baik bu Endah,catet." Nasihatku sambil tersenyum.
"Halaah, kayak orang yesaja kamu." Cuek Ima sembari berjalan menuju bangkuku yang palingdepan. Astrid yang dari tadi melihatku tersenyum sinis, menerima kebiasaankusaat jam pelajaran bu Endah dimulai .
"Sarah, bukuku lupa.." Ima menoleh ke arahku yang menatap buku sejarah miliknya.
"Nih, aku lempar ya.." Tanganku mengayunkan buku Sejarah yang masih rapi itu.
Rupanya landasanku tidak pas. Buku sejarah mendarat tepat di depan pintu bertepatan dengan langkah kaki bu endah masuk menuju kelas.
"ups." aku tersenyum tipis ketika Ima menatapku sinis
Seorang guru wanita berkaca mata berusia sekitar 52 tahun itu datang dengan senyum yang biasa saja. beliau mengambil buku sejarah yang jatuh dan memberikanya kepada Ima
"Sekarang buka halaman 95, Sejarah tentang kerajaan tua di Indonesia." Kata bu Endah sembari membuka buku Sejarah milik beliau.
Yak, dongeng siang pun akan segera dimulai, aku pun mulai menyiapkan earphone dan memutar playlist lagu favoritku. Beruntung yang duduk di depanku adalah Fandi, murid paling gendut di kelas. Jadi enggak bakal ketauan kalau aku memakai earphone.
Indri yang duduk disebelahku pun juga mulai membuka novel beralaskan buku sejarah. Ia memegang tiap sisi buku tersebut dan meletakkan secara berdiri. Sehingga jika bu Endah melihatnya, seolah-olah ia membaca Sejarah, padahal ia sedang membaca novel.
Bu Endah menerangkan di depan kelas, menjelaskan tentang kerajaan tua yang ada di Indonesia. Tapi tidak sedikit siswa yang tidak menghiraukan penjelasan bu Endah. Ada yang berbicara sendiri, ada yang main handphone, termasuk saya. Meskipun banyak yang tidak mendengarkan penjelasan bu Endah, namun beliau tetap menerangkanya. Mungkin beliau sadar, bahwa banyak siswa yang tidak mengindahkan penjelasanya.
Bel terakhir disore hari berbunyi, seolah mengingatkan berakhirnya kami menuntut ilmu. Sang surya pun mulai turun dari singgasananya, lelah memancarkan sinar panasnya seharian ini. Para siswa perlahan mulai memenuhi pintu keluar sekolah, semburat seperti air. Aku pun keluar kelas bersama yang lain, Astrid juga mulai sibuk dengan teman lainya, berbicara apa yang terjadi seharian ini.
Sesampainya dirumah, aku pun disambut oleh ibu yang tersenyum hangat. Senyumanya yang syahdu masih terpancar jelas di wajahnya. Setelah itu pun, beliau langsung duduk manis di depan televisi. Menonton siaran televisi kesukaanya, Mahabarata. Duh, tadi disekolah pelajaran sejarah, sekarang dirumah ibu nonton sejarah lagi. aku pun segera berpaling dari tontonan yang membosakan itu, sampai pada ibu yang menghentikan langkahku.
"Sar, sebentar tahun depan kamu ujian lho yo, jangan berleha-leha, banyak-banyak latihan soal supaya kamu terbiasa, terus jangan kluyuran aja." Kata ibu sambil menatapku dengan pandangan tajam, mengingatkanku bahwa waktu menjelang ujian tidak akan lama.
"Ya bu, Sarah jarang kluyuran kok, paling nongkrong aja sama Astrid" jawabku sembari meletakkan tas.
"Sama aja lah," jawab ibu ketus.
"Ibuu.. sinetronya boleh diganti yang lain ndak??" sahutku sambil mengambil remote televisi.
"Ganti, atau enggak jajan seminggu??" ibu pun tersenyum licik.
Aku pun meletakkan remote TV dengan hormat tepat di hadapan ibu, lalu mundur perlahan dengan hormat, mengakui kekalahan. Memang, ancaman ibu soal uang jajan lebih meyeramkan daripada ancaman bom teroris.
Tidak ada pilihan lain, kaki ini berjalan perlahan memasuki kamar, merebahkan tubuh ini dari hiruk-pikuk duniawi. Melampiaskan kelelahan ini bersama tempat tidur yang kecil. Tanpa sadar, aku pun tertidur pulas. Sampai Tidak sadar, bahwa sang surya mulai pergi, diiringi datangnya sinar lembut sang bulan.
Di dalam tidurku aku bermimpi aneh lagi, aku menggali tanah dalam. Dalam hingga permukaan jauh di atas kepala. Di tengah galian, aku menemukan cermin dan buku sejarah. 'Apalagi ini', begitu dalam benakku. Aku terbangun, melepaskan magnet yang menarikku ke tempat tidur. Aku terdiam, mengumpulkan seluruh jiwa yang masih tertinggal di kasur yang empuk ini. 'Kenapa aku bermimpi lagi, kenapa juga aku menggali tanah untuk mencari cermin dan buku sejarah?? Beli saja sudah gampang, kenapa harus menggali dalam – dalam.' Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku. Tapi ah sudahlah, mungkin ini adalah bunga tidur yang lain. Aku pun bergegas menuju meja belajar yang menungguku dari tadi untuk kutemani menghabiskan sang malam bersama bulan.
Seminggu pun berlalu, dan aku masih tetap bermimpi yang sama, pertanyaan itupun mulai menghantui fikiranku, seolah memberikan suatu firasat kepadaku. Entahlah, ditunggu saja apa yang akan terjadi mungkin tuhan punya rencana manis di balik itu semua.
Sesampainya di sekolah, kegiatan belajar mengajar terjadi seperti biasa. Tidak ada rasa jenuh dan lelah bagi para siswa, memang beginilah yang seharusnya terjadi, kami menuntut ilmu, demi menyongsong masa depan yang lebih baik. Tidak terasa pelajaran sejarah mulai bergulir kembali. Diiringi oleh bel sekolah yang berbunyi keras.
Kali ini aku Tidak menukar tempatku kepada Ima , atau membawa earphone Seperti biasa. Aku duduk manis disamping Astrid di kursi depan, menyambut datangnya sang wali sejarah, bu Endah. Keriput dibawah kedua bola mata pun masih tampak, wajah yang tampak sedikit keputus-asaan masih juga sedikit terlihat. Entahlah, Sejarah memang pelajaran yang sedikit diminati oleh sebagian besar siswa. Tidak heran jika banyak siswa yang bergumam sendiri ketika bu Endah menjelaskan setiap materi di kelas.
"Siang anak-anak.. Kali ini ibu akan melanjutkan pelajaran minggu lalu, yaitu kerajaan tua di Indonesia. Kerajaan Majapahit adalah salah satunya. Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Dibantu dengan mahapatih Gajah Mada. Hayam Wuruk naik tahta pada usia 16 tahun dan memimpin selam 38 tahun pada periode 1351-1389 Masehi..."
"Ikut aku ke kamar mandi yuk!!" Bisikku pelan kepada Astrid.
"Halah, kebiasaan kamu Sar. Kamu yang ijin pokoknya." Jawab Astrid dengan syarat. Lalu aku pun ijin, dan kami berdua dengan suksesnya keluar kelas menuju kantin.
Sesampainya di kantin, aku pun bercerita tentang mimpi yang sering aku alami kepada Astrid,
"Hei Trid, kenapa ya akhir-akhir ini aku selalu bermimpi menggali tanah, sampai dalem banget, trus ditengah tengah aku nemuin cermin dan buku Sejarah, kenapa ya..?? Awalnya aku cuek Trid, tapi lama kelamaan aku juga penasaran apa maksudnya." Tanyaku heran bernada serius,
"Kualat kamu, hahaha. Salahmu kamu selalu ngremehin sejarah Sar. Kalo ga duduk belakang, ijin ke ke kamar mandi. Padahal ke kantin, sampe pelajaran selesai." Jawab Astrid santai, sambil mengingatkan kebiasaan burukku selama ini.
"Hush!! Omonganmu, cak!! Hahaha..." Lalu kami pun tertawa, dan bercerita, apa yang kami alami selama ini, sambil menyeruput es teh dan mie instan buatan pak Topo semakin melengkapi pembicaraan kami. Hingga tanpa sadar, bel istirahat siang berbunyi.
Aku dan Astrid segera bergegas keluar kantin, sebelum semburat siswa datang memenuhi nafsu laparnya dan mendatangi tiap warung yang berjejer menunggu datangnya pembeli. Disaat kami keluar kantin, tiba tiba kami berpapasan dengan seorang guru berdiri tepat di depanku.
"Sarah, Astrid. bukanya kamu tadi ijin ke ibu untuk pergi ke toilet??" tatap bu Endah, matanya kini bertatapan dengan kami berdua, aku pun mengalihkan pandanganku ke beliau, mencoba mencari alasan yang tepat.
"Eeergh anu bu.. Eeergh.." Jawab Astrid terbata – bata. Tubuhnya kaku seperti tiang yang berdiri tegak menancap bumi, bingung mencari sebuah alasan.
"Kami memang pergi ke kamar mandi dekat kantin bu." Jawabku santai, mencoba menutupi kebohongan kami.
"Ibu heran sama anak-anak jaman sekarang. Ada aja alasanya. Banyak siswa yang meremehkan pelajaran Sejarah seperti kamu. Kamu akan menyukai Sejarah kalau kamu benar benar memahaminya. Sekarang kamu boleh kembali." Nasihat bu Endah seperti sebuah petir di siang bolong. Beliau meninggalkanku dengan penuh penyesalan sedalam-dalamnya. Astrid sedari tadi diam seribu bahasa, terpaku diatas tanah yang disinari oleh lidah panas sang surya. Ia pun mulai melangkahkan kakinya dengan lunglai tidak berdaya.
Gimana ini Sar, takut aku ntar dilaporin sama bu Wiwik. Duh gimana ini." Cemas Astrid sambil membungkukkan badannya dan berjalan lunglai menuju kelas.
"Tenang aja, ga bakalan kok. Bu Endah kan emang gitu orangnya. Lagian ntar akhir semester juga enggak ketemu beliau lagi." Jawabku santai.
Usai kami masuk ke kelas kesibukan terjadi di setiap siswa. Ada yang menikmati bekal bawaanya, ada yang membaca buku dan ada yang mengobrol dengan teman dekatnya. Istirahat siang memang waktu yang tepat untuk melepas penat dan dahaga, ditengah padatnya jadwal pelajaran.
Bel pun berbunyi, menghentikan istirahat kami yang singkat ini. Astrid mulai bangkit dari rasa dukanya, setelah di nasehati oleh bu Endah tadi. Ia mulai menyiapkan buku tulis dan buku pelajaran selanjutnya, Biologi.
Kala itu sebelum pak Djuhari masuk, ketua kelas kami Erik berdiri di depan kami seraya memberikan suatu pengumuman.
"Teman – teman, sekolah akan mengadakan studi wisata ke museum Trowulan Mojokerto. Dibagi menjadi 3 gelombang. Untuk kelas XI jatuh Pada hari Sabtu tanggal 1 Desember yang akan datang. Undangan menyusul, pemberitahuan dari WaKaSek kesiswaaan."
Ruangan kelas langsung pecah oleh gumaman teman-teman. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Akan tetapi, ini sudah menjadi keputusan yang mutlak dari Wakasek Kesiswaan, mau tidak mau kami pun harus menerima.
Memang kami butuh piknik, tapi bukan piknik seperti ini yang kami inginkan. Kami ingin piknik di tempat wisata yang menyenangkan, seperti pantai atau tempat berbelanja. Menolak pun tidak bisa, jadi dijalankan apa adanya saja.
Ah sama. Aku pun tak suka sejarah. :D
Comment on chapter Sejarah, pelajaran yang membosankan !